Review Puppeteer: Petualangan Epik di Panggung Boneka!
Behold! The Power of Calibrus!

Mendefinisikan diri sebagai sebuah game platformer berarti menutup celah untuk semua jenis inovasi “gila” yang bisa Anda terapkan di genre ini. Seperti halnya sebagian besar game platformer, Puppeteer hanya berkisar tentang usaha Anda untuk bergerak dari satu titik ke titik lainnya, tentu saja sembari memastikan diri Anda selama sampai ke tujuan. Akan ada banyak rintangan yang harus Anda lewati, dari sekedar platform yang akan menguji ketepatan dan akurasi gerakan Anda, hingga para anak buah Moon Bear King yang siap menghadang dengan cepat. Untungnya, Anda dibekali dengan sebuah senjata dengan kekuatan besar – Calibrus.
Sebelum kita menyelami mekanik gameplay yang ditawarkan berkat penerapan Calibrus, ada beberapa mekanik unik lain yang membuat Puppeteer berbeda dengan game platformer biasanya. Salah satunya? Kepala! Seperti mekanisme yang diusung Sonic dan coin yang bisa ia dapatkan di sepanjang perjalanan, fungsi kepala pada sosok Kutaro juga tidak banyak berbeda. Hadir dalam beragam bentuk, dari yang begitu indah hingga absurd, kepala menjadi nyawa kedua Anda. Diserang atau bersinggungan dengan musuh, maka kepala Anda akan lepas dan terlontar liar keluar, meninggalkan sosok Kutaro yang tanpa kepala. Dalam kondisi seperti inilah, Kutaro sangat rentan. Ketika Anda diserang dalam situasi tanpa kepala, maka Kutaro akan langsung mati seketika.


Untungnya, tidak mudah untuk membunuh Kutaro begitu saja. Untuk setiap kepala yang lepas, Anda akan diberikan waktu yang terbatas untuk mengumpulkan mereka kembali sebelum menghilang. Tidak sempat? Anda masih diberikan stok tiga kepala sebagai nyawa cadangan hingga Anda menghabiskan semua itu dan terpapar resiko kematian yang siap mengancam kapanpun, dimanapun. Sayang seribu sayang, terlepas dari ragam kepala yang ditawarkan, Sony seolah kehilangan momentum untuk membawa mekanik ini lebih jauh, setidaknya membuat mekanik gameplay Puppeteer lebih menarik. Varian kepala ini sama sekali tidak mengandung kemampuan spesifik apapun, selain menjadi kunci untuk mendapatkan beragam bonus di sepanjang level. Kepala-kepala ini tak ubahnya fungsi health bar yang tidak memiliki peran signifikan di aksi Kutaro sendiri. Seandainya saja Sony bermain lebih intens di mekanik yang satu ini.



Mekanik gameplay Puppeteer juga unik lewat kehadiran sang senjata utama – Calibrus yang berbentuk seperti gunting raksasa. Tidak hanya berfungsi ujung tombak menyerang dan menaklukkan para Jenderal Moon Bear King yang masif dan kuat, Calibrus juga memiliki kegunaan lain yang terhitung unik – sebagai alat navigasi utama. Navigasi? Benar sekali. Kutaro tidak memiliki kemampuan untuk melakukan double jump. Satu-satunya cara untuk bergerak ke platform yang jauh atau lebih tinggi adalah menggunting beragam elemen lingkungan yang disediakan. Dengan terus menggunting, Kutaro akan meraih momentum untuk terus bergerak, tak ubahnya terbang dengan Calibrus sebagai “sayap”. Tidak hanya sebagai alat menyerang, Calibrus juga menjadi kunci untuk menyelesaikan setiap level yang ada. Bagian paling menarik? Ketika Anda menemukan animasi gerakan kain yang begitu halus setiap Calibrus memotongnya. Indah.


Namun bukan hanya Calibrus yang menjadi tumpuan untuk menghadapi serangkaian tantangan yang dilemparkan oleh Moon Bear King. Secara perlahan namun pasti, dengan setiap pecahan Moonstone yang berusaha ia kumpulkan, Kutaro juga akan mendapaktan ekstra kekuatan pendukung yang lain. Ia akan mendapatkan armor sebagai tameng pertahanan, menangkis dan bahkan membalikkan setiap serangan musuh yang dilontarkan padanya. Ia juga akan diperkuat dengan senjata ala Ninja seperti bom misalnya, yang akan membantunya menaklukkan musuh-musuh unik. Mengkombinasikan Calibrus dan mempelajari kapan tepatnya Anda menggunakan kekuatan yang lain akan menjadi kunci utama untuk menempuh dan menaklukkan Puppeteer ini.
Panggung Boneka yang Menawan

Mengapa game ini disebut sebagai Puppeteer? Untuk Anda yang belum familiar dengan istilah ini, Puppeteer merupakan orang yang menggerakkan boneka, menjadikan objek tidak hidup ini bergerak, berbicara, dan menghasilkan ilusi seolah mereka hidup. Lantas mengapa eksklusif Sony ini menyandang nama Puppeteer? Karena atmosfer ini lah yang berusaha dijual oleh Puppeteer sendiri. Anda akan terlibat dalam petualangan epik dalam sebuah panggung boneka yang tengah memerankan cerita kepahlawan epik Kutaro. Di sinilah kekuatan game platformer andalan Sony ini bersinar, lewat keunikan tema dan kemampuan visualisasi yang luar biasa.
Bertahan dengan atmosfer utamanya, Puppeteer adalah sebuah panggung boneka dengan dukungan elemen visual dan audio yang kian menguatkan kesan tersebut. Anda akan mendengarkan narasi bak sebuah cerita dongeng, tata cahaya layaknya sebuah pertunjukan boneka, voice acts, dan animasi gerak setiap karakter dan dunia yang ada. Sebuah konsep yang terhitung unik dan luar biasa. Anda bahkan bisa mendengar bagaimana “penonton” pertunjukan Anda berteriak, mengekspresikan rasa tegang, senang, dan kecewa mereka secara langsung. Narasi yang terbangun kuat dan suara-suara karakter yang unik seperti membawa Anda kembali ke masa kecil. Masa dimana Anda melemparkan begitu banyak imajinasi bagaimana sebuah dongeng seharusnya diceritakan.


Namun di balik keindahan konsep ini, ada sebuah mimpi buruk yang siap menghadang. Usaha Sony untuk tampil kuat di sisi plot justru menciptakan narasi dan interaksi karakter yang terkesan bertele-tele. Cukup untuk membuat Anda yang ingin segera menjajal sisi aksinya tertidur pulas, apalagi jika Anda memang merupakan gamer yang memang mudah bosan. Beberapa aksen karakter yang menarik di awal mungkin akan terdengar kian menyebalkan, apalagi mereka terkesan melambatkan progress permainan Puppeteer Anda.