NostalGame: Breath of Fire IV
Apa yang Saya Benci dari Breath of Fire: IV?
Desain Kota


Salah satu hal yang paling menjengkelkan di BOF IV adalah desain kota yang dihadirkan di dalamnya. Walaupun tampil dalam bentuk tiga dimensi yang terhitung memanjakan mata di kala itu, kota-kota ini seringkali membingungkan berkat desainnya yang rapat dan terkesan sedikit “kacau”. Untuk beberapa kota, Anda bahkan perlu waktu untuk membiasakan diri terlebih dahulu dengan tata jalan yang ada sebelum mampu mencapai tampat yang diinginkan. Tidak hanya itu saja, tata letak bangunannya sendiri juga terhitung chaos. Anda akan seringkali dituntut untuk memutar sistem kamera yang kaku sebelum menemukan sebuah tempat penting yang seolah tampil tidak kasat mata. Sudut pandang Anda dengan mudahnya tertutup berbagai bangunan dan aksesoris yang pada dasarnya, tidak terlalu penting.
Sudut Kamera yang Kaku


Ini mungkin menjadi kelemahan yang tidak saya rasakan di masa lalu, namun mulai mengganggu ketika memainkan game ini kembali setelah waktu yang cukup lama. Berbeda dengan game saat ini (termasuk RPG) yang mampu mengadaptasikan sudut kamera dinamis yang akan membantu Anda menemukan jalan yang harus dilalui, BOF IV masih mengusung sistem kamera lama yang menuntut Anda untuk melakukan segala sesuatunya secara manual. Dalam 1 jam permainan awal, saya sempat merasa kebingungan karena tidak menemukan jalan keluar dungeon sama sekali. Bagaimana mungkin? Apakah saya melewati jalan yang salah, atau mungkin belum menyelesaikan sebuah quest penting yang harus dilakukan sebelum mendapatkan progress dalam cerita? Seingat saya, dungeon ini masih begitu sederhana. Usut punya usut, ternyata jalan keluar tersebut terletak di belakang dinding yang tidak akan terlihat dari sudut pandang saya saat ini. Hasilnya? Anda harus seringkali memutar kamera untuk mencari dan menemukan banyak hal yang mungkin saja menarik. Walaupun mungkin dipengaruhi oleh game-game saat ini, namun kelemahan ini memang cukup kentara jika mengingat game-game RPG seperti seri Tales, Legaia, Legend of Mana, atau Final Fantasy yang tidak pernah menciptakan masalah yang serupa.
Ershin dan “Miss”!

Sistem petarungan 3 orang memang menjadi mekanisme utama yang ditawarkan oleh Capcom untuk BOF IV ini. Pada awalnya, tidak ada “kelemahan” yang terasa kentara di sistem seperti ini. Mekanisme gameplaynya tidak berbeda dengan game-game RPG serupa yang dapat Anda temukan di pasaran. Sistem turn-based dengan beragam command skill memang menuntut Anda berstrategi untuk memastikan setiap pertempuran berjalan dengan cepat, tanpa perlu mengklaim HP Anda terlalu banyak. Ini mungkin akan berlaku ketika Anda menggunakan karakter lain di luar Ershin. Mengapa? Tanpa alasan yang jelas, tinju terbang milik robot yang satu ini seringkali hanya berujung pada tulisan “Miss” tanpa damage sama sekali. Hebatnya lagi, ini semua terjadi tanpa alasan yang jelas. Ketika Anda sedang berada dalam kondisi kritis dan bersiap untuk melemparkan serangan terakhir yang akan menentukan hidup-mati, Ershin akan menjadi anggota yang memastikan kesalahan Anda. Oleh karena itu, ia menjadi karakter yang tidak pernah saya, secara pribadi, lirik dalam pertempuran. Adakah dari Anda yang pernah mengalami hal ini? Atau ini hanya menjadi prejudice saya pribadi?
Sensasi Setelah Memainkannya Kembali

Setelah berkutat dengan game-game masa kini yang cenderung monton, menyempatkan diri untuk kembali menikmati sensasi gaming di masa lalu dan mengerjakan artikel NostalGame memang menjadi pengalaman yang boleh terbilang, menyegarkan. Memilih Breath of Fire IV menjadi pilihan yang sangat tepat. Mengapa? Di balik kelesuan game-game JRPG dan dominasi game RPG Barat belakangan ini, Breath of Fire IV seolah menjadi monumen dan bukti bagaimana game RPG Jepang di masa lalu selalu datang dengan kualitas yang tidak dapat diremehkan. Hebatnya lagi? Ia datang dari tangan dingin Capcom yang kini bahkan tidak tertarik lagi untuk mengembangkan game RPG sama sekali. Semakin saya memainkannya, semakin saya merindukannya.
Tidak ada yang berubah dari BOF IV seperti terakhir memori saya mengingat game yang satu ini. Walaupun sedikit merasa kesulitan dengan sistem kameranya yang kaku di awal permainan, perlahan namun pasti, saya menikmati memainkannya kembali. Untuk sebuah game yang dirilis lebih dari 10 tahun yang lalu, BOF IV masih mampu menampilkan visual yang pantas untuk dinikmati, bahkan hingga saat ini. Flow pertempuran berjalan mengalir, mini games yang variatif, dan naga-naga memorable ini seolah membuat senyum saya merekah begitu saja. Tidak hanya sekedar sebuah nostalgia, ini seolah menjadi pemenuhan kebutuhan untuk menikmati sebuah game RPG berkualitas dan menyerap sensasinya. Sebuah pengalaman yang mungkin tidak akan Anda temukan di saat ini ataupun masa depan. Pengalaman ini semakin diperkuat dengan alunan battle theme Fou-Lu yang dengan sigap akan membongkar kembali semua memori indah Anda bersama dengan game yang satu ini.
Pantaskah dimainkan kembali? Jika Anda termasuk salah satu gamer RPG yang merindukan game-game JRPG di masa lalu yang luar biasa, tidak ada salahnya jika Anda memainkan BOF IV ini kembali. Setidaknya cukup untuk membantu Anda menghabiskan waktu sembari menunggu game-game baru di masa paceklik game ini. Apakah Anda pernah memainkan BOF IV sebelumnya? Jangan ragu untuk berbagi momen-momen nostalgic Anda bersama game ini di bagian komentar di bawah ini.
Semakin saya memainkannya, semakin saya berharap JRPG dapat bangkit kembali dan melahirkan game-game seperti ini di masa depan. Sebuah impian yang muluk? Semoga saja tidak.