Review Lightning Returns – FF XIII: Penutup yang Tidak Memuaskan!
Cosplay Galore

Schemata adalah sebuah sistem pertarungan unik yang memberikan Anda kebebasan untuk menjajal varian serangan seperti apa yang paling adaptif dan efektif untuk digunakan di setiap skenario battle yang Anda temui. Namun di sisi yang lain, ia menjadi sebuah konsep yang sedikit dilematis, terutama Anda yang sempat memainkan dua seri Final Fantasy sebelumnya. Apa pasal? Karena seperti halnya sistem job di X-2, Schemata juga mengubah tampilan Lightning secara penuh, yang alih-alih membuatnya terlihat seperti seorang ksatria penyelamat akhir zaman, ia lebih terasa seperti remaja penggila cosplay dengan keprbadian yang aneh.
Ada begitu banyak, puluhan kombinasi yang bisa Anda suntikkan sebagai schemata dari Lightning. Berita buruknya? Tidak semuanya didesain dengan pertimbangan yang menurut kami pribadi, matang. Matang dalam pengertian, dibangun dengan mempertimbangkan aspek kepribadian Lightning yang selama ini kita kenal. Terkenal sebagai tokoh heroine yang cukup dingin dan tidak pernah terlihat “manja”, Anda tiba-tiba berhadapan dengan serangkaian pakaian schemata yang terbuka – mengekspos begitu banyak lekuk tubuh Lightning yang selama ini selalu tertutup.



Seolah mengaburkan ilusi tentang kisah dunia yang gelap, bertarung dengan menggunakan bikini berwarna biru atau sekedar pakaian karet ketat penuh cleveage berwarna pink bukanlah sesuatu yang cocok dengan citra yang selama ini dikenal dari Lightning. Apalagi Anda juga punya kesempatan untuk menyematkan item-item “Adornments” lucu yang memang didesain untuk “mempercantik” Lightning dan sekedar kosmetik tanpa buff status. Lalu Anda bertemu dengan kacamata, topi, tato, hingga telinga kelinci yang tetap akan bertahan di fisik Lightning, walaupun masuk ke dalam adegan cut-scene serius sekalipun. Lightning kini berubah dari petarung, menjadi cosplayer-cosplayer memanjakan mata yang mungkin seringkali Anda temui di fan page Facebook JagatPlay. Kinda absurd..
Kesimpulan

Lightning akhirnya kembali dan sayangnya, tidak untuk sebuah pengalaman yang benar-benar pantas untuk diposisikan sebagai sebuah seri penutup. Hadir dengan beberapa mekanisme gameplay yang baru, terutama dari keterbatasan waktu dan sistem pertarungan yang lebih kompleks dan menantang, Lightning Returns: FF XIII memang hadir dengan sensasi yang cukup menyegarkan dan inovatif, di saat yang sama. Anda yang sudah menikmati dua seri sebelumnya akan merasa bahwa ini adalah sebuah seri yang memang dibangun berbeda dari awal. Dengan mekanisme schemata yang tidak hanya berperan besar dalam sistem pertarungan, tetapi juga penampilan Lightning sendiri, diperkuat dengan sistem kamera yang lebih sinematik, Lightning Returns: FF XIII adalah sebuah game yang akan memanjakan para penggemar di sisi visual. Namun, penuh dengan celah yang membuatnya tidak terlihat memuaskan.
Terlepas dari beberapa poin kekurangan yang kami sematkan di sepanjang review di atas, seperti sub-quest yang cenderung monoton dan tampilan beberapa schemata yang “mencederai” identitas Lightning selama ini, ada satu kekurangan besar yang akhirnya membuat kami merasa tidak puas dengan Lightning Returns: FF XIII – plot. Sejak awal permainan, bagi para gamer yang sudah memainkan dua seri pertamanya, Lightning Returns: FF XIII seolah tercabut dari akar cerita yang selama ini menjadi pondasinya. Seolah “malas” membuat plot yang benar-benar bermutu, Square memainkan kartu “ratusan tahun” untuk mengubah karakter yang selama ini kita kenal, menjadikan mereka musuh dalam waktu singkat, dengan pondasi konflik yang sebenarnya tidak cukup kuat. Semua karakter ini terasa seperti remaja labil yang terperangkap dalam masalah masa lalu dan sulit tumbuh dewasa. Sosok Lightning juga pantas dipertanyakan. Semua cerita berpusat pada kiprahnya sebagai “nabi akhir zaman” ini terasa terlalu mengada-ngada dan tidak mencerminkan hubungan apapun yang kuat dengan identitasnya di seri sebelumnya.
Sayang memang, ketika kita mengharapkan bahwa usaha “trilogi” ini akan memunculkan sebuah seri terakhir yang benar-benar memesona, memuaskan, dan mengobati kekecewaan di seri-seri sebelumnya, Lightning Returns: FF XIII justru terasa tidak istimewa dan terasa sulit untuk memikul tanggung jawab tersebut. Terlepas dari mekanik battle yang lebih kompleks dan menantang, serta implementasi schemata yang berhasil, seri ini tidak menawarkan kualitas yang cukup untuk mengundang decak kagum, seperti seri-seri Final Fantasy di masa lalu. Plot mungkin menjadi lubang paling besar. Seri ini harus berakhir dengan terlalu biasa.
Kelebihan

- Detail visual Lightning yang keren
- Sistem battle yang lebih kompleks dan menantang
- Sistem schemata yang unik
- Konsep open-world dan kebebasan yang dieksekusi dengan cukup baik
- Kehadiran cameo beberapa nama “klasik” seri FF
- Efek kamera sinematik yang memanjakan mata
- Sistem waktu yang mendorong untuk melakukan time management
Kekurangan

- Plot yang terasa “mengada-ngada”
- Beberapa kostum terasa berseberangan dengan kepribadian Lightning
- Suara Hope yang menyebalkan
- Variasi side mission yang hambar
- Lompatan tingkat kesulitan yang cukup tinggi ketika melawan boss
- Kostum-kostum keren yang hanya tersedia sebagai DLC
Cocok untuk gamer: yang sudah menyelesaikan dua seri FF XIII sebelumnya, yang penasaran dengan kombinasi JRPG + open world
Tidak cocok untuk gamer: yang tidak suka dengan sistem pertarungan JRPG yang aktif dan terasa bertele-tele, yang mudah frustrasi