Preview Dragon Ball Z – Kakarot: Eksekusi Kurang Matang!
Puluhan tahun eksis, cerita yang sudah rampung, popularitas yang masih tak terbendung, dan tetap istimewa untuk para gamer yang masa kecilnya diisi olehnya, menyebut Dragon Ball karangan Akira Toriyama sebagai salah satu franchise anime / manga paling legendaris memang tidak berlebihan. Ia juga menjadi salah satu proyek adaptasi tertua di industri game, dengan game perdana yang bahkan sudah tersedia di era NES masa lampau. Siapa yang mengira, bahwa pergantian beberapa generasi platform ternyata tidak menjadi paku peti mati untuk eksistensi Dragon Ball di industri game. Ia terus tumbuh, berkembang, dan beradaptasi menjadi sesuatu yang lebih baru, lebih baik, lebih “berbeda”. Seperti yang berusaha didorong Bandai Namco dengan Dragon Ball Z: Kakarot.
Kesan Pertama
Menghadirkan pendekatan visual cell-shading untuk menangkap cita rasa anime yang seharusnya, Dragon Ball Z: Kakarot memang terlihat seperti yang Anda harapkan. Dengan konsep dunia open-world yang ia tawarkan dengan sistem bagi per region yang sayangnya masih diliputi dengan begitu banyak loading screen, ia menawarkan kesempatan untuk menyelami dunia Dragon Ball yang selama ini sekedar Anda lihat di layar kaca. Anda bisa mengeksplorasi dunianya dengan bebas, melewati kota, pegunungan, hingga daerah bersalju dimana Dr. Gero sempat menyembunyikan Android super menyeramkan miliknya. Dengan suara efek ikonik yang juga disertakan, ia menawarkan pengalaman yang begitu familiar untuk para penggemar Dragon Ball. Sayangnya, animasi gerak terutama di saat cut-scene harus diakui tidak sebaik dan semulus yang berhasil dicapai Arc System Works dengan Dragon Ball: FighterZ beberapa waktu lalu.
Lantas, jika sisi presentasinya terhitung memukau, mengapa kami mengambil sub-judul di atas? Karena seperti yang kami tulis, Dragon Ball Z: Kakarot memang terasa seperti sebuah game action RPG yang kurang matang. Ada begitu banyak hal yang bisa dikeluhkan dari pengalaman yang Anda dapatkan. Dari yang begitu fatal seperti konsep open-world yang tidak menawarkan banyak alasan dan konten untuk berlama-lama menjelajahinya, loading screen yang menyebalkan, hingga masalah UI seperti keharusan untuk melewati serangkaian menu hanya untuk mengganti karakter utama yang tengah Anda gunakan saat bertemu dengan misi sampingan yang menuntutnya. Kombinasi-kombinasi ini membuat Dragon Ball Z: Kakarot terasa seperti proyek yang walaupun punya konsep menarik, namun berujung tak istimewa karena eksekusi yang kurang solid.
Sumber kekecewaan kami juga datang dari sisi konten. Tidak ada rasa keberatan untuk menjelajahi dan menyelami kembali cerita Dragon Ball Z yang harus diakui, sudah berpuluh-puluh kali diulang dalam proses adaptasinya ke dalam video game. Menjelajahi kembali cerita petualangan Goku dkk tetap menghasilkan rasa nostalgia yang seharusnya, apalagi ditambah dengan beberapa tambahan scene keren yang menambahkan ekstra detail di dalamnya, seperti hubungan ayah-anak Goku dan Gohan.
Namun sayangnya, Dragon Ball Z: Kakarot tidak berakhir menjadi seri Dragon Ball definitif yang selama ini kami cari. Mengapa? Karena terkesan “bermain aman”, beberapa scene ikonik yang seharusnya bisa diadaptasikan manis berkat mekanik dan genre yang mereka usung justru berakhir dilewatkan begitu saja. Hasilnya? Mereka tetap berkutat pada scene-scene dan pertarungan ikonik yang sudah ditawarkan seri-seri Dragon Ball yang lain. Sangat disayangkan bahwa potensi ini terlewatkan padahal kami bisa membayangkan serunya game ini jika ia mengusung scene perjalanan Goku melewati jalan naga saat ia tewas pertama kali atau ketika Trunks bertarung dengan tubuh super kekar saat melawan Cell. Tidak ada usaha Dragon Ball Z: Kakarot untuk tampil berbeda dari pilihan scene.
Untungnya, Dragon Ball Z: Kakarot setidaknya memuat sistem pertarungan yang cukup seru untuk dinikmati. Pertarungan super cepat khas Dragon Ball dengan serangan bola-bola sinar diterjemahkan dalam format yang cepat dan intens, dengan sedikit mengesampingkan efek dramatisasi yang kini lebih didorong di cut-scene pasif yang Anda nikmati. Sistem RPG-nya sendiri juga terhitung unik dengan sistem kategorisasi skill berbasis level kedekatan NPC yang berhasil Anda “rekrut” (akan kami jelaskan di review nanti) dan bukannya sistem equipment pada umumnya. Ada sedikit level strategi dan kebutuhan untuk membaca gerak dan strategi musuh, terutama saat pertarungan boss, agar Anda tidak kelabakan. Sayangnya, ia sedikit tercederai dengan angka-angka, dari HP hingga damage yang terasa “membengkak”. Bayangkan, HP hingga 9 juta dan damage pukulan hingga 15 ribu di karakter level 50? Ini adalah desain yang dipertanyakan.
Sembari menunggu waktu yang lebih proporsional untuk melakukan review, apalagi kami baru menyelesaikan saga Cell di waktu permainan sekitar 18 jam, izinkan kami melemparkan segudang screenshot fresh from oven di bawah ini untuk membantu Anda mendapatkan gambaran lebih jelas soal apa itu Dragon Ball Z: Kakarot. KA..ME..HA..ME….HAAAAAAAAAA!!