Review Battlefield 4 (Single Player): Hambar!
The Power of Frostbite Engine 3.0

Mengecewakan, ini mungkin reaksi sebagian besar gamer yang mencicipi mode single player Battlefield 3, satu seri sebelumnya. Apa pasal? Terlepas dari pesona Frostbite Engine 2.0 ketika pertama kali diperkenalkan, DICE memang seolah berfokus menjual mode single player, dimana Anda bisa melihat begitu banyak kehancuran yang diklaim bisa dilakukan. Terlepas dari pemenuhan janji tersebut di mode multiplayer, hal ini justru terlewatkan dari mode single player yang ada. Kehancuran bersifat scripted, tanpa ada kesempatan untuk memanfaatkan fitur ini untuk mode campaign yang Anda jalani. Untung saja, DICE sedikit berbenah di Battlefield 4.
Secara garis besar, hampir tidak ada yang berbeda di mode single player Battlefield 4. Seperti FPS military shooter pada umumnya, Anda jatuh pada mekanik yang sama. Menembak, membunuh setiap musuh yang Anda hadapi, bergerak ke titik tujuan, memicu cut-scene, dan tentu saja – berusaha bertahan hidup. Mekanik klise yang bisa Anda dapatkan di hampir semua game FPS saat ini. Lantas apa yang membuat Battlefield 4 berbeda?


Beberapa inovasi seperti kesempatan untuk meminta AI tim Anda untuk berfokus pada target yang Anda tentukan tentu saja menjadi tambahan yang manis. Namun sayangnya menghasilkan kelemahan yang lebih fatal. AI teman Anda justru tidak adaptif pada tata letak musuh. Hasilnya? Tidak jarang Anda justru harus tewas mengikuti pergerakan AI teman Anda ini, ketika mereka sama sekali tidak peduli dengan musuh yang bersembunyi di tepi ruangan, misalnya. Musuh sama yang akhirnya mencabut nyawa Anda. Sementara di sisi lain, AI musuh dipermak dengan cukup baik untuk menghadirkan tantangan ekstra bagi sepak terjang Anda.
Namun jika harus diakui, maka satu-satunya kekuatan Battlefield 4 sungguh hanya pada penerapan engine next-gen teranyar DICE – Frostbite Engine 3.0 yang luar biasa di dalamnya. Kita tidak hanya membicarakan visualisasi yang luar biasa dan optimal untuk sebuah proyek generasi terbaru, namun fakta bahwa ia menjadi penyembuh bagi keinginan para gamer yang ingin merasakan keindahan kehancuran total yang bisa dihasilkan dari engine ini. Anda bisa menghancurkan sebagian besar struktur bangunan yang ada untuk meraih keuntungan strategis, apalagi ketika Anda dihadapkan pada skenario map yang memang lebih open-world. Menggunakan senjata peledak untuk menciptakan jalan Anda sendiri kini dimungkinkan, apalagi ketika Anda menggunakan kendaraan berat untuk membuka benteng pertahanan para prajurit musuh. Ini adalah pemenuhan janji untuk apa yang sempat mereka klaim mampu hadir di mode SP Battlefield 3 yang lalu.


Dari sisi visual, DICE memang menghasilkan begitu banyak efek pantas untuk diacungi jempol, bahkan tidak mungkin menjadi standar tersendiri untuk lebih banyak game FPS next-gen di masa depan. Salah satu yang kentara adalah efek visual ledakan yang luar biasa. Anda seolah bisa merasakan tekanan angin yang menyebar cepat di layar monitor Anda sembari melihat gumpalan api yang membulat indah di angkasa. Menjadi salah satu representasi efek visual ledakan terbaik yang pernah kami temui di sederetan game yang pernah kami mainkan.

Atmosfer pertempuran terbuka ini juga kian disempurnakan, tidak hanya dari sisi visual, tetapi juga tingkat kesulitan yang mungkin akan membuat banyak gamer FPS generic berteriak kesulitan. Recoil senjata yang dipadukan dengan tingkat kesulitan AI musuh yang cukup cerdas akan membuat Anda frustrasi, apalagi ketika harus berhadapan dengan segudang musuh yang secara aktif bergerak. Tidak bisa sekedar menembakkan peluru membabi buta dan berharap membunuh setiap musuh dengan mudah. Setiap senjata membutuhkan perlakuan yang berbeda dan tingkat presisi yang tinggi sebelum ditembakkan. Recoil akan bergerak menggila jika Anda tidak hati-hati dan justru akan menjadi bumerang mematikan bagi diri Anda sendiri. Pilihlah senjata yang paling nyaman untuk Anda, adaptif pada situasi map, dan sabar akan menjadi kunci untuk menyelesaikan mode single player Battlefield 4.
Lantas, Mengapa Hambar?

Jika kami begitu memuji kemampuan Frostbite Engine 3.0 untuk membuktikan diri sebagai engine next-gen yang luar biasa, lantas mengapa kami menyebut mode SP Battlefield 4 sebagai sesuatu yang hambar? Karena pada dasarnya, DICE berhasil membangun begitu banyak hal yang memesona di sisi teknis, namun gagal pada eksekusi elemen yang seharusnya menjadi nilai jual utama sebuah mode single player: cerita dan pengalaman yang menggugah.
Jika kita membicarakan mengapa Call of Duty begitu luar biasa di mode ini? Karena ada begitu banyak elemen yang berhasil membangun momen “Wow!” dan “Holy f*#$” selama Anda memainkan mode single player ini. Ada begitu banyak kejutan, ada begitu banyak variasi pertempuran yang harus Anda jalani, dan ada begitu banyak adegan sinematik yang akan membuat rahang. Hal inilah yang kembali gagal dieksekusi dengan manis oleh DICE, terlepas dari engine Frostbite 3.0-nya yang sakti mandraguna. Mereka seolah kurang mampu menciptakan bumbu yang tepat untuk menghasilkan pengalaman menggugah yang tidak akan mudah Anda lupakan.


Salah satu contoh yang kentara? Karakter. Voice acts yang lemah, jalinan dialog yang begitu garing dan klise seperti film Hollywood kelas C, hingga desain karakternya sendiri menjadi catatan tersendiri di level permukaan. Walaupun berusaha tampil hidup, interaksi yang muncul dari karakter Hannah dan Irish misalnya, seperti tengah membaca sebuah buku teks dialog tanpa emosi sama sekali. Datar dan tidak bermakna. DICE juga kurang memuat variasi permainan di dalam Battlefield 4 ini. Anda hanya bergerak ke area baru, cut-scene, pertempuran darat, cut-scene, bertempur kembali, cut-scene, bertempur kembali, dan seterusnya. Terlepas dari perbedaan terrain yang dihadirkan, konsep seperti ini akan mudah terasa repititif. Menambahkan tembak-tembakan di laut? Tidak banyak membantu.

Sangat dimaklumi memang mengingat keinginan DICE untuk merepresentasikan kondisi perang nyata dan bertolak belakang dengan apa yang berusaha dihadirkan COD yang selama ini memang begitu bombastis. Namun formula seperti ini justru mencederai kondisi single player Battlefield 4 sendiri. Mereka harus menciptakan skenario, cerita, dan dramatisasi yang jauh lebih baik dibandingkan apa yang mereka tawarkan saat ini. Mereka sudah punya teknologi untuk mewujudkan hal tersebut, mereka juga punya basis fans yang akan setia menantikan inovasi, dan mereka punya media yang kuat. Ada misi suci yang harus diemban DICE, memastikan Battlefield tidak hanya dikenal karena kekuatan multiplayer yang ia tawarkan di masa depan. And they are getting there..