JagatPlay: Game of the Year 2016
Best Female Character: Delilah

Pernahkah Anda membayangkan bahwa karakter wanita terbaik yang bisa Anda temui di industri game untuk tahun ini justru muncul dari sosok yang bentuk fisiknya saja tak pernah terlihat sama sekali. Fakta bahwa Anda mengenalnya dari suara, cerita, dan emosi yang bisa membuat jatuh hati tanpa pernah bertemu sama sekali adalah testimoni bagaimana ia adalah karakter yang ditulis dan dirangkai dengan penuh kehati-hatian. Delilah juga tak jatuh pada stigma karakter wanita di video game yang biasanya akan jatuh pada dua pilihan: sosok yang harus diselematkan atau karakter utama dengan kemampuan yang luar biasa. Delilah hanyalah sosok wanita biasa yang seperti kita di dunia nyata, harus mengarungi kesulitan hidup dan cinta di tengah kesepian yang melanda. Lewat reaksi dan cerita yang dibangun, Delilah berakhir menjadi salah satu kekuatan utama Firewatch itu sendiri.
Best Action-Adventure: Uncharted 4 – A Thief’s End

Secara rasional, sebuah game action tentu hampir mustahil bisa dibawa ke level selanjutnya. Apa pasal? Karena hampir tak ada sesuatu yang baru dan mengejutkan lagi yang bisa dimanfaatkan oleh developer dan publisher untuk mencapai hal tersebut. Sinematik? Sudah dilakukan. Scene sekelas film Hollywood? Banyak game action yang bahkan mampu melebihinya. Hadir dengan fitur berbeda? Akan berakhir menjadi sesuatu yang begitu terbatas dan tak signifikan. Setidaknya, hingga Uncharted 4: A Thief’s End meluncur ke pasaran. Lewat tangan dingin Naughty Dog, ia memeras kemampuan visual yang mampu dihasilkan Playstation 4. Namun kekuatannya justru ada pada kemampuannya untuk menawarkan cita rasa khas Uncharted sebagai game action adventure yang solid, dimana pistol dan otak berkumpul di satu tempat yang sama. Sekuens sinematik yanng bahkan lebih epik daripada seri-seri sebelumnya, Uncharted 4 melakukan pekerjaan superb untuk bersaing dan bersanding dengan Uncharted 2 yang hingga saat ini, masih digadang sebagai seri Uncharted terbaik. Semuanya dibungkus ke dalam cerita yang cukup emosional.
Best Platformer: INSIDE

Aneh, sulit dimengerti, namun siap untuk menangkap perhatian Anda untuk waktu yang cukup lama, PlayDead berhasil mencapai kualitas atau bahkan melewati apa yang berhasil mereka capai dengan LIMBO via Inside. Tak ada dialog, tak ada voice act dari sang karakter utama, dan bahkan – tak ada teks untuk menjelaskan apa yang terjadi. Anda hanya diminta untuk menjalani sebuah perjalanan misterius ke dalam sebuah fasilitas yang seperti dibangun sebagai reaksi untuk sebuah dunia yang tak lagi layak huni di atas permukaan. Sebagai game platformer, INSIDE menawarkan puzzle yang cukup untuk memeras otak Anda di atas variasi yang membuatnya berakhir tak monoton. Air tanpa gravitasi, kapal selam, hingga sekedar meminta Anda untuk menghindari gigitan anjing saja, INSIDE menawarkan sebuah pendekatan platformer yang “berat” di sisi cerita. Membangun atmosfer kelam, gelap, dan misterius di atas mekanik platforming yang solid membuat INSIDE berakhir jadi proyek yang sulit untuk tak dicintai.
Best FPS: Titanfall 2

Selain RPG, tahun 2016 juga membuktikan diri sebagai tahun “kebangkitan” untuk genre FPS yang sempat memble selama beberapa tahun terakhir. Overwatch, DOOM, Titanfall 2, Battlefield 1, dan Call of Duty: Infinite Warfare masing-masing bersaing dengan dengan kekuatan dan kelemahan mereka masing-masing. Namun jika harus memilih satu di antaranya, maka gelar terbaik sepertinya pantas untuk diarahkan pada proyek racikan Respawn Entertainment – Titanfall 2. Seperti sebuah angin segar yang membawa kreativitas dan keseruan untuk sebuah genre yang bisa dibilang sangat monoton untuk beberapa tahun terakhir ini, Titanfall 2 adalah sebuah proyek yang mengejutkan. Sisi single player yang berakhir sangat solid dengan desain chapter cerdas yang bahkan meminta Anda untuk mengeksplorasi konsep perjalanan waktu, dengan interaksi antara pilot dan B2 yang cukup menarik, hingga sistem gameplay solid yang juga dibawa ke mode multiplayer membuat game FPS ini nyaris sempurna. Keputusan EA untuk merilisnya dalam posisi terjepit antara Battlefield 1 dan Call of Duty: Infinite Warfare memang sangat disayangkan.