Review Life is Strange: Mencoba Tampil Beda!
Visual yang Ciamik

Untuk urusan visual, setelah harus berhadapan dengan standar cell-shading ala Telltale yang mulai terlihat usang, Life is Strange hadir dengan standar yang cukup memanjakan mata. Ia memang tidak hadir dengan model tiga dimensi realistis ala Beyond: Two Souls, namun keunikan kualitas visual yang mencitrakan sebuah gambar di atas kanvas bisa diterima dengan tangan yang sangat terbuka. Detail wajah karakter, setidaknya untuk Max dan Chloe terlihat cukup detail. Setidaknya cukup untuk memproyeksikan detail emosi yang ada di setiap percakapan, walaupun harus diakui, gerak bibirnya ketika berbicara sendiri tidak sempurna. Max dan Chloe terlihat cukup ekspresif.


Namun dari elemen yang ia jual, presentasi tata cahayanya lah yang pantas untuk diacungi jempol. Memang ia belum masuk ke dalam standar game-game generasi terbaru saat ini, namun Anda akan menemukan sebuah pengalaman visual yang cukup memanjakan mata. Setting universitas Blackwell-nya hadir dengan permainan warna kontras yang begitu cerah, dengan tekstur ala lukisan yang cukup menawan. Desain karakter di luar karakter utama juga cukup baik, walaupun harus diakui, berada di level detail yang berbeda.
Kesimpulan

Untuk sebuah judul baru yang diangkat ke pasaran, Life is Strange berhasil menawarkan impresi pertama yang terhitung baik. Debut pertama Dontnod Entertainment ke ranah interactive story ini hadir dengan nilai jual yang cukup menggoda, di luar kualitas visualnya yang lebih modern dibandingkan versi Telltale yang kian terlihat usang, tentu saja. Menawarkan sebuah dunia yang terbuka sebagai “taman bermain”, lengkap dengan begitu banyak objek yang bisa dijadikan sebagai bahan untuk interaksi, setting Life is Strange terasa kaya dan penuh potensi. Keunikan muncul dari kemampuan Max untuk membalikkan waktu, yang ternyata tidak hanya muncul sebagai gimmick dalam cerita, namun bisa digunakan di dalam mekanik gameplaynya sendiri. Memilih dan mengevaluasi konsekuensi yang bisa muncul serta memutuskan untuk terus bertahan atau memilih ulang menawarkan pengalaman interactive story yang berbeda.
Namun sayangnya, mekanik seperti ini tampil tak ubahnya pedang bermata dua. Kemampuan untuk mengevaluasi pilihan dan memilih kembali menihilkan daya tarik yang membuat sebuah game interactive story menarik – resiko. Ia otomatis membuat konflik moral yang selalu muncul tiap kali pilihan dua kubu seperti ini muncul tidak lagi terasa relevan. Kekurangan lain yang pantas untuk dicatat adalah setting dan karakter yang terasa terlalu remaja. Para karakter ini terasa begitu klise dan tipikal, seperti layaknya remaja-remaja di film Hollywood yang berusaha mati-matian untuk tampil keren di depan teman-temannya. Hasilnya? Konflik yang muncul terasa tidak sekuat yang dibayangkan.
Walaupun demikian, Life is Strange tetaplah sebuah proyek yang pantas untuk dilirik, setidaknya untuk memuaskan rasa penasaran jika Anda termasuk gamer yang senang dengan proyek kreatif yang menjadikan cerita sebagai kekuatan utama. Menarik untuk melihat bagaimana konsep membalikkan waktu, yang tampil keren di masa Prince of Persia dahulu, diterapkan di sebuah game yang berfokus hanya pada QTE dan pilihan saja.
Kelebihan

- Kualitas visual yang ciamik
- Kemampuan untuk membalikkan waktu di dalam gameplay
- Easter eggs
- Dunia yang lebih terbuka
- Soundtrack yang keren
Kekurangan

- Karakter remaja yang terlalu klise
- Elemen resiko yang berkurang
- Konflik utama yang belum terasa kuat
Cocok untuk gamer: yang senang dengan game yang berfokus pada cerita, pecinta The Walking Dead atau Heavy Rain
Tidak cocok untuk gamer: yang mengharapkan lebih banyak aksi, kemampuan bahasa Inggris di bawah rata-rata