Review Spyro Reignited Trilogy: Rasa Tua di Bentuk Muda!
Sebuah Remake yang Serius

Pendekatan remake yang serius seperti yang berhasil dilakukan Activision sebelumnya dengan Crash Bandicoot N.Sane Trilogy sepertinya secara sederhana bisa menjelaskan apa yang bisa Anda temukan dengan Spyro Reignited Trilogy ini. Menggunakan Unreal Engine 4 sebagai basis, ia berhasil menawarkan visualisasi yang tidak hanya terlihat sekedar modern saja, tetapi menangkap apa yang membuat Spyro begitu magis di masa lalu. Seperti mewujudkan imajinasi masa kecil Anda menjadi sesuatu yang nyata, dalam kapasitas yang seharusnya. Ia berakhir terlihat seperti sebuah game yang diadaptasikan dari film animasi berbasis CGI milik Disney atau Dreamworks yang keren.
Segala sesuatunya berubah dari sisi desain. Sang developer mengambil bentuk dari versi original dan kemudian menyuntikkan desain baru dengan lebih banyak detail untuk membuat setiap karakter ini terlihat jauh lebih hidup dan berbeda. Tidak hanya karakter-karakter yang punya peran penting dalam cerita saja, tetapi juga setiap musuh yang Anda temui sepanjang perjalanan. Terrain level juga kini disesuaikan untuk membuat skala terlihat lebih besar, seperti menyuntikkan ekstra struktur atau pepohonan di beberapa titik, membangun dunia dengan atmosfer yang lebih tepat.


Di antara ketiga seri Spyro yang dijual dalam bundle ini, remake untuk seri Spyro pertama sepertinya menjadi yang paling optimal. Anda bisa melihat kerja keras sang developer yang sepertinya mengorbankan begitu banyak waktu dan tenaga untuk memastikan seri pertama ini menghadirkan impresi yang paling kuat. Seberapa optimal? Gila mungkin kata yang lebih tepat. Segila mereka membangun dan meracik setiap desain naga yang diselematkan untuk terlihat berbeda, dengan tema mereka masing-masing, lengkap dengan voice acting uniknya juga. Naga-naga NPC yang mungkin hanya muncul di layar tidak lebih lama dari 10-15 detik ini berjumlah puluhan di sepanjang permainan. Dedikasi seperti inilah yang mereka perlihatkan.


Namun sayangnya, kerja keras yang mereka unjuk di remake Spyro pertama ini justru menjadi “pedang bermata dua” untuk proses remake dua seri sisanya – Spyro 2 dan Spyro 3, terutama untuk Spyro 3. Karena sepertinya sulit untuk tidak mengakui bahwa keduanya punya kualitas “tidak sebanding”. Ketika Anda membandingkan begitu berbeda dan kerennya tiap desain naga yang cuma muncul 10 detik di Spyro pertama dengan desain karakter NPC di luar Spyro di Spyro 3, maka Anda akan bisa memahami apa yang kami bicarakan. Kita tidak bicara soal detail, tetapi komitmen untuk membuat karakter-karakter ini terlihat lebih dari sekedar modern, tetapi punya “identitas” mereka sendiri. Jelas sepertinya bahwa energi tim sang developer sepertinya tercurahkan di hanya seri pertama saja.
Namun di luar hal tersebut, presentasi Spyro Reignited Trilogy tentu jauh naik signifikan dibandingkan dengan seri originalnya. Keputusan untuk menghadirkan beberapa perubahan model karakter, terutama untuk musuh yang dikalahkan adalah sesuatu yang pantas untuk disambut baik. Voice acting yang masih tetap hidup dan imutnya bergabung dengan musik yang terasa tepat, tidak ada keluhan yang bisa dibicarakan dari sisi audio. Beberapa animasi serangan ataupun damage juga pantas untuk diacungi jempol.

Secara garis besar, Spyro Reignited Trilogy berhasil membuktikan diri sebagai sebuah game “Remake” yang dikembangkan serius. Presentasi dari sisi visual dan audio meningkat jauh dari versi original, kini pantas disandingkan dengan rilis game terbaru. Tetapi harus diakui, seri pertama dari tiga seri ini berujung menjadi yang terbaik.
Cita Rasa Lawas

Maka kebijakan yang mereka usung di Crash Bandicoot N.Sane Trilogy juga diterapkan Activision untuk Spyro Reignited Trilogy ini. Bahwa terlepas dari beberapa perubahan seperti animasi, efek blur, atau sekedar desain karakter dan dunia, ia tetap menawarkan konten dan gaya bermain yang sama. Gaya bermain game action adventure / platformer yang di mata beberapa gamer, mungkin sudah terasa terlalu tua dan tidak lagi relevan. Kita berbicara soal desain semi open-world yang tidak punya objektif berbasis icon dan sejenisnya, hanya meminta Anda untuk melakukan satu misi utama yang terkadang, meminta Anda untuk berpikir sendiri untuk mencari jalan untuk mencapainya. Berita baiknya? Ada sistem tracking untuk melihat objektif apa saja yang sudah Anda selesaikan di setiap hub dan dunia yang Anda singgahi.
Konsep dunianya memang terbagi menjadi dua tempat utama: sebuah hub besar dan dunia-dunia kecil yang tersebar di sekitar lewat gerbang teleportasi dengan nama besar menggantung di atasnya. Ketiga seri Spyro didesain dengan sistem seperti ini, walaupun beberapa seri terakhir mengusung konten lebih kompleks dan modern.


Spyro pertama meminta Anda mencari naga-naga yang beku dalam kristal, yang kedua mencari artifact yang bisa didapatkan dengan menyelesaikan tugas tertentu, hingga yang ketiga juga membutuhkan Anda melakukan hal yang serupa. Mengumpulkan mereka dan beragam collectibles yang lain menjadi esensial untuk mencapai progress cerita. Di Spyro pertama misalnya, untuk bisa bergerak ke daerah hub selanjutnya dan mendorong cerita, Anda bisa dminta menyelamatkan sejumlah naga, mengumpulkan sejumlah kristal, atau bahkan telur. Ini membuat Anda “rajin” mengumpulkan apapun yang Anda temukan. Bahkan di Spyro yang lain, Anda bisa menggunakan mereka untuk memperkuat dan menyuntikkan kemampuan baru bagi naga ungu kecil yang satu ini.


Gerakan standar Spyro sendiri memang tidak banyak. Selain kemampuan untuk menyemburkan api dalam skala kecil dan lingkup yang terbatas, Spyro mampu berlari cepat dan menanduk secara otomatis musuh manapun yang berusaha menghalanginya. Tantangan pertama muncul dari mekanisme ini. Tiga buah seri Spyro ini tetap berbasiskan mekanik yang sama jika berbicara soal musuh yang ada. Ada musuh yang bisa ditundukkan dengan menggunakan api Anda tetapi ada juga yang hanya bisa dikalahkan dengan tandukan, sementara pertempuran melawan boss juga berujung sesederhana yang Anda bayangkan. Ada tipe musuh yang juga meminta Anda untuk mengejar mereka dengan kecepatan tinggi.
Tidak ada bar health dan sejenisnya untuk Spyro. Namun sebagai gantinya, Anda harus memerhatikan warna dan status dari Sparx – sang capung teman Spyro yang selalu mengikutinya. Sparx akan berganti warna setiap kali Spyro terkena damage, beurbah warna dari emas – biru – hijau – dan kemudian menghilang selamanya. Anda bisa memulihkan warna Sparx dengan secara konsisten “membunuh dan membakar” hewan-hewan kecil di sekitar yang akan menjatuhkan makanan untuk Sparx itu sendiri. Membakar seekor domba yang tengah makan rumput dengan damai demi memulihkan nyawa capung teman Anda? Hari biasa untuk seorang Spyro.


Tantangan kedua tentu saja muncul dari platforming yang harus Anda lakukan untuk mencapai objektif tertentu. Mengingat desain dunianya sendiri terbuka dan tidak memuat banyak clue di dalamnya, Anda harus mencari cara sendiri untuk menuju ke tempat-tempat yang mungkin terlihat mustahil untuk bisa Anda masuki. Di seri pertama, ia sesederhana hanya mencari tempat tinggi, meraacik timing gliding dengan sayap yang tepat, hingga sekedar memutar lokasi tertentu hingga Anda menemukan lokasi yang Anda inginkan. Di seri-seri selanjutnya, ia juga sudah dipengaruhi oleh upgrade seperti apa yang sudah didapatkan Spyro. Bahkan seri ketiga, objektif ini juga dibungkus dengan ragam mini-game selain eksplorasi dunianya itu sendiri.


Kedekatan seri Remake ini dengan gameplay originalnya mungkin membuatnya terasa seperti sebuah game “tua” yang aneh di mata gamer modern, terutama dari sistem pergerakan dan kamera yang tidak terasa natural jika dibandingkan dengan game-game rilis modern. Apalagi objektifnya terhitung sederhana untuk sebuah game platforming terbuka seperti ini. Namun sulit untuk tidak mengakui bahwa apa yang berhasil dilakukan Toys for Bob dengannya adalah menawarkan kesempatan lebih baik untuk mencicipi sebuah game “tua” yang kami yakin, akan cukup efektif untuk menarik hati para gamer yang penasaran setelah mencicipinya selama beberapa jam permainan. Satu yang pasti, mereka tentu harus berangkat dengan pikiran cukup terbuka bahwa game yang di mata mereka ini, terlepas dari betapa indahnya ia terlihat, tetaplah “remake” dari sebuah game lawas.










