Preview Nintendo Switch: Wii U yang “Seharusnya”!

Reading time:
March 7, 2017
Nintendo Switch.
Nintendo Switch.

Apa yang Anda pikirkan ketika melihat desain platform konsol generasi sebelumnya dari Nintendo – Wii U? Dengan sebuah tablet berlayar besar yang menjadi kontroler, sebagian besar dari kita mungkin akan langsung membayangkan sebuah platform hybrid antara konsol dan handheld, bukan? Bahwa kontroler besar tersebut akan jadi sesuatu yang bisa Anda bawa kemanapun untuk mencicipi game Wii U dimana saja, kapan saja, bersama siapa saja. Bahwa untuk alasan itulah, Nintendo harus “memaksa” Anda menggunakan GamePad dengan layar tersebut. Namun hasilnya? Ternyata tak demikian. Tak lebih dari sebuah layar kedua yang digunakan sekedar untuk menampung ragam informasi yang dibutuhkan, Wii U terasa seperti sebuah Nintendo DS atau 3DS dalam ukuran raksasa. Mimpi hybrid itu tenggelam selama beberapa tahun.

Namun apa yang diharapkan dari Nintendo Wii U yang “seharusnya” tersebut kemudian dijawab oleh Nintendo dengan platform generasi terbaru – Nintendo Switch. Mengikuti apa yang mereka lakukan di generasi sebelumnya, Nintendo tak tertarik untuk ikut dalam perang performa antara Playstation 4 dan Xbox One yang kini diperkuat dengan varian terbaru. Switch menjawab tantangan untuk sebuah konsep yang melebur antara handheld dan konsol di satu ruang yang sama. Sebuah produk yang bisa Anda cicipi dimanapun dan kapanpun Anda inginkan, tetapi juga bisa dioptimalkan untuk sensasi gaming yang lebih konvensional di ruang tamu. Pada akhirnya, ia juga akan diperkuat dengan game-game eksklusif Nintendo yang memesona.

Di atas kertas, konsep ini memang terasa manis. Namun keputusan Nintendo untuk tidak menyuntikkan performa yang mutakhir membuatnya kalah saing di mata developer pihak ketiga, apalagi yang selama ini terkenal diperkuat dengan engine-engine kelas berat yang bahkan cukup untuk membuat konsol lainnya tak akan cukup kuat untuk memainkannya di resolusi penuh. Ada ketakutan bahwa Switch akan ditinggalkan seperti halnya Wii U dalam waktu dekat umur hidupnya, dan kembali mengandalkan hanya game indie atau eksklusif saja. Namun di sisi lain, jika Nintendo berhasil memastikan basis pengguna di awal memang menarik sebagai pasar baru, bukan tak mungkin developer dan publisher akan mati-matian berusaha untuk mendukung platform baru ini seperti apapun caranya, atas nama uang. Kemana arah ini akan bergerak? Saat ini, terlalu awal untuk memutuskan.

Setidaknya, kini kesempatan untuk menjajal dan terjun masuk ke dalam Nintendo Switch akhirnya bisa dilakukan di Indonesia. Dengan harga masih 6 jutaan Rupiah dan game yang terhitung terbatas, kami memutuskan untuk lompat sebagai seorang early adopter, untuk menguji seberapa baiknya konsep ini dieksekusi oleh Nintendo. Setelah mencicipinya selama beberapa jam, sulit rasanya untuk tak menyebut platform ini sebagai pemenuhan mimpi yang sempat ditawarkan oleh Wii U di masa lalu.

The Console

Tablet di tengah dengan layar sentuh ini adalah Switch itu sendiri.
Tablet di tengah dengan layar sentuh ini adalah Switch itu sendiri.

Berbeda dengan konsol lain yang dibangun dengan cangkang besar untuk memuat semua perangkat keras yang mendukung kinerjanya, Switch menjadikan prosessor tablet dan konsep dasarnya sebagai fokus utama untuk Switch. Bahwa ini adalah sebuah konsol yang bisa berubah menjadi handheld jika Anda butuhkan, sebuah handheld yang bisa berubah menjadi sebuah konsol jika Anda inginkan. Sesuatu yang belum pernah dilakukan di industri game konsol utama sebelumnya. Menjawab tantangan tersebut, Switch menjadikan sebuah “tablet” dengan layar sentuh sebagai otak utamanya. Bahwa otak yang membuat Anda berkorban sejumlah uang adalah Switch itu sendiri.

Didukung dengan layar sentuh.
Didukung dengan layar sentuh.

Untungnya, bersama dengan paket penjualan yang ada, Nintendo sudah memastikan kebutuhan esensial Anda untuk mencicipi Switch secara optimal sudah tersedia. Bersama dengan tablet yang menjadi otaknya, Anda juga akan mendapatkan sebuah docking berbahan plastik yang bisa disuntikkan tiga buah jenis kabel – HDMI, USB, dan Charging Port untuk mengubah fungsi Switch menjadi sebuah konsol konvensional. Dengan hanya tinggal memasukkan si “otak” ke bagian tengah, Anda sudah bisa mendapatkan fungsi tersebut dengan mudah. Jika ingin berpergian dan tertarik untuk menjajal mode multiplayer? Switch punya mode ketiga selain handheld dan TV (konsol konvesnional), yakni Tabletop Mode. Anda bisa menjadikannya sebagai sebuah layar televisi kecil yang bahkan cukup nyaman, untuk memainkan game-game multiplayer offline sekalipun.

Docking untuk charging dan masuk ke TV mode layaknya konsol konvensional.
Docking untuk charging dan masuk ke TV mode layaknya konsol konvensional.
Tabletop Mode = menjadikan Switch sebagai layar televisi kecil.
Tabletop Mode = menjadikan Switch sebagai layar televisi kecil.
Tempat mengisi catridge yang terletak di bagian kanan atas.
Tempat mengisi catridge yang terletak di bagian kanan atas.

Maka si console ini juga diperkuat dengan beberapa fungsi standar, seperti charging port, port jack untuk headset, tombol volume dengan speaker cukup kuat, dan satu slot ekstra untuk game card. Benar sekali, Switch kini kembali menggunakan catridge sebagai media distribusi game. Pilihan yang tentu unik.

Lantas, seperti apa spesifikasi Switch itu sendiri? Berikut adalah spesifikasi resmi dari Nintendo:

  • Size: Tinggi – 4 inchi, Panjang – 9.4 inchi, Tebal – 0.55 inchi
  • Weight: 200g
  • Screen: 6,2 inchi Touch Screen LCD – 1280 x 720
  • CPU/GPU: NVIDIA Custom Tegra Processor
  • Storage: 32 GB Internal Storage. Upgradable to 2 TB microSDHC / microSDXC
  • Networking: IEEE 802.11 a/b/g/n/ac, Bluetooth 4.1
  • Video output: 1080p – TV Mode, 720p – Tabletop / Handheld mode
  • Audio output: Compatible with 5.1ch Linear PCM Output
  • Speakers: Stereo
  • Buttons: Power Button / Volume Button
  • Headphone / mic jack: 3,5mm audio jack
  • Game card slot: Nintendo Switch Game Cards
  • Sensor: Accelerometer, gyroscope, brightness sensor
  • Internal Battery: Lithium-ion battery / 4310mAh
  • Battery Life: Approx 2,5 – 6,5 hours
  • Charging Time: Approx 3 hours
Pages: 1 2 3
Load Comments

PC Games

February 6, 2024 - 0

Menjajal Honkai Star Rail 2.0: Selamat Datang di Penacony, Semoga Mimpi Indah! 

Honkai Star Rail akhirnya memasuki versi 2.0 dengan memperkenalkan dunia…
December 14, 2023 - 0

Menjajal Prince of Persia – The Lost Crown: Kini Jadi Metroidvania!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh 5 jam pertama Prince of…
December 13, 2023 - 0

JagatPlay: Menikmati Festival Kenangan Teyvat Genshin Impact di Jakarta!

Seperti apa keseruan yang ditawarkan oleh event Festival Kenangan Teyvat…
December 7, 2023 - 0

Preview Zenless Zone Zero (ZZZ) Closed Beta 2: HoYoVerse Naik Level!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh masa closed beta 2 Zenless…

PlayStation

April 25, 2024 - 0

JagatPlay: Wawancara Eksklusif dengan Kim Hyung-Tae dan Lee Dong-Gi (Stellar Blade)!

Kami berkesempatan ngobrol dengan dua pentolan Stellar Blade - Kim…
April 24, 2024 - 0

Review Stellar Blade: Tak Hanya Soal Bokong dan Dada!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Stellar Blade ini? Mengapa kami…
April 22, 2024 - 0

Review Eiyuden Chronicle – Hundred Heroes: Rasa Rindu yang Terobati!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Eiyuden Chronicle: Hundred Heroes ini?…
April 11, 2024 - 0

Review Dragon’s Dogma 2: RPG Tiada Dua!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Dragon’s Dogma 2? Mengapa kami…

Nintendo

July 28, 2023 - 0

Review Legend of Zelda – Tears of the Kingdom: Tak Sesempurna yang Dibicarakan!

Mengapa kami menyebutnya sebagai game yang tak sesempurna yang dibicarakan…
May 19, 2023 - 0

Preview Legend of Zelda – Tears of the Kingdom: Kian Menggila dengan Logika!

Apa yang ditawarkan oleh Legend of Zelda: Tears of the…
November 2, 2022 - 0

Review Bayonetta 3: Tak Cukup Satu Tante!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Bayonetta 3? Mengapa kami menyebutnya…
September 21, 2022 - 0

Review Xenoblade Chronicles 3: Salah Satu JRPG Terbaik Sepanjang Masa!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Xenoblade Chronicles 3? Mengapa kami…