Review Hatred: Sekedar Menjual Kontroversi!
Disturbing? Meh juga.
Untuk sebuah game yang meminta Anda untuk berperan sebagai seorang psikopat yang terlibat dalam aksi sebrutal Hatred, ia seharusnya membuat Anda merasakan sesuatu di dada saat memainkannya. Setidaknya brutalitas yang ia usung bisa memicu perasaan tidak enak, tidak tenang, cemas, kasihan, atau emosi apapun yang membuat Anda bisa menciptakan kedekatan emosional tersendiri, baik untuk si karakter utama atau setiap korban yang ia habisi. Hatred punya potensi besar untuk menawarkan pengalaman sebaik itu, namun sayangnya, tangan Destructive Creations tidak cukup lihai untuk meraciknya. Story meh, gameplay meh, dan semua hype soal brutalitas dan kekejaman yang ia usung ternyata juga berujung omong kosong. Selain rasa bosan, kami tidak merasakan apapun di Hatred.
Alasan kuncinya mengarah pada satu hal yang sama – tidak ada latar belakang cerita yang kuat untuk membuat kita bisa merasa terhubung dengan karakter apapun yang muncul di sini. Hatred akan terasa jauh lebih emosional dan mengganggu jika sang karakter utama, yang bahkan tanpa nama, memberikan alasan yang jelas mengapa ia terlibat dalam aksi seperti ini, sebuah dasar yang bisa kita pegang. Hal inilah yang membuat game-game seperti The Last of Us atau Bioshock Infinite begitu memukau. Ada emosi di sana karena Anda merasa dekat dengan karakter yang ditawarkan di dalamnya. Gamer mana yang tidak sedih ketika melihat Ellie dihajar habis-habisan? Atau ketika Elizabeth harus membunuh untuk pertama kalinya? Hati Anda seperti ikut luluh.
Kami sendiri memikirkan potensi luar biasa ini. Akan jauh lebih menarik dan menggugah jika ia tampil seperti layaknya sebuah cerita balas dendam, sebuah konsep yang sebenarnya sudah ditempuh Hollywood cukup lama. Ia bisa diceritakan sebagai suami yang frustrasi, karena kematian istrinya yang tewas saat dirampok dan diperkosa di tepi jalan misalnya, tidak mendapatkan perhatian publik yang pantas, dan akhirnya ia mengalami kehancuran mental. Ia juga bisa diceritakan sebagai veteran perang yang terlalu melihat banyak kekerasan dan ketidakjelasan perang di masa lalu, menyalahkan pemerintah, dan memutuskan untuk “menyelesaikan” masalah ini sendiri. Atau sekedar muak dengan tetangganya yang selama ini terus menggerocoki hidupnya dengan banyak hal remeh-temeh yang mengganggu. Hatred butuh latar belakang untuk membuat kita merasa emosional, dan ia gagal melakukan hal tersebut.
Hasilnya? Ia benar-benar terasa seperti game shooter biasa. Sangat biasa. Anda tidak merasa bahwa semua tindakan yang Anda lakukan itu menjijikkan, Anda tidak pernah merasa mendukung / tidak mendukung aksi sang karakter utama, dan Anda juga tidak akan merasa kasihan ketika melihat kepala orang-orang awam ini tertembus peluru kaliber besar atau terbakar dan matang sempurna karena molotov yang Anda lemparkan. Semua ketakutan yang dilemparkan media-media gaming besar selama periode pengembangan game ini berakhir menjadi satu lelucon besar.
Kesimpulan
Jadi apa yang bisa disimpulkan dari Hatred? Bagi kami, sebuah kekecewaan besar. Sejauh ini, ia terlihat jelas sebagai game yang memang meraih popularitas dari sekedar kontroversi tema yang ia usung, dan sama sekali bukan karena kualitas yang pantas untuk dibicarakan. Ada harapan yang tinggi bahwa Destructive Creations mampu menabrak batas dan menjual sebuah game yang benar-benar bertabrakan dengan nilai moral, keadilan, dan membuat keseluruhan pengalaman ini membuat Anda tidak tenang. Namun apa yang Anda dapatkan? Sebuah game shooter di bawah standar yang terasa repetitif dan tidak membekas. Satu-satunya hal yang kami cintai dari Hatred hanyalah pilihan desain estetik dan efek kehancuran yang pantas untuk diacungi jempol. Selain itu? Tidak banyak hal yang akan membuat bertahan lebih lama.
Ada banyak kelemahan Hatred dan sebagian besar darinya sudah kami bicarakan di atas. Walaupun demikian ada beberapa catatan ekstra, seperti tidak optimalnya game ini bahkan di PC kuat sekalipun. Terus mengalami penurunan framerate tanpa alasan yang jelas, Hatred terasa begitu “berat”, yang tentu aneh untuk visual yang terhitung tidak seberapa menarik. Salah satu yang cukup aneh juga pada pilihan tingkat kesulitan. Sama sekali tidak menawarkan level “Normal”, Anda hanya dibekali dengan tiga pilihan – Easy, Hard, dan Extreme. Kami sendiri menjajalnya di Easy, dan itu sudah cukup untuk membuat kami merasa bosan dan frustrasi, di saat yang sama.
Jadi, pantaskah Hatred menghabiskan waktu Anda? Iya, setidaknya untuk memuaskan rasa penasaran dan menentukan sendiri apakah game ini pantas untuk mendapatkan publikasi seperti yang terjadi selama beberapa bulan terakhir ini atau tidak. Bagi kami? Hatred mungkin akan jadi game pertama yang kami pilih untuk menjajal kebijakan refund yang baru diperkenalkan oleh Valve. Not worth it!
Kelebihan
- Pilihan warna visual yang menarik
- Salah satu efek kehancuran terbaik
Kekurangan
- Garis cerita tidak kuat
- Gerak yang masih terasa canggung
- Tingkat kesulitan yang cukup membuat frustrasi
- Sistem respawn yang menyebalkan
- Gagal memicu emosi apapun sama sekali
- Repetitif
- Pilihan mekanik gameplay yang tidak rasional
Cocok untuk gamer: yang sekedar penasaran dengan kontroversi yang ada, tidak bermasalah dengan game repetitif
Tidak cocok untuk gamer: yang mudah bosan, mengharapkan sebuah game unik dan berbeda