Google Tutup Studio Internal Google Stadia
Apa yang membuat sebuah platform gaming tampil menarik? Selain kemampuan untuk menghadirkan performa dan fitur yang menggoda, kehadiran game-game eksklusif juga biasanya menjadi salah satu motor pendorong keputusan belanja yang kuat. Hal inilah yang membuat platform seperti Playstation dan Nintendo misalnya, menjadi opsi platform prioritas untuk banyak gamer. Konsep serupa juga sempat hendak didorong Google untuk platform cloud gaming mereka – Google Stadia. Setidaknya dua studio mereka persiapkan: akuisisi Typhoon Studios di bulan Desember 2019 dan studio baru di Playa Vista, LA, di bulan Maret 2020. Namun siapa yang menyangka, strategi ini ternyata tidak berlangsung lama.
Terlepas dari fakta bahwa kedua studio ini belum menghasilkan game sama sekali, Google akhirnya resmi mematikan keduanya sekaligus insiatif untuk meracik game eksklusif internal bagi Google Stadia. Sang boss besar Stadia Games & Entertainment yang membawahi kedua studio ini – Jade Raymond juga dipastikan hengkang. Google juga berjanji akan menempatkan karyawan-karyawan yang terimbas dari strategi ini ke posisi dan peran lain dalam perusahaan.
Lantas, apa yang terjadi? Google mengaku bahwa mereka kini ingin berfokus mengembangkan dan memperluas teknologi Stadia untuk para partner di dalam industri sekaligus memperdalam hubungan kerjasama dengannya. Google percaya ini adalah strategi terbaik untuk membangun bisnis yang solid dan mampu bertahan jangka panjang. Mereka juga menegaskan bahwa Stadia tetap akan kedatangan lebih banyak game dari publisher pihak ketiga di masa depan.
Belum ada informasi lebih pasti soal kemana sosok veteran seperti Jade Raymond dan Shannon Studstill yang sempat bergabung ke divisi ini, akan melangkah selanjutnya. Bagaimana dengan Anda? Terkejut atau sudah memprediksi situasi seperti ini akan terjadi?