10 Omelan yang Pasti Pernah Didengar Gamer Indonesia!
Game, terlepas dari statusnya sebagai salah satu media hiburan yang semakin mainsteam saat ini, bukanlah sesuatu yang dimengerti oleh orang awam. Ada begitu banyak konten, kompleksitas gameplay, genre, platform, hingga pangsa pasar untuk dimengerti. Mengingat hal tersebut, sangat dimengerti bahwa pada akhirnya, orang awam akan berakhir dengan lebih banyak tanda tanya dan rasa sulit untuk memahami apa yang tengah dilakukan gamer atau bagaimana cara sebuah video game bekerja. Ketidaktahuan dan ketidakinginan untuk mengerti ini seringkali menghadirkan stigma bagi identitas kita sebagai seorang gamer, yang terkadang berujung pada omelan atau kata-kata bijaksana yang sebenarnya tidak pernah kita butuhkan. Berita buruknya? Ketika semua ini meluncur dari mulut orang-orang terdekat kita.
Maka, kegiatan gaming kita pun sudah pasti akan “dihiasi” dengan obrolan dan omelan di sana-sini yang biasanya mengarah pada konteks kalimat yang negatif dan memperkuat prejudice yang sebenarnya sudah harus kita pikul. Walaupun demikian, harus juga diakui, bahwa bukan berarti kita di sini berperan sebagai orang suci yang menerima segala sesuatunya tanpa memicunya. Terkadang, kita berada di posisi yang salah. Bahwa rasa cinta kita yang berlebih kepada video game justru berakhir merusak fungsi kita yang diharapkan lain kepada kita, baik di sekolah, kerja, atau hanya sekedar hubungan sosial dengan keluarga atau teman yang lain. Omelan-omelan ini seringkali berakhir menyebalkan, namun terkadang juga jadi pengingat bahwa kegiatan gaming kita memang sudah kelewatan.
Jadi, dari semua jenis omelan yang sempat meluncur dari teman, keluarga, atau bahkan orang asing sekalipun, apa saja omelan yang sudah pasti pernah didengar gamer, terutama yang tinggal di Indonesia? JagatPlay memilih 10 menurut versi kami, sesuatu yang juga pernah kami rasakan:
“Listrik mahal, oi!”
Sebagai anak sekolah yang masih menjadi “parasit” untuk orang tua dan pendapatan rumah tangga, kita memang tidak bisa berbicara banyak ketika dua orang yang paling kita sayangi tersebut mulai mengeluarkan komplain-komplain keras soal naiknya biaya di dalam rumah. Jika listrik naik? Maka bisa Anda prediksi, kesalahan akan mengarah ke Anda semua! Fakta bahwa Anda terus berada di depan layar televisi, menyelesaikan sebuah game yang bisa memakan waktu hingga ratusan jam, dengan televisi dan konsol yang terus menyala memang menjadi argumen yang justru akan memberatkan Anda. Yang bisa Anda lakukan? Terkadang hanya menunduk diam, menerima semua komplain yang ada, mengerem waktu permainan selama beberapa hari, dan kemudian tampil “full power” lagi ketika kondisi hati orang tua mulai tenang. C’mon, you must have done this..
“Ya elah, lompatin aja pagarnya napa..”
Ini mungkin hal yang paling menyebalkan di semua omelan ketika Anda tengah mencicipi sebuah game. Orang awam tidak mengerti bahwa video game dibangun atas keterbatasan mekanik gameplay tertentu yang terkadang tidak bisa dirasionalisasikan dengan akal sehat. Hasilnya? Mereka mulai menerapkan hal tersebut ketika tengah menonton Anda bermain game. Maka munculah komentar seperti “Serang musuhnya terus, gak usah gantian!” ketika Anda memainkan game RPG, atau “Lompatin aja pagarnya, pendek begitu” ketika Anda memainkan sebuah game action adventure dimana posisi karakter Anda harus bergerak jauh mengelilingi area hanya untuk mencari jalan masuk di antara pagar sangat rendah yang mengelilinginya. Orang-orang awam ini memang tidak punya niat jahat. Omelan ini lebih terasa seperti sebuah ekspresi ketertarikan untuk ikut terlibat, namun tidak punya media yang tepat untuk menyalurkannya. Walaupun pada akhirnya, jika berlebihan, Anda bisa mulai membalik meja dan kursi.
“Belajar dulu!”
Ini adalah bentuk cinta kasih dan kepedulian, yang terlepas dari betapa menyebalkannya ia terdengar, selalu meluncur dari mulut orang tua dan kakak Anda ketika Anda tengah bermain game atau baru mengemukakan ketertarikan untuk menyalakan PC atau konsol Anda. Rumus dari usaha untuk memastikan Anda mengerjakan fungsi Anda sebagai pelajar keluar lewat kombinasi dua kata “ajaib” yang seringkali tidak efektif namun terus saja meluncur dari mulut mereka. Benar sekali, “Belajar dulu!” atau “Kerjakan PR dulu!” yang biasanya akan diikuti dengan tatapan mata melotot untuk menunjukkan supremasi mereka sebagai “alpha” di dalam keluarga. Triknya menyikapinya selalu sama. Masuk ke kamar, membuka buku, sedikit membaca sana-sini selama setengah jam, dan keluar dengan tatapan mata bebinar-binar sembari mengatakan, “Sudah” dan kembali lanjut bermain game.
“Gantian, Mama mau nonton TV”
Apa yang paling penting di keluarga? Keinginan Anda untuk menyelesaikan sebuah game yang sudah hampir memasuki tahap cerita akhir atau sinetron yang ditonton oleh mama di malam hari? Pertama, Anda mungkin akan menyangkal, bahwa di tengah kelelahan proses belajar atau bekerja yang sudah Anda lalui hari ini adalah justifikasi yang tepat bagi keinginan Anda untuk memuaskan kebutuhan gaming Anda. Lalu Anda mulai berargumen dan mengeluarkan pendapat dan ini dan itu untuk berujung pada kesimpulan yang tampaknya sekarang kita semua sadari: Tidak ada yang lebih penting di dunia ini, selain sinetron yang ditonton Mama!