Menjajal Final Fantasy XVI: Kini Dewasa, Penuh Gairah!

Menjadi salah satu game yang paling diantisipasi di tahun 2023 ini, sepertinya aman untuk menyebut bahwa Square Enix berhasil melakukan sesuatu yang tepat sasaran dengan Final Fantasy XVI. Memberikan tanggung jawab pengembangannya kepada Naoki Yoshida menjadi salah satu keputusan terbaik yang diambil oleh developer asal Jepang ini, yang kemudian dibayar besar dengan rasa percaya diri yang menyeruak kuat dari setiap presentasi, demo, hingga trailer yang mereka lepas sejauh ini. Sebuah rasa percaya diri yang juga memang pantas untuk disuarakan mengingat kualitas sisi presentasi, baik dari sisi visual, audio, hingga gameplay yang terlihat menjanjikan. Sebuah seri Final Fantasy yang baru dan berbeda, modern, tetapi setia pada apa yang kita kenal dari franchise ini.
Dengan undang langsung dari Sony Interactive Entertainment alias Playstation Asia, kami berkesempatan untuk mencicipi game ini lebih awal di Seoul, Korea Selatan. Tidak main-main, kami mencicipi setidaknya 4 jam permainan yang ditawarkan oleh Final Fantasy XVI yang notabene baru akan dilepas di bulan Juni 2023 mendatang. Bahwa ini bukan sekadar demo untuk sisi aksi dan bertarungnya saja, tetapi kami juga berkesempatan untuk menikmati sisi cerita, sisi eksplorasi, dan bagaimana hal-hal seperti hub dan misi sampingan akan ditangani. Ini juga memuat sedikit kesempatan untuk menyelami sisi pertarungan antara Eikon yang disajikan dalam beberapa cara yang berbeda.
Lantas, seperti apa impresi 4 jam pertama kami dengan Final Fantasy XVI? Mengapa kami menyebutnya sebagai seri yang tumbuh dewasa dan penuh gairah? Artikel ini akan membantu memberikan Anda sedikit gambaran soal hal tersebut.
<Disclaimer: Versi Final Fantasy XVI yang kami jajal adalah versi spesial yang diracik khusus untuk media. Konten bisa berbeda dengan versi final nanti>
Tumbuh Dewasa Bersama

Memilih “tumbuh dewasa bersama” mungkin adalah pilihan sub-judul yang mungkin terasa tak punya korelasi ke gamer-gamer muda yang mungkin baru mengenal franchise ini dari era Final Fantasy XIV atau Final Fantasy XV misalnya. Namun bagi gamer yang tumbuh besar dengan franchise ini sejak ia berada di platform generasi lawas, franchise ini memang punya “titik” tumbuh bersama dengan para fans yang jelas, yang kemudian dijadikan sebagai standar untuk seri-seri selanjutnya.
Sebagai contoh? Gamer-gamer tua ini sepertinya masih ingat soal pengalaman pertama yang ditawarkan oleh Final Fantasy X ketika ia pertama kali dirilis di Playstation 2. Di era ketika game yang berbintangkan Tidus dan Yuna tersebut dirilis, hampir semua fans Final Fantasy dari seri-seri awal sudah memasuki usia remaja. Seolah mengikuti usia para fans-nya, Final Fantasy X datang dengan tema yang jauh lebih “remaja” dan eksplisit. Ia datang dengan konsep soal kritik pada sistem keyakinan yang lumayan dibangun serius dan baik, ia datang dengan adegan ciuman antara Tidus dan Yuna yang indah, dan ia juga tidak ragu untuk meletakkan begitu banyak daya tarik sisi cerita dan karakter dari kisah romansa tersebut. Dibandingkan dengan semua seri Final Fantasy sebelumnya, Final Fantasy X punya warna “remaja” yang begitu kuat.
Hal ini jugalah yang kami rasakan dengan 4 jam permainan awal kami dengan Final Fantasy XVI ini. Namun bukan lagi sekadar “remaja”, game yang satu ini siap tumbuh bersama para fans lawas franchise ini dan kali ini berada di titik dewasa bersama. Bahwa jelas sejak 10-15 menit pertama ia dipersentasikan kepada Anda lewat beragam scene dan dialog, Naoki Yoshida sepertinya tidak ambil pusing bahwa game yang akan punya rating dewasa ini tidak akan bisa digunakan untuk menjaring “gamer-gamer muda” sebagai calon konsumen di masa depan. Jelas bahwa mereka membangun seri ini untuk gamer Final Fantasy veteran yang kini sudah menua sekaligus tidak berkompromi atas nama membangun dunia, karakter, dan cerita yang ingin mereka sajikan.
Anda yang sudah sempat menikmati trailer Final Fantasy XVI sebelumnya sepertinya sudah mengetahui dari arah mana saja tema “dewasa” ini datang. Trailer perdana untuk Final Fantasy XVI ini sudah memuat darah dan tebasan kepala yang eksplisit, dimana perang juga tidak segan memperlihatkan bagaimana senjata-senjata yang saling membunuh ini terhunus begitu saja. Eikon yang diceritakan sebagai entitas dengan kekuatan yang cukup untuk menghancurkan satu negara tidak segan memperlakukan para prajurit di darat ini seperti layaknya semut-semut yang tak punya signifikansi sama sekali. Batuan besar dari Titan dan es-es tajam dari Shiva membuat nyawa mereka benar-benar tak terasa berharga.
Namun menjajalnya secara langsung juga membuka setidaknya dua hal “dewasa” lainnya yang tidak pernah kami perkirakan sebelumnya. Yang pertama adalah penggunaan bahasa-bahasa kasar yang tidak lagi menahan diri bahkan sejak menit pertama, menciptakan atmosfer soal dunia-nya yang memang keras dan penuh dengan konflik di dalamnya. Kapan lagi Anda mendengar karakter Final Fantasy bersumpah serapah, “YOU COCK!” atau bergumam, “FUCKFUCKFUCKFUCKFUCKFUCK” ketika panik. Berita baiknya? Terlepas dari rasa terkejut yang membuat kami sempat tersenyum lebar, penggunaaan kata makian ini datang dengan timing yang tepat dan terasa natural, berkat atmosfer cerita dan sekaligus eksekusi voice acting baratnya yang fantastis. Kami tidak pernah sekalipun membayangkan sebuah seri Final Fantasy akan berani bergerak ke arah ini.
Hal “dewasa” kedua yang juga datang mengejutkan adalah begitu naturalnya beragam kondisi-kondisi yang punya arah sensualitas yang kuat di dalamnya. Bahwa kita bertemu dengan karakter-karakter tua dengan kekuatan luar biasa yang sumber hiburan mereka mungkin hanya datang dari tiga hal: perang, minuman keras, dan hubungan seksual. Walaupun sesi gameplay kami tidak pernah berujung memperlihatkan sesuatu yang eksplisit, namun fakta bahwa ada setidaknya dua buah adegan yang mengalir ke arah sana jelas memperlihatkan seberapa bedanya “tema” Final Fantasy XVI. Adegan pertama memperlihatkan adegan pria yang menggendong wanita, mendorongnya ke dinding, menciumi lehernya dengan penuh hasrat, dan berhenti hanya karena tidak ada waktu. Adegan lainnya dengan karakter berbeda? Seorang wanita yang mendorong pria ke atas ranjang, hendak duduk di atasnya, namun berhenti pula karena sebuah situasi. Bayangkan hal ini terjadi sebuah seri Final Fantasy.
Sebagai gamer yang tumbuh dewasa dengan seri Final Fantasy, bisa melihat bahwa franchise ini bsia berdiri di titik ini benar-benar membuat hype dan rasa antisipasi terhadap seri keenam belas ini benar-benar semakin kuat. Ini memperlihatkan bukti yang jelas bahwa tim cerita Final Fantasy XVI memang tidakberkompromi untuk memastikan cerita yang ada memang hadir dengan visi dan misi mereka, alih-alih harus “disesuaikan” atas nama menjaring gamer-gamer yang lebih muda sebagai calon konsumen di masa depan.