Review Final Fantasy VII Rebirth: Makin Cinta, Makin Ribet!
Ketika Square Enix mengumumkan untuk pertama kalinya – proyek Final Fantasy VII Remake di E3 2015 silam, ada dua reaksi yang muncul – hype dengan kegilaan luar biasa dan kecemasan yang teramat sangat di saat yang sama. Hype karena ini memang jadi mimpi untuk begitu banyak gamer yang sudah menyuarakannya sejak lama di kala itu, sementara cemas karena banyak gamer yang mengerti bahwa ini adalah tugas yang nyaris “mustahil”. Kita bicara soal keinginan untuk mereka ulang sebuah game legendaris yang sudah begitu mendarah daging di hati banyak gamer, mengingat ia jadi RPG pertama 3D untuk Playstation pertama dengan popularitas tinggi. Berita baiknya? Square Enix melakukan tugas fantastis dengan Final Fantasy VII Remake yang diawasi oleh banyak veteran seri originalnya. Kini, mereka punya tanggung jawab besar lainnya untuk sang seri kedua dari trilogi yang direncanakan.
Karena kita semua tahu bahwa seri kedua yang resmi menyandang nama Final Fantasy VII Rebirth punya skala tantangan yang jauh lebih gila daripada Final Fantasy VII Remake itu sendiri. Kita akhirnya masuk ke ranah petualangan dimana sang seri original mulai menapak konsep World Map untuk sisi eksplorasi, yang tentu saja butuh diterjemahkan dengan baik oleh Rebirth jika mereka tidak ingin mengesampingkannya begitu saja. Kita juga bicara soal anggota party yang mulai bertambah, dengan kompleksitas wilayah yang tidak lagi sekadar dihuni konflik tetapi juga didesain sebagai tempat wisata dan bersenang-senang. Kita belum bicara soal potensi plot yang kini bisa bergerak ke begitu banyak arah.
Lantas, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Final Fantasy VII Rebirth ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah seri yang berhasil membuat kami jatuh cinta dan semakin ribet di saat yang sama? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.
Plot
Hadir sebagai seri sekuel langsung dari FInal Fantasy VII Remake dan Final Fantasy VII Remake Intergrade, perjalanan Cloud dkk untuk menundukkkan Sephiroth dan menyelamatkan planet pun berlanjut. Petualangan dimana untuk pertama kalinya, keluar dari Midgar.
Usaha Cloud dkk untuk mencari dan menundukkan Sephiroth tentu saja tidak mudah, mengingat misteri yang mengitari sosok yang kelihatannya punya kekuatan yang begitu besar ini. Atas nama hanya untuk mencari dimana ia saja membuat Cloud harus bergerak melintasi begitu banyak region dan kota. Situasi ini pun semakin kompleks dan rumit karena dua hal: Shinra yang sepertinya terus terlibat untuk ragam kepentingan yang berbeda serta kondisi Cloud yang tidak prima. Sama seperti para manusia-manusia berjubah hitam bak mayat hidup yang diketahui kebanyakan merupakan mantan SOLDIER, Cloud kini juga berpotensi mengalami degradasi sel yang serupa. Ia bisa jadi mengalami nasib yang sama di akhir.
Sementara itu, ancaman Sephiroth yang terlihat ingin menghancurkan dunia pun mulai mengundang reaksi dari planet sendiri, yang diyakini terus “berteriak” kesakitan dan ketakutan. Salah satu reaksi tersebut adalah kemunculan para monster raksasa yang kini tinggal di kolam-kolam Mako yang tercipta karena reaktor-reaktor milik Shinra yang rusak atau hancur, yang kemudian disebut sebagai “Weapon”. Perjalanan Cloud memang membuka eksistensi mereka namun tidak pernah mengetahui soal fungsi sesungguhnya. Dalam perjalanan yang sama, Cloud pun belajar lebih banyak soal sang planet dan bagaimana ia bekerja, di tengah situasi Aerith yang sepertinya mulai memahami apa yang ia harus lakukan untuk menyelamatkan planet.
Lantas, apa yang sebenarnya tengah direncanakan oleh Sephiroth? Seperti apa perjalanan yang harus dilalui Cloud dkk? Bagaimana Square Enix “memodifikasi” kisah yang ada dibandingkan dengan sang versi original? Semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini bisa Anda dapatkan dengan memainkan Final Fantasy VII Rebirth.