Review The Order 1886: Serba Tanggung!

Reading time:
February 25, 2015

Batman Begins

Untuk sebuah game berharga USD 60, game berdurasi 6 jam yang sebagian besar merupakan cut-scene dan tanpa replayability memang sulit untuk ditoleransi.
Untuk sebuah game berharga USD 60, game berdurasi 6 jam yang sebagian besar merupakan cut-scene dan tanpa replayability memang sulit untuk ditoleransi.

Salah satu kritik yang paling kuat mengarah pada The Order 1886 adalah waktu gameplay yang terasa begitu singkat. Untuk sebuah game yang dijual dengan harga USD 60, waktu gameplay 6 jam hingga tamat cerita memang tidak bisa ditoleransi secara logika, apalagi dengan absennya kesempatan untuk memainkan ulang game ini. Tidak ada New Game + , tidak ada mode multiplayer. Alasan Anda untuk menikmati game ini kembali hanyalah jika Anda mengincar Platinum Trophy atau sekedar ingin merasakan tingkat kesulitan yang lebih tinggi, itu saja. Kami sendiri cukup kecewa dengan keputusan Ready at Dawn untuk The Order 1886 ini, yang mungkin terasa tidak sepadan dengan jumlah uang yang harus dikeluarkan. Namun ada satu hal yang membuat kami tidak secara otomatis membencinya, dan justru mengembangkan ketertarikan tersendiri untuk menantikan gebrakan Ready at Dawn selanjutnya di franchise ini. Cara sederhana mendeskripsikannya? The Order 1886 terasa seperti film Batman Begins dari Nolan.

Untuk alasan tertentu, kami menangkap
Untuk alasan tertentu, kami menangkap “vibe” yang serupa ketika menikmati film Batman Begins dari Nolan beberapa tahun yang lalu.
Bahwa apa yang Anda dapatkan di seri ini hanyalah sebuah awal, sebuah pondasi.
Bahwa apa yang Anda dapatkan di seri ini hanyalah sebuah awal, sebuah pondasi.

Anda yang sempat menonton Batman Begins ketika dirilis beberapa tahun yang lalu tentu saja sempat terkejut dengan arah yang berusaha dibawa oleh Christopher Nolan di sana. Setelah Batman & Robin (1997) yang terasa begitu fiktif, Nolan membawa sosok Ksatria Kegelapan ini lewat kacamata yang lebih realistis. Mereka merombak setting, merombak sosok Batman yang lebih manusiawi, dan membangun pondasi untuk dunia Batman yang belum pernah Anda nikmati sebelumnya. Hasilnya? Luar biasa. Kritik pedas di seri awal, namun Nolan berhasil membuktikan visinya di dua seri – The Dark Knight dan The Dark Knight Rises. Ada kesan serupa di The Order 1886. Bahwa semua jalinan cerita, misteri, hingga mekanik gameplay yang dibangun di seri yang satu ini hanyalah awal, hanyalah sebuah pondasi untuk sesuatu yang luar biasa di masa depan. Seolah ada kesan yang kuat bahwa The Order akan tampil fantastis di seri sekuel selanjutnya.

Game ini justru menyisakan lebih banyak tanda tanya daripada jawaban.
Game ini justru menyisakan lebih banyak tanda tanya daripada jawaban.
LOL..
LOL..

Dalam waktu 6 jam permainan ini, The Order 1886 justru menyisakan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Namun di sisi lain, ada perasaan kuat bahwa semua hal yang misterius tersebut akan divisualisasikan dan diwujudkan ke dalam pusaran cerita yang lebih kuat, lebih masif, lebih epik di seri sekuel nantinya. Mengapa demikian? Ada banyak indikator yang mengarah ke sana. Di The Order 1886, Anda secara gamblang bisa melihat rivalitas klasik antara Tesla (yang notabene mendukung The Order) dan Thomas Alva Edison. Menariknya? Mereka belum memperlihatkan Edison sama sekali, tanpa peran jelas. Mereka juga memperlihatkan Vampire sebagai ras Half-Breed di luar Lycans, namun Anda sama sekali tidak melawan mereka. Sejak awal cerita pula Anda selalu disuguhkan bagaimana Half-Breed kini mati-matian berusaha pindah ke Amerika Serikat sebagai dunia baru dan membangun kekuatan lagi di sana. Bahkan salah satu musuh utama Anda masih terus hidup di sini. The Order 1886 adalah sebuah pondasi.

Tapi pantaskah USD 60 dikeluarkan untuk sebuah game yang sifatnya sekedar sebagai
Tapi pantaskah USD 60 dikeluarkan untuk sebuah game yang sifatnya sekedar sebagai “pondasi”? Keputusan itu kembali ke tangan Anda.

Jika mencari perbandingan di industri game, kami sendiri memperlakukan The Order 1886 tidak berbeda dengan seri pertama Assassin’s Creed. Pondasinya ada, mereka tahu keunikan gameplay seperti apa yang hendak diusung, mereka punya basis cerita yang lebih luas untuk dieksploitasi dan potensial untuk tampil epik, mereka tahu apa yang membuat mereka berbeda dengan game sejenis di pasaran. Jika kita butuh momen untuk menilai apakah franchise ini akan berakhir menjadi kegagalan atau kesuksesan di masa depan? Maka seperti halnya Batman Begins dan Assassin’s Creed, keputusan tersebut harus diambil ketika sang sekuel nantinya, dirilis. Namun apakah sebuah “pondasi” ini menarik uang banyak dari dompet Anda? Itulah yang jadi tanda tanya besar.

Kesimpulan

The Order: 1886_20150217020249
Lantas, apakah The Order 1886 pantas untuk dijajal? Kami sendiri secara terbuka menjawab iya. Mengapa? Karena ia menawarkan sebuah pondasi yang potensial untuk tampil luar biasa di masa depan, sekaligus membuktikan bahwa game yang menjual “Cinematic Experience” itu memang mungkin, terlepas apakah Anda suka atau tidak. Kualitas visualisasi yang pantas untuk disebut sebagai yang terbaik di kelasnya juga tidak ragu kami berikan. Namun pantaskah Anda membayar harga penuh untuknya? Sayangnya tidak. Kami menyarankan Anda untuk membeli game 2nd atau menunggu tingkat harga lebih murah untuk menikmati The Order 1886 ini, setidaknya, untuk memberikan justifikasi lebih kuat perihal minimnya konten yang Anda dapatkan.

 

The Order 1886 menawarkan sebuah pengalaman sinematik, yang seringkali dilihat gamer, sebagai alasan “bodoh” untuk menyembunyikan kelemahan hardware yang tidak mampu mencapai framerate atau resolusi gameplay maksimal. Terlepas dari motif utama yang ada, Ready at Dawn berhasil membuktikan bahwa konsep seperti  ini ternyata bisa berhasil untuk diwujudkan, dan The Order 1886 adalah pondasi tersebut. Secara visual, ia pantas disejajarkan sebagai salah satu produk terbaik di platform generasi terbaru, menggabungkan efek grain dan motion blur yang ternyata cukup efektif. Dari sisi action, sensasi gameplay third person shooternya juga luar biasa, dengan handling senjata dan efek yang pantas untuk diacungi jempol. Atmosfer yang mendukung, voice acts yang hidup, dan cerita yang cukup memancing rasa penasaran, dari sisi kosmetik, The Order 1886 menawarkan pengalaman gaming yang mungkin belum pernah Anda cicipi sebelumnya.

Namun sayangnya, game ini membawa beberapa permasalahan yang seolah menjadi bayangan besar yang menutupi semua keunggulannya. Sistem QTE yang tidak punya pengaruh besar, pertarungan melawan Lycan yang mekaniknya diulang di awal dan akhir permainan, third person shooter yang terasa tanggung, hingga cerita yang lebih banyak meninggalkan misteri daripada konklusi jadi catatan tersendiri. Namun masalah terbesarnya tentu saja mengakar pada tingkat harga yang ditawarkan ternyata tidak sebanding dengan konten yang Anda dapatkan. Untuk sebuah game yang dijual di kisaran harga USD 60 atau sekitar Rp 600.000,- di Indonesia, Anda hanya akan mendapatkan sebuah game berdurasi 6 jam di tingkat kesulitan Normal, tanpa replayability sama sekali.

Lantas, apakah The Order 1886 pantas untuk dijajal? Kami sendiri secara terbuka menjawab iya. Mengapa? Karena ia menawarkan sebuah pondasi yang potensial untuk tampil luar biasa di masa depan, sekaligus membuktikan bahwa game yang menjual “Cinematic Experience” itu memang mungkin, terlepas apakah Anda suka atau tidak. Kualitas visualisasi yang pantas untuk disebut sebagai yang terbaik di kelasnya juga tidak ragu kami berikan. Namun pantaskah Anda membayar harga penuh untuknya? Sayangnya tidak. Kami menyarankan Anda untuk membeli game 2nd atau menunggu tingkat harga lebih murah untuk menikmati The Order 1886 ini, setidaknya, untuk memberikan justifikasi lebih kuat perihal minimnya konten yang Anda dapatkan.

Kelebihan

Gun-handling yang solid..
Gun-handling yang solid..
  • Kualitas visual memesona
  • Cerita yang cukup mengundang rasa penasaran
  • Voice acts yang kuat
  • Pengalaman sinematik
  • Atmosfer Victorian Steampunk yang luar biasa
  • Detail karakter dan senjata yang keren
  • Gun-handling yang nyaman

Kekurangan

QTE for what?
QTE for what?
  • QTE yang tidak esensial
  • Gameplay terasa repetitif dan linear
  • Minim replayability
  • Harga terasa mahal dibanding konten yang Anda dapatkan
  • Chapter yang hanya berisikan cut-scene
  • Desain cerita yang dari awal terlihat memang ditujukan untuk lebih banyak sekuel

Cocok untuk gamer: penggemar tema Steampunk, yang menikmati pendekatan sinematik

Tidak cocok untuk gamer: yang mengharapkan sekuens pertempuran epik ala Gears of War, yang membutuhkan waktu dengan durasi panjang.

 

Pages: 1 2 3
Load Comments

PC Games

February 6, 2024 - 0

Menjajal Honkai Star Rail 2.0: Selamat Datang di Penacony, Semoga Mimpi Indah! 

Honkai Star Rail akhirnya memasuki versi 2.0 dengan memperkenalkan dunia…
December 14, 2023 - 0

Menjajal Prince of Persia – The Lost Crown: Kini Jadi Metroidvania!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh 5 jam pertama Prince of…
December 13, 2023 - 0

JagatPlay: Menikmati Festival Kenangan Teyvat Genshin Impact di Jakarta!

Seperti apa keseruan yang ditawarkan oleh event Festival Kenangan Teyvat…
December 7, 2023 - 0

Preview Zenless Zone Zero (ZZZ) Closed Beta 2: HoYoVerse Naik Level!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh masa closed beta 2 Zenless…

PlayStation

April 11, 2024 - 0

Review Dragon’s Dogma 2: RPG Tiada Dua!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Dragon’s Dogma 2? Mengapa kami…
March 27, 2024 - 0

Menjajal DEMO Stellar Blade: Sangat Berbudaya!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh demo Stellar Blade ini? Mengapa…
March 22, 2024 - 0

Review Rise of the Ronin: Jepang Membara di Pedang Pengembara!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Rise of the Ronin ini?…
March 21, 2024 - 0

JagatPlay: Wawancara Eksklusif dengan Yosuke Hayashi dan Fumihiko Yasuda (Rise of the Ronin)!

Kami sempat berbincang-bincang dengan Yosuke Hayashi dan Fumihiko Yasuda terkait…

Nintendo

July 28, 2023 - 0

Review Legend of Zelda – Tears of the Kingdom: Tak Sesempurna yang Dibicarakan!

Mengapa kami menyebutnya sebagai game yang tak sesempurna yang dibicarakan…
May 19, 2023 - 0

Preview Legend of Zelda – Tears of the Kingdom: Kian Menggila dengan Logika!

Apa yang ditawarkan oleh Legend of Zelda: Tears of the…
November 2, 2022 - 0

Review Bayonetta 3: Tak Cukup Satu Tante!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Bayonetta 3? Mengapa kami menyebutnya…
September 21, 2022 - 0

Review Xenoblade Chronicles 3: Salah Satu JRPG Terbaik Sepanjang Masa!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Xenoblade Chronicles 3? Mengapa kami…