10 Franchise Game yang Sebaiknya Diakhiri Saja!
-
Angry Birds

Dari semua game konsol dan PC yang kami pilih di daftar ini, rasanya tidak adil untuk tidak menyertakan sebuah game mobile yang begitu fenomenal – Angry Birds. Fenomena yang dihasilkan burung-burung pemarah ini tidak hanya menjadi motor pendorong aktifnya scene mobile gaming, tetapi juga popularitas yang berhasil menembus kelompok non-gamer itu sendiri. Tidak ada yang tidak mengenal Angry Birds, yang kini bahkan tersedia dalam bentuk bantal, selimut, hingga fidget spinner sekalipun. Memasuki seri keduanya dengan begitu banyak seri spin-off yang dirilis di tengah dengan mengambil begitu banyak genre, serta kesuksesan yang akhirnya tiba di pasar Hollywood, burung-burung pemarah ini memang tidak lagi terasa relevan. Namanya pelan tapi pasti mulai tak lagi punya nilai apapun, bahkan bagi pasar mobile itu sendiri. Mungkin saatnya bagi Rovio untuk mulai segala sesuatunya dari awal dan melupakan secara total, burung-burung yang menjemukan ini.
-
WWE

Agak sedikit tidak adil memang jika kita harus berbicara soal franchise game olahraga tahunan, yang walaupun memang tidak mengusung banyak perubahan gameplay, namun selalu menjadi daya tarik yang kuat untuk gamer yang memang menantikannya. Game seperti FIFA, PES, MLB, atau NFL dan sejenisnya selalu jadi produk dengan penjualan yang fantastis. Namun ada satu olahraga “hiburan” yang juga dirilis setiap tahunnya dengan angka skor review dan data penjualan yang tidak pernah dibagi ke pasaran. Benar sekali, kita bicara soal seri WWE dari Yuke dan 2Kgames yang untuk setiap seri baru yang mereka rilis ke pasaran, mulai kehilangan akal untuk menawarkan sesuatu yang baru, menarik, dan berbeda. Daya tarik justru difokuskan pada tawaran konten bonus para pegulat untuk versi-versi istimewa tertentu yang mungkin berhasil di beberapa seri, namun mulai terasa seperti strategi tak efektif jika terlalu sering dilakukan.
-
Call of Duty

Sebagian dari Anda mungkin setuju dengan pilihan ini, dan beberapa mungkin tidak mengingat bahwa franchise ini memang punya identitas unik berkat siklus tiga developer yang dipilih oleh Activision. Namun bagi kami pribadi, alasan memilih Call of Duty memang bukan karena sekedar eksploitasi berlebih dan seri-seri yang mulai kehilangan ide dan inovasi signifikan, terutama di mode multiplayer saja. Tetapi fakta bahwa kesuksesan Call of Duty setiap tahunnya, membuat Activision punya model bisnis dan kreativitas yang “terkunci” hanya pada nama franchise yang satu ini saja. Membayangkan apa yang bisa diracik Activision dengan resource yang mereka miliki, apalagi dengan developer sekelas Infinity Ward, Treyarch, dan Sledgehammer Games jika Call of Duty tewas tentu saja menjadi harapan yang mengandung begitu banyak potensi. Bagaimana jika ketiganya diminta untuk meracik judul game baru mereka masing-masing? Bagaimana jika ia tidak berakhir jadi game FPS? Membayangkan tewasnya Call of Duty akan membuka ruang untuk mimpi tersebut.
-
Assassin’s Creed

Kita sepertinya tahu kesuksesan seperti apa yang diraih Ubisoft dengan Assassin’s Creed. Judul eksperimental yang begitu unik di seri pertama tersebut tumbuh menjadi salah satu franchise open-world terbesar di industri game. Keluhan soal minimnyan inovasi sedikit terobati dengan rilis AC: Origins yang menjadikan Mesir sebagai setting utama. Namun alih-alih belajar dan memberikan ruang untuk seri selanjutnya, mereka justru mengumumkan Odyssey – sebuah seri prekuel yang menjadikan Yunani sebagai setting utama. Sekelibat gameplay yang diperlihatkan menyiratkan perubahan yang tidak signifikan. Dengan tidak ada lagi karakter yang merekatkan segala sesuatunya seperti sosok Desmond di trilogi pertama, cerita Assassin’s Creed memang mulai mengandung lebih banyak tanda tanya daripada jawaban. Dengan semua kombinasi ini, mungkin lebih baik bagi Ubisoft untuk sedikit menarik diri dan setidaknya belajar, bagaimana untuk membuatnya “naik kelas”, alih-alih menyeretnya lebih dalam ke jurang lautan.










