JagatPlay di TGS 2019: Ngobrol Santai Bareng Hideo Kojima! (EXCLUSIVE)
Developer paling ikonik di industri game, tidak ada lagi kalimat yang lebih tepat untuk menjelaskan sosok seorang Hideo Kojima. Sebuah “prestasi” yang memang tidak berlebihan mengingat sepak terjangnya yang fantastis selama beberapa dekade terakhir. Ia merupakan otak di balik beberapa franchise raksasa seperti Metal Gear Solid dan Zone of the Enders yang memesona. Salah satu “identitas”-nya mengakar dari pendekatan sinematik yang sepertinya menjadi jiwa dari semua proyek yang ia tangani. Bahwa terkadang, kualitasnya bahkan sepadan dengan film-film Hollywood ber-budget besar. Semuanya dibungkus dengan gameplay yang menarik sekaligus penerapan humor yang siap untuk membuat Anda tertawa dan terkesima di saat yang sama.
Hengkangnya Hideo Kojima dari Konami membuatnya mau tidak mau harus meninggalkan brand “Metal Gear Solid” dan masuk ke dalam sebuah pusaran kretivitas baru yang penuh dengan potensi dan peluang. Tantangan tersebut ia jawab dengan sebuah game bernama “Death Stranding”. Langsung menarik perhatian massa sejak teaser perdana yang begitu misterius dengan tanpa jawaban jelas, strategi ini terus didorong lewat lebih banyak screenshot dan trailer yang justru kian membuat jurang penuh rasa penasaran tersebut semakin dalam. Namun untungnya, lewat beberapa video gameplay yang ia rilis di ajang TGS 2019 kemarin, kita sudah mendapatkan sedikit gambaran kira-kira pengalaman seperti apa yang bisa kita antisipasi dari Death Stranding.
Seperti sebuah mimpi yang menjadi nyata, mengaguminya sejak Metal Gear Solid pertama, kami akhirnya berkesempatan untuk bertemu dengan Hideo Kojima secara langsung di kantor Kojima Productions, Shinagawa, Tokyo. Kami juga berkesempatan untuk menuangkan rasa penasaran kami dengan begitu banyak pertanyaan yang tidak hanya berpusat pada Death Stranding saja, tetapi juga film – media yang paling ia favoritkan. Berita baiknya? Kami cukup tenang untuk masih bisa berbicara dan melemparkan pertanyaan, terlepas dari fakta bahwa idola terbesar kami, duduk dengan tenang di hadapan kami.
Kami langsung membuka sesi tanya jawab ini dengan membahas film. Kami selalu penasaran soal apa yang dikategorikan Hideo Kojima sebagai “film yang bagus” dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi cara ia menangani game-game racikannya, termasuk Death Stranding. Kojima menyebut bahwa salah satu standar yang ia gunakan adalah “perasaan yang tertinggal” setelah film itu selesai. Bahwa terlepas apapun perasaan yang lahir, emosi senang, takut, atau apapun itu, ia akan terus membekas di hidup Anda. Hal ini juga bisa ditawarkan tidak hanya dari film saja, tetapi juga novel dan video game. Ia ingin video game yang ia racik juga mampu melakukan hal tersebut.
Jika Anda termasuk penggemar karya Hideo Kojima selama ini, maka Anda tentu memahami bahwa “mendobrak dinding keempat” adalah salah satu metode ikonik dalam karyanya. Untuk Anda yang tidak terlalu familiar, “mendobrak dinding keempat” adalah aksi ketika konten media mengakui eksistensi Anda sebagai penikmatnya. Hal ini juga diperlihatkan Sam di trailer kedua “Private Room” TGS 2019 – dimana ia secara langsung melihat ke depan layar, bereaksi, seolah mengakui bahwa ada “Anda” di sana sebagai pemain. Kami tentu penasaran dengan opini Hideo Kojima terkait mekanik yang satu ini.
Kojima-san menyebut bahwa di Death Stranding, Anda menjadi seorang Sam, sendirian bersama BB, dengan jalan yang belum terbentuk, dan terus diserang beragam ancaman termasuk oleh para BT. Sam selalu terperangkap dalam kesulitan, penuh rasa cemas, dan bahkan takut. Gamer akan secara langsung merasakan hal tersebut. Oleh karena itu, lewat Private Room, gamer setidaknya bisa berhenti untuk sekedar “mengambil napas”. Kadang cerita memang bergerak di dalam ruangan ini, tetapi pondasinya memang lebih mengarah pada kesempatan untuk bersantai. Oleh karena itu, ia memberikan banyak gimmick di dalam untuk tidak hanya membuat Sam sendiri lebih tenang, tetapi juga gamer itu sendiri.
Satu yang menarik dari Private Room, terlepas dari fakta bahwa Anda menggunakan Sam (Norman Reedus) sebagai karakter utama dari awal, Kojima-san juga mendesain ruangan ini sebagai pemisah antara sosok “Anda” dan Sam itu sendiri. Death Stranding juga mengangkat tema soal “tubuh” dan “jiwa”, terutama mekanik dimana Sam yang tewas akan bergerak ke dunia lain dan harus menemukan posisi tubuh terakhirnya sebelum bisa kembali. Kojima-san menyebut bahwa “memecah dinding keempat” di Private Room bisa dikaitkan dengan mekanik ini, dimana alih-alih dari kacamata Sam, Anda bisa melihatnya dari luar perspektif Sam.
Kami juga menggunakan kesempatan ini untuk bertanya soal kebutuhan konektivitas online. Seperti yang kita tahu, genre “Social Strand” yang hendak didorong Kojima dan diperlihatkan di TGS 2019 kemarin memang memperlihatkan mekanik dimana Anda bisa meminta bantuan player lain atau sekedar menemukan item-item yang sudah mereka tinggalkan. Apakah gamer yang tidak punya koneksi internet tetap bisa menikmati Death Stranding?
Kojima-san langsung menjawab iya, tanpa ragu. Death Stranding adalah game yang dibangun dengan struktur sebuah game single player. Anda akan bisa memainkannya seorang diri seperti layaknya game action klasik. Tanpa koneksi internet, yang tidak Anda dapatkan hanyalah dukungan dari gamer yang lain. Namun Kojima-san menegaskan bahwa ia sendiri merekomendasikan Anda untuk terhubung dengan internet, seperti intensinya mengembangkan game ini. Apalagi tema utama yang mengitari nama Death Stranding adalah koneksi / hubungan. Memang Anda masih bisa bersenang-senang dengannya seperti memainkan game 20 tahun yang lalu, tetapi inti dari game ini, adalah terhubung dengan dunia.
Dengan gameplay yang dibuka di TGS 2019 kemarin, bersama dengan trailer cerita “Briefing”, beberapa konten di dalam Death Stranding memang terasa relevan dengan dunia saat ini. Kita berbicara soal Amerika yang terpecah belah, Angka “likes” ala sosial media yang bisa berubah menjadi resource, hingga bagaimana ada kesan bahwa hubungan Sam – BB merepresentasikan hubungan orang tua-anak. Apakah Death Stranding sendiri merupakan sejenis komentar sosial seorang Hideo Kojima soal kondisi dunia saat ini? Ataukah ia lebih baik dinikmati tanpa memikirkan hal tersebut?
Kojima menyebut bahwa ia pribadi tentu ingin gamer bersenang-senang dengan Death Stranding, itu yang menjadi prioritas utamanya. Tapi ia juga mengaku punya banyak hal untuk dibicarakan dan disampaikan. Ia tidak menuntut gamer untuk mendengarkan apa yang hendak ia sampaikan, tetapi ia ingin gamer memikirkannya. Dan jika gamer berakhir memikirkannya, ia ingin gamer sendiri mulai bergerak dan mengambil tindakan. Death Stranding, ia sebut, adalah sebuah game tentang koneksi: koneksi dengan internet, koneksi dengan sosial, koneksi dengan hidup dan mati, koneksi dengan keluarga, koneksi dengan teman, hingga koneksi dengan pasangan Anda. Kojima ingin gamer merasakan koneksi yang juga ia akui, akan sangat berbeda satu sama lain bergantung pada kondisi dan lingkungan dimana mereka tinggal.
Dengan begitu banyak aktor-aktris papan atas yang terlibat, kami tentu penasaran dengan proses casting yang dilakukan. Apakah Kojima-san menciptakan cerita terlebih dahulu baru menemukan aktor-aktris yang tepat atau justru berkebalikan, menemukan aktor dan aktris yang tepat terlebih dahulu baru melebur mereka ke dalam cerita? Kojima-san menyebut bahwa “cerita” datang lebih dulu. Seperti kasus yang terjadi di Norman Reedus, yang ia kenal sejak era P.T. yang sayangnya tak jadi dirilis di pasaran. Kojima-san membayangkan apa jadinya jika Norman memerankan karakter yang sudah ia racik dan bagaimana menyesuaikannya dengan pribadi Norman itu sendiri. Sementara untuk karakter – Amelie, ia juga sudah memikirkan Lindsay Wagner sejak awal. Walaupun ia mengaku cukup khawatir jika tidak bisa mengajak Lindsay untuk bergabung.
Kami juga penasaran dengan pendapat seorang Hideo Kojima soal daya tarik Death Stranding di mata para fans-fans veteran karya-nya. Dengan genre yang terhitung inovatif seperti ini, kira-kira apa yang diharapkan Kojima dari mereka, terutama jika mereka tertarik menjajal Death Stranding di saat rilis nanti?
Pertanyaan ini disambut dengan tawa kecil Kojima-san. Ia menegaskan bahwa tidak menyebut Death Stranding sebagai “genre baru”. Yang ia tawarkan di sini hanya sesuatu yang belum pernah ada di industri game sebelumnya. Ia menyebut bahwa ia tidak ingin sekedar menghasilkan uang saja, tetapi menciptakan sesuatu yang belum pernah dibuat sebelumnya. Tetapi pada akhirnya, Death Stranding tetaplah sebuah game action open-world yang familiar jika Anda sempat mencicipi game action yang lain. Tetapi jika Anda sudah memainkannya beberapa jam, Anda akan menemukan sesuatu yang baru dan berbeda, yang belum pernah Anda rasakan sebelumnya.
Kojima-san mengakui bahwa di awal, game ini akan terasa lambat. Ia bahkan tidak ragu membandingkannya dengan scene awal Metal Gear Solid, ketika Snake pertama kali keluar dari air dan menantikan elevator pertama. Di scene tersebut, ia sengaja tidak menyertakan senjata sama sekali untuk membuat gamer menyadari bahwa pertempuran bukanlah “jalan utama” di Metal Gear Solid. Ia memang tidak meracik Death Stranding se-ekstrim itu. Namun tetap, Anda akan butuh beberapa jam permainan sebelum memahami dan mengerti apa yang menjadi esensi pengalaman Death Stranding itu sendiri. Ia tidak ingin gamer, terutama fans tuanya, melihat ini seperti sebuah game FPS atau RPG misalnya. Inti dari Death Stranding tetaplah sebuah game action open-world dengan misi untuk menyatukan dunia.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa seorang Hideo Kojima adalah seorang perfeksionis. Kami penasaran bagaimana ia menentukan sebuah titik bahwa produk racikannya memang sudah berada di tempat yang tepat, bahwa produk yang ia racik memang sudah memenuhi visi misi yang ia inginkan. Ataukah ia harus selalu berkompromi? Dengan tawa kecilnya, Kojima-san menyebut bahwa semua proses kreatif secara profesional, apakah itu video game ataupun film, memang punya batas waktunya sendiri. Namun deadline tersebut membuatnya bisa mengatur dan memprioritaskan apa yang harus ia kejar. Jika ia tidak mengumumkan tanggal rilis beberapa waktu yang lalu, ia bisa berakhir terus mengerjakannya tanpa batas waktu. Ia menyebut aksi seperti ini, tidak profesional.
Sebagai seorang penikmat film, kami tentu penasaran kira-kira jika Kojima-san harus memilih 1 film dan 1 film saja yang ia anggap harus ditonton oleh semua orang di satu titik dalam hidup mereka, film mana yang akan ia pilih?
Kojima-san dengan cepat langsung menyebut mahakarya dari Stanley Kubrick – 2001: A Space Odyssey. Ia menyebut bahwa film ini bukan lagi sekedar film, tetapi sebuah pengalaman bagi dirinya. Ia tumbuh besar di era Apollo dengan mimpi menjadi seorang astronot. Ia melihat sang Monolith – sebagai Tuhan dari segala jenis penciptaan. Ketika ia menontonnya saat muda, ia sama sekali tidak mengerti film ini karena ia sulit untuk dicerna. Tetapi ia meninggalkan perasaan tertentu di sana. Ketika dewasa dan menikmatinya, ia bahkan masih tidak memahami beberapa bagian darinya, yang membuatnya terus kembali.
Baginya, ia ingin menciptakan sesuatu yang serupa dengan 2001: A Space Odyssey ini. Sebuah produk yang begitu “maha”-nya, hingga ia memancing kontroversi karena sulit dimengerti. Media tidak menyukainya, banyak orang yang menontonnya dan berakhir menjadi pengikut setia. Namun sekarang, 2001: Space Odyssey dipandang sebagai sebuah film yang fenomenal. Belajar dari sana, ia mengerti bahwa selalu ada reaksi negatif setiap kali sesuatu yang benar-benar baru mengemuka. Ia berharap Death Stranding juga akan melewati hal yang sama, dimana akan ada orang yang menyukai ataupun membencinya, terutama untuk mereka yang hanya ingin datang dan menembak segala sesuatunya.
Sayangnya, usaha kami untuk menggali lebih banyak soal interpretasi pribadi Kojima-san terkait ending 2001: Space Odyssey yang begitu terbuka pada beragam teori dan spekulasi tidak berhasil. Kojima-san mengaku justru takut melemparkan spoiler bagi para pembaca jika ia membicarakan ending ini secara terbuka.