Review Resident Evil Village (VR): Panik? Panik Lah!
Sebagian besar gamer sepertinya tidak akan pernah memprediksi seberapa tinggi ambisi dan kepercayaan Sony pada pasar Virtual Reality yang harus diakui, tidak kunjung berujung mainstream. Bahwa terlepas dari usaha mereka untuk memperkenalkan varian produk lebih terjangkau bertenagakan Playstation 4 beberapa tahun lalu via Playstation VR, ia hanya berhasil terjual jutaan unit saja. Usaha ekstra ini meluncur via Playstation VR2 yang secara teknologi memang melampaui sang iterasi pertama hampir dari semua aspek, termasuk dari sisi kenyamanan dan ketajaman gambar. Kini menjadikan Playstation 5 sebagai basis tenaga, ia juga didukung perangkat lunak sejak hari pertama rilis. Di garda terdepan, Capcom kembali menjadi andalan.
Seperti halnya yang terjadi dengan Resident Evil VII beberapa tahun yang lalu, Sony kembali mengandalkan kerjasama dari Capcom untuk meracik konten VR spesial nan solid untuk Playstation VR2 yang kini tersedia sebagai DLC cuma-cuma untuk Resident Evil Village. Antisipasi terhadap produk yang satu ini memang tinggi, terutama karena suntikan fitur baru Playstation VR2 yang mampu menawarkan level imersi yang jauh lebih tinggi. Sementara dari sisi Capcom, mengikuti apa yang berhasil mereka tawarkan di VII, sepertinya aman untuk menyebut dan meyakini bahwa mode VR ini akan dikembangkan dengan serius dan terpisah, alih-alih sebuah port yang terkesan setengah hati di dalamnya.
Lantas, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Resident Evil Village dalam mode VR untuk Playstation VR2 ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai game horror yang siap untuk membuat Anda panik? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.
Lebih Tajam
Apa hal pertama yang akan membedakan mode VR di Resident Evil VII dan Resident Evil Village ketika Anda menikmatinya sejak awal? Tentu saja, basis kekuatannya. Ketika Resident Evil VII pertama kali diperkenalkan sebagai salah satu judul andalan Playstation VR iterasi pertama, ia menggunakan Playstation 4 sebagai mesin render utama yang notabene sudah terhitung tua di kala itu. Performa terbatas bahkan untuk Playstation 4 Pro sekalipun membuat pengalaman VR Anda, terlepas dari betapa mengagumkannya di kala itu, tetap tidak maksimal dari sisi visual. Resolusi rendah menjadi konsekuensi tak terelakkan bersama dengan visual penuh jaggies di beberapa lokasi atas nama untuk mencapai framerate yang tinggi.
Dengan kekuatan Playstation 5 yang notabene punya kekuatan performa yang lebih jauh baik dibandingkan generasi sebelumnya, dikombinasikan dengan jeroan Playstation VR2 yang juga lebih baik, maka pengalaman virtual reality Resident Evil Village terasa meningkat signifikan dibandingkan seri sebelumnya. Anda kini akan terjun ke dalam dunia yang di-render lebih tajam dan berjalan di framerate yang lebih stabil, yang membuat pengalaman VR terasa jauh lebih imersif. Apalagi mengingat bahwa Anda akan seringkali melihat begitu banyak objek dari jarak dekat. Setiap objek atau lokasi yang Anda temui akan hadir dengan visualisasi material pembentuk seperti yang seharusnya, baik dinding dari batu hingga gelas yang memang seharusnya terlihat seperti kaca.
Sementara dari model karakter, selain sekadar ketajaman dan detail yang pantas untuk dirayakan, mode VR untuk Resident Evil Village ini juga akan memberikan perspektif yang lebih jelas soal ukuran dan skala lingkungan dimana Anda berdiam atau beraksi. Sebagai contoh? Sudah bukan rahasia lagi sepertinya bahwa dari deskripsi yang ada, sang karakter ikonik – Lady Dimitrescu memang wanita yang super tinggi. Namun untuk pertama kalinya, seolah tidak mampu “tertangkap” oleh kamera saat Anda bermain secara konvensional, Anda akan bisa merasakan skala Lady Dimitrescu dengan lebih baik di mode VR. Ketika ia berdiri di hadapan Anda, ia benar-benar menjulang tinggi hingga Anda harus sedikit mendongakkan kepala Anda hanya untuk bisa melihat wajahnya.
Sayangnya, terlepas dari proses render yang lebih tajam, tidak keseluruhan pengalaman VR di Resident Evil Village berujung sempurna. Salah satu kelemahan yang paling kentara adalah ketika cut-scene non interaktif terjadi, yang memang Capcom jadikan sebagai pilar utama untuk mendorong cerita yang ada. Ketika situasi ini terjadi pada Ethan, terlepas dari fakta bahwa Anda tidak bisa menggerakkan tubuh Anda, Anda akan tetap bisa melihat ke kanan dan ke kiri menggunakan gerak kepala untuk menangkap lebih atmosfer yang terjadi. Masalahnya? Ia seringkali menghasilkan gerak tidak natural untuk Ethan, yang kini secara ajaib, bisa memutar kepalanya melebihi apa yang manusia biasa bisa lakukan.