Review Journey: Terasa Begitu Intim!
Sebagian besar gamer pemilik Playstation 3 tampaknya tidak akan asing lagi dengan nama Journey. Proyek game racikan developer – thatgamecompany yang terkenal lewat proyek eksperimental mereka seperti Flow dan Flower ini memang sempat menyita perhatian ketika ia dirilis tahun 2012 silam. Ia bahkan berhasil menyabet banyak penghargaan, yang semuanya memuji pendekatan gameplay-nya yang tidak biasa, sensasi multiplayer yang unik, serta kualitas visualisasi dan desain dunianya yang tiada banding. Dan kini, 3 tahun setelahnya, ia diperkenalkan kepada para pemilik Playstation 4 yang tidak sempat mencicipinya ketika dirilis di platform generasi sebelumnya. Termasuk, kami.
Tidak ada kesempatan lebih baik lagi bagi kami, JagatPlay, untuk menuliskan impresi mendalam terkait game ini. Terlepas dari gembar-gembor yang terjadi di awal rilisnya, kami sendiri tidak pernah berkesempatan untuk menjajal Journey secara langsung, karena masalah konektivitas dan dana. Tiga tahun setelahnya, dengan Playstation 4 yang menawarkan versi dalam visual dan framerate yang lebih baik, momen untuk merasakan dan membuktikan sendiri pesona Journey akhirnya tiba. Review ini tentu ditulis dari kacamata seorang gamer yang memang belum pernah, mencicipi game ini sebelumnya. Journey sendiri baru tersedia dalam format digital dan bisa diunduh dengan harga yang cukup terjangkau.
Lantas, apa yang ditawarkan oleh Journey? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah game yang begitu intim? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.
Plot
Journey bisa dibilang, hadir hampir tanpa kata-kata. Semua garis cerita yang disampaikan kepada gamer muncul dalam kilasan cut-scene yang memberikan kebebasan interpretasi tentang apa yang sebenarnya terjadi. Walaupun demikian, Anda bisa menemukan satu garis benang merah yang sama, terlepas dari beragam teori yang muungkin muncul darinya.
Anda terlihat berperan sebagai seorang penjelajah berjubah merah yang tampaknya punya satu tujuan utama – menuju ke gunung yang terbelah pilar cahaya di kejauhan. Seolah berusaha mencari jawaban akan apa yang sebenarnya terjadi dengan semua peradaban yang Anda lewati, misteri mengemuka dari setiap sudut. Perjumpaan karakter yang Anda gunakan dengan sosok yang serupa – namun dengan pakaian putih seolah menyiratkan tema pencerahan dan pencarian jati diri yang tampaknya menjadi identitas game yang satu ini. Namun apa yang sebenarnya terjadi? Tidak ada jawaban yang pasti.
Lantas, rintangan seperti apa yang harus Anda lewati untuk bisa mencapai gunung terakhir tersebut? Apa sebenarnya tujuan utama dari ziarah yang dilakukan karakter utama Anda ini? Semua jawaban dari pertanyaan tersebut bisa Anda dapatkan dengan memainkan Journey ini sendiri.