Review Army of Two – The Devil’s Cartel: Monoton dan Hambar!
Kesimpulan

Monoton dan hambar, ini menjadi dua kata yang paling efektif untuk menggambarkan keseluruhan pengalaman yang ditawarkan oleh Army of Two: The Devil’s Cartel ini. Walaupun mengusung Frostbite 2.0 yang memungkinkan Visceral Montreal untuk mengusung visualisasi dan lingkungan yang lebih destruktif, tidak ada hal yang baru sama sekali di Army of Two: The Devil’s Cartel ini. Anda masih akan berhadapan dengan game third person shooter murni yang hanya meminta Anda untuk menembak, berlindung, bergerak ke area selanjutnya, dan terus berulang. Musuh yang ada juga tidak menawarkan tantangan sepadan dan terkesan sangat repetitif. Menyuntikkanya dengan Overkill, TWO Vision, kustomisasi tampilan, dan AI Bravo yang cukup responsif? Sama sekali tidak membantu memberikan pengalaman bermain yang lebih menyegarkan. Army of Two: The Devil’s Cartel jatuh pada kualitas yang membuatnya tidak sejajar jika dibandingkan dengan game third person raksasa yang diracik oleh developer kompetitor yang lain.
Alih-alih menyegarkan, game ini justru mengandung beberapa masalah yang krusial. Selain keseluruhan gameplay yang terasa monoton dan tidak menarik, Anda masih harus berhadapan dengan beberapa glitch dan mode multiplayer split-screen yang tidak memungkinkan Anda untuk menempuh progress permainan yang sudah Anda capai dari mode solo campaign. Tidak adanya dramatisasi dan cut-scene yang begitu merepresentasikan atmosfer Hollywood yang kentara juga menjadi catatan kekurangan lainnya. EA dan Visceral Montreal gagal mengembangkan sebuah game yang mampu membawa dan melambungkan nama besar Army of Two ini sendiri.
Karena kesan monoton dan hambarnya yang begitu kentara, tidak mengherankan jika Anda akan mudah merasa bosan ketika menjajal game ini, apalagi Anda yang sempat mencicipi game serupa lainnya yang mampu menawarkan sensasi yang jauh lebih baik. Anda bisa membandingkan dan memahami ada begitu banyak hal yang kurang di The Devil’s Cartel, apalagi Anda yang berharap ia mampu menawarkan sebuah pengalaman bermain yang fun dan menyegarkan. Kami bahkan tidak “sanggup” menyelesaikan game yang satu ini. A fail attempt, i must say..
Kelebihan

- Visualisasi yang lebih mumpuni untuk teknologi sekelas konsol
- Multiplayer split-screen yang tetap dipertahankan
- Voice acts yang cukup kuat
Kelemahan

- Plot yang klise
- Gameplay yang terasa sangat repetitif dan monoton
- AI musuh yang tidak menantang
- AI Bravo yang sering mengalami glitch
- Split-screen yang harus meminta Anda mengulang mode solo
- Tidak ada dramatisasi yang memorable
Cocok untuk gamer: penggemar berat game third person, tidak mempermasalahkan gameplay repititif tanpa variasi
Tidak cocok untuk gamer: yang menginginkan game third person yang menyegarkan dan terus memacu adrenalin, yang baru saja memainkan Bioshock Infinite, Gears of War: Judgement, atau Tomb Raider reboot.