Review Cult of the Lamb: Menyembah Setan Sambil Bertani!
Jika kita berbicara soal produk-produk game indie super solid yang hadir di industri game, sepertinya sulit untuk tidak membicarakan kelihaian seorang Devolver Digital untuk memilah dan memilih game-game indie keren yang akhirnya berujung sukses di pasaran. Tidak mengherankan jika showcase mereka yang seringkali absurd di bulan-bulan menjelang E3 selalu dinanti, terlepas dari fakta bahwa Anda tidak akan menemukan satupun judul AAA di dalamnya. Salah satu game yang berhasil mencuri perhatian sejak menit pertama? Tentu saja Cult of the Lamb yang memosisikan Anda sebagai seekor domba yang lucu. Lucu dalam pengertian tampilan, namun tidak dari sisi aksi.
Penampilan lucu yang ditawarkan Cult of the Lamb seolah hendak mengecoh Anda dari betapa gelapnya sisi aksi dan tema yang ia usung. Seperti nama yang ia usung, ini adalah game yang meminta Anda untuk memimpin sebuah sekte agama baru dengan pimpinan langsung dari si dewa terkekang. Tidak hanya cukup untuk mengumpulkan sebanyak mungkin pengikut dan memastikan mereka bertahan hidup, Anda juga harus membunuh nabi sebelumnya yang dianggap sudah melenceng. Dari tema ini, lahirlah kombinasi game yang mengkombinasikan rogue-like dan simulasi tata bangun kota ala Harvest Moon di satu ruang yang sama.
Lantas, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Cult of the Lamb ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai game yang akan meminta Anda menyembah setan sambil bertani? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.
Plot
Cult of the Lamb seperti namanya meminta Anda untuk berperan sebagai seekor domba yang tidak punya nam definitif. Satu yang kita tahu, nyawanya tengah terancam. Terikat dengan algojo yang menunggu, ia terlihat akan dieksekusi mati oleh 4 orang makhluk menyeramkan yang disebut sebagai “Bishops of the Old Faith”.
Namun alih-alih mati, sang domba justru menemukan dirinya berdiri di hadapan sebuah entitas yang terlihat lebih kuat dan menyeramkan di saat yang sama. Entitas yang menyebut dirinya sebagai “The One Who Waits” tersebut berjanji akan menyelamatkan si domba. Sebagai gantinya? Si domba kini harus tunduk pada dirinya, membangun sekte yang memuja dirinya, dan tentu saja – menundukkan para Bishops of the Old Faith yang telah menawan dirinya. Sang entitas ini pun menurunkan kekuatan yang diwakili dengan sebuah topi dengan logo mata di atas kepala si domba.
Maka perjalanan Anda yang tak mudah ini pun dimulai. Ini berarti menjadi tanggung jawab Anda untuk merekrut sebanyak mungkin pengikut baru untuk “agama” teranyar yang baru Anda bangun ini. Sebagai kepala darinya, Anda juga mau tidak mau harus mengangkat senjata untuk tidak hanya membasmi Bishops of the Old Faith saja, tetapi juga para pengikutnya yang siap membela mereka mati-matian.
Lantas, tantangan seperti apa yang harus dilalui si domba? Bagaimana kepercayaan para pengikut mempengaruhi performa Anda sebagai “nabi” untuk agama baru ini? Siapa pula sebenarnya “The One Who Waits” ini? Semua jawaban dari pertanyaan ini akan bisa Anda dapatkan dengan memainkan Cult of the Lamb ini.