Review Ride to Hell – Retribution: Lelucon Besar!
Kesan Pertama yang Berantakan

Entah bagaimana caranya menikmati sebuah game jika kesan pertama yang ditawarkan saja sudah cukup untuk membuat kami pribadi, merasa ingin mengasingkan diri dari game ini sejauh mungkin. Namun akhirnya tuntutan review lah yang akhirnya memaksa kami untuk terus bertahan menahan semua lemparan omong kosong yang dilemparkan oleh Deep Silver di Ride to Hell: Retribution ini. Seberapa hancur kesan pertama yang ada? Kami akan mendeskripsikannya dengan ekstra detail untuk Anda.
Ada begitu banyak elemen yang tidak bekerja dengan baik di Ride to Hell: Retribution ini, bahkan jika tidak ingin dikatakan sebagai hancur berantakan. Memainkannya di Xbox 360, sisi visual yang ditawarkan sudah menjadi salah satu celah terburuk yang pantas untuk dikomentari. Kualitas grafis yang ada memang berada di bawah kualitas yang menjadi standar konsol generasi saat ini, bahkan mendekati visualisasi ala konsol satu generasi sebelumnya. Tidak ada akan ada detail yang akan cukup untuk menarik mata Anda dan memukaunya.



Sisi visual ini kian diperburuk dengan desain karakter dan dunia yang juga tidak kalah menyedihkan. Semua karakter didesain dengan porsi tubuh yang tidak proporsional, seperti Anda tengah berhadapan dengan segerombolan gorilla yang akhirnya menemukan cara untuk bergerak dan bertarung dengan kedua kakinya. Tidak hanya itu saja, seolah menjadi kebalikan dari Tomb Raider yang menawarkan kualitas detail rambut yang luar biasa lewat teknologi Tress FX yang ia usung, Ride to Hell: Retribution menjadi contoh bagaimana seharusnya developer meluangkan waktu untuk menangani hal yang satu ini. Desain rambut Jake – sang karakter utama terlalu absurd, hingga membuat latar belakangnya sebagai seorang veteran perang Vietnam terlihat tidak masuk akal. Deep Silver seolah tidak peduli.
Jika visualisasi sudah menjadi salah satu kelemahan yang pantas untuk dikritisi, hampir semua elemen yang lain juga menawarkan sensasi yang sama. Di sisi audio yang diwakili oleh soundtrack dan voice acts, Ride to Hell: Retribution adalah sebuah blunder. Voice acts yang sama sekali tidak menawarkan emosi dipadukan dengan desain wajah dan reaksi yang datar membuat Ride to Hell: Retribution sama sekali tidak menggugah. Begitu juga dengan sisi soundtrack yang akan menemani Anda di sepanjang petualangan. Anda akan disuguhi dengan track-track pendek standar yang terus di-looping, terus-menerus, di sepanjang level.


Kualitas visualisasi yang buruk, desain karakter dan dunia yang memunculkan kesan bahwa game ini baru memasuki tahap awal pengembangan, voice acts yang datar, dan musik yang terdengar seperti kaset rusak mungkin cukup untuk membuat banyak gamer mundur dan membuang game ini jauh-jauh. Namun bagi Anda yang terus memilih bertahan, Anda akan mendapatkan sebuah reward yang layak untuk diantisipasi – lelucon terbesar setelah game adaptasi film Fast and Furious: Showdown yang sempat dirilis oleh Activision beberapa bulan yang lalu. Bersiaplah untuk tertawa!
Lelucon Besar di Sisi Gameplay!

Secara kasat mata, Ride to Hell: Retribution sudah menawarkan kesan yang tidak menggugah sama sekali. Namun begitu Anda menjajal versi gamenya, maka Anda mungkin akan tertawa terbahak-bahak. Selamat datang di salah satu game lelucon terdahsyat yang pernah kami temui di industri game selama beberapa tahun terakhir ini. Satu-satunya game yang akan membuat game sekelas Aliens: Colonial Marines terlihat layak untuk dinikmati, atau setidaknya tandingan terberat Fast & Furious: Showdown sebagai calon game terburuk tahun 2013 ini.
Sejak awal permainan, dipadukan dengan kualitas visualisasi yang buruk, Anda sudah disuguhkan betapa aneh dan tidak menariknya sisi gaemplay yang ditawarkan oleh Ride to Hell: Retribution ini. Antisipasi bahwa Anda akan mendapatkan game sejenis dengan kualitas GTA IV: Lost and Damned seolah runtuh begitu saja. Deep Silver seolah tidak serius mengembangkan game yang satu ini atau terpaksa merilis Ride to Hell: Retribution dengan kualitas tak ubahnya sebuah game berada dalam masa beta test secara komersial. Ada begitu banyak yang salah dengan sisi gameplay yang ia tawarkan.
Sebagai pemimpin dari geng motor legendaris – Retribution, Jake menjadi serigala penyendiri yang ditakuti dengan satu tujuan – mencari dan membalaskan dendam kematian sang adik. Setidaknya konsep ini terdengar bagus, hingga Anda menjajal presentasi yang berusaha disuntikkan Deep Silver untuk mewakili plot yang satu ini. Berjalan sebagai sebuah game linear, ada tiga jenis gameplay yang bisa Anda temukan di game yang satu ini: balapan motor, fighting, dan shooting. Deep Silver tampaknya punya bakat untuk menghancurkan elemen apapun yang berusaha ditawarkan oleh Ride to Hell: Retribution. Ketiga jenis gameplay ini juga jatuh dalam kualitas yang tidak kalah buruk.


Mengendari motor gede sembari mengenakan jaket geng Retribution yang terlihat sangat, aspek gameplay balapan di Ride to Hell: Retribution harus diakui terlihat “cupu”. Mengendarai motor dalam mekanik sederhana dari satu titik ke titik lainnya, Anda akan menemukan desain jalur yang terhitung absurd. Seolah tengah menikmati game Mario Kart, Anda akan berhadapan dengan rintangan-rintangan tidak masuk akal seperti truk yang menghalangi jalan, papan triplek yang didesain sebagai pondasi untuk melompat, hingga berbagai penghalang jalan yang tidak punya fungsi apapun. Parahnya lagi, menabrak aau terhalang semua rintangan ini tidak akan memberikan konskuensi apapun. What’s the point? Deep Silver berusaha meramu aspek ini dengan menyuntikkan sedikit elemen aksi dengan memuat pertarungan di atas motor. Namun alih-alih bertemu dengan gameplay ala Road Rash yang memungkinkan Anda untuk melontarkan serangan senjata dan pukulan secara bebas, Ride to Hell: Retribution hadir dengan satu mekanik gameplay bodoh: meminta Anda menekan tombol yang sama berulang-ulang untuk mengatasi musuh yang menghadang. Dan BAM!, tanpa alasan yang jelas, motor musuh meledak. What the………………….


Oke, lupakan sementara aspek balap yang luar biasa hancur, kita meluncur ke aspek gameplay utama lainnya dari Ride to Hell: Retribution – pertarungan tangan kosong. Hasilnya? Tidak banyak berbeda. Melemparkan pertarungan tangan kosong dan kombo sederhana yang bisa dieksekusi dengan hanya menekan tombol serangan tiga atau empat kali, Deep Silver berusaha mempermanisnya dengan sedikit elemen counter attack ala Batman: Arkham City. Seperti tengah menikmati sebuah game action kualitas rendah di zaman Playstation pertama dulu, tidak ada yang bekerja dengan baik di Ride to Hell: Retribution ini. Pertarungan tangan kosong ini tidak menggugah sama sekali, terlalu sederhana, bahkan lewat beberapa elemen sinematik yang berusaha ditawarkan di dalamnya. Berita lebih buruk? Anda akan bertemu dengan begitu banyak glitch yang bahkan membuat serangan tangan Anda tidak mengenai musuh hanya karena masalah jarak. Mendorong musuh ke titik tertentu, mereka akan berhenti bergerak dan terdiam melihat Anda. Another what the…….



Satu-satunya harapan kini terletak lewat sisi gameplay yang lain – shooting. Tidak hanya bertarung tangan kosong, sebagai veteran dari perang Vietnam, Jake memang juga lihai menggunakan senjata. Kehebatan dan efektivitas senjata kini tentu sangat bergantung pada kemampuan Anda sebagai gamer untuk menggunakannya, itupun jika Anda tertarik untuk menggunakannya. Recoil yang tidak masuk akal, kondisi Jake yang seolah tahan peluru, dan efektivitas peluru yang dipertanyakan membuat aspek yang satu ini bahkan jatuh ke dalam lubang yang lebih mematikan dibandingkan dua aspek gameplay yang lain. Hal ini diperparah dengan AI yang sangat tidak responsif. Beberapa musuh yang kami hadapi bahkan sekedar menatap kami dengan tatapan nanar, meminta kami untuk meluncurkan satu peluru ke kepala mereka.

Hancur di semua aspek gameplay, ada satu alasan ekstra yang membuat pengalaman Ride to Hell: Retribution kian hancur berantakan. Bagaimana mungkin mereka menghancurkan game ini lebih jauh? Jawabannya: Glitch. Seperti layaknya tengah menikmati sebuah game yang belum selesai, glitch di sebagian aspek gameplay yang ada benar-benar tidak bisa ditolerir. Separah apa? Di salah satu level awal pertama, ketika kami terpaksa mengulang level dari awal lagi tanpa alasan yang jelas, kami menemukan semua elemen di dalam desain level hilang begitu saja. Yang kami temukan? Sebuah lapangan kosong tak berisi apapun. WE HAD ENOUGH WITH THIS GAME!