Review Bound By Flame: RPG Penuh Masalah!
RPG Penuh Masalah!

Secara visual, Bound by Flame memang tidak menawarkan kualitas grafis fenomenal yang pantas untuk diacungi jempol. Selain efek tata cahaya yang cukup memanjakan mata, hampir semua detail game ini lebih pantas disebut sebagai proyek current-gen daripada next-gen. Karakter hadir tanpa ekspresi wajah yang pantas, dengan tekstur lingkungan dan permainan warna yang juga dirasa datar. Namun bukan kualitas visual lah yang membuat kami menyimpulkan Bound by Flame sebagai proyek game yang penuh masalah. Sulitnya menikmati game ini justru hadir dari mekanik gameplay yang tidak memadai.
Seperti halnya sebagian besar gamer action RPG yang ada, Vulcan bertarung secara real-time. Anda akan dibekali kesempatan untuk melakukan serangan biasa dan kuat, sebuah tendangan untuk membuka pertahanan musuh, dan juga perangkap untuk menghasilkan damage tanpa perlu mengotori tangan Adna secara langsung. Sementara, di sisi pertahanan, Vulcan dibekali dengan kemampuan untuk melakuan parry dan counter-attack secara instan jika Anda berhasi bertahan di timing yang tepat.


Tidak hanya itu saja, ia juga bisa menggunakan varian senjata dengan efek yang berbeda satu sama lain, baik melee maupun range. Anda bisa menggunakan dagger, kapak, pedang, dan palu untuk melee dan crossbow misalnya, untuk range. Efeknya? Tipikal game-game RPG, senjata yang lebih kecil diidentikkan dengan senjata yang menawarkan kecepatan serang dan damage kecil, sementara senjata besar berlaku sebaliknya. Elemen lain yang diperkenalkan dalam sistem senjata adalam elemen “Interrupt”, yang bisa ditranslasikan pada besar peluang senjata Anda untuk menggagalkan animasi serangan musuh yang Anda fokuskan. Senjata besar biasanya memiliki tingkat interrupt yang besar. Jadi, terlepas dari kecepatan serang yang lebih lambat, peluang interrupt akan menjadi kompensasi yang cukup menarik untuk dilirik. Untuk urusan senjata, Bound by Flame memang menawarkan proses balancing yang cukup baik, setidaknya untuk mengakomodasi gaya bermain RPG barat Anda.
Sayangnya, senjata dan status karakter Anda mengalami scaling yang sangat buruk terhadap level musuh yang Anda hadapi. Bound by Flame menawarkan pengalaman bertarung penuh rasa frustrasi dan kesal, karena daripada seorang hero, Anda lebih cocok disebut sebagai seorang “mangsa” yang tengah menunggu waktu saja. Lupakan semua senjata dan damage yang bisa Anda hasilkan di dunia liar. Tidak rasional, hampir semua musuh yang Anda hadapi di game ini bisa saja membunuh Anda secara instan tanpa bersusah payah. Mereka hadir dengan kecepatan serang tinggi dan damage besar, bertolak belakang dengan apa yang bisa dilakukan karakter Anda. Berita buruknya lagi? Mereka hadir dalam jumlah banyak dan mengepung Anda dari segala arah.




Rasa frustrasi inilah yang secara konsisten terjadi. Spider seolah tidak memahami bagaimana cara membangun sebuah game RPG yang tingkat kesulitan yang masih bisa ditoleransi. Cacat desain ini akan mengaburkan semua efek epik yang ada, dan justru membuat Anda terlihat seperti mangsa hidup yang tengah ditunggu mati setiap kali bertemu dengan musuh-musuh ini. Bayangkan saja, satu musuh bisa melakuan tiga serangan yang menghasilkan 1/3 damage dari total HP Anda, dengan interval serangan bisa terpicu antara 1 – 3 detik sekali. Dan musuh ini berkelompok dengan tiga total musuh yang menyerang secara bersamaan. Belum terdengar cukup gila? Beberapa area juga menyuntikkan satu atau dua musuh range yang secara konsisten menembakkan proyektil dari kejauhan. Bound by Flame memang memberikan kesempatan bagi Anda untuk mengajak satu karakter AI sebagai companion yang membantu Anda dalam pertarungan. Namun hasilnya, justru berkebalikan. AI yang ditawarkan begitu buruk dan tidak adaptif dengan situasi pertarungan, diperkuat dengan scaling level yang tidak kalah hancur. Hasilnya? Lebih sering AI Anda tewas terlebih dahulu di menit-menit awal pertarungan dan meninggalkan Anda sendiri. Companion yang tidak banyak berguna.
Perlu diketahui, bahwa semua keluhan ini tidak terjadi karena kami cukup “nakal” untuk bergerak ke area-area yang seharusnya tidak kami jelajahi. Bound by Flame tidak menawarkan banyak area untuk memungkinkan Anda mengeksplorasi setiap level dan dengan desain yang sangat linear. Setiap musuh yang kami temui ini memang murni berada di tengah perjalanan kami menuju objektif utama atau side mission, yang seharusnya disesuaikan dengan level kami. Namun, ternyata konsep seperti ini terlewatkan oleh Spiders, menghasilkan mekanik game action RPG terburuk yang pernah kami cicipi. Di sisi yang lain, kemampuan Iblis Vulcan untuk mengintegrasikan elemen api dalam sistem serangan dan pertahanan juga tidak banyak membantu.


Untungnya, lewat beragam proses trial dan error, kami menemukan sebuah langkah sederhana untuk memperpanjang kemungkinan bertahan hidup setiap kali bertemu dengan situasi seperti ini. Jawabannya, adalah dengan secara konsisten mengandalkan kemampuan blok dan counter-attack Anda. Daripada menyerang membabi buta dan terkespos terhadap serangan yang mematikan, counter akan menjadi andalan untuk menghasilkan damage minim resiko. Blok juga bisa Anda eksploitasi untuk memicu regen HP yang lebih cepat. Menghadang damage total sekaligus memulihkan HP pelan dan pasti, Anda bisa membuka serangan lebih frontal ketika Anda siap. Hasilnya? Anda akan banyak melakukan blok dan menunggu, daripada menyerang membabi buta. Solusi lain adalah memanfaatkan elemen Interrupt untuk memastikan Anda bisa mengalahkan musuh tanpa memberikan kesempatan mereka banyak menyerang balik. Dibandingkan dengan game action RPG yang lain, kelemahan Bound by Flame di sisi ini memang mengalir sangat kentara, bahkan terhitung fatal. Sulit untuk menikmati game ini dari sisi gameplay.
Kekacauan ini juga semakin terlihat menjengkelkan ketika Anda bertemu dengan boss fight yang ada. Bertarung bersama dengan tim yang tidak bisa diandalkan, Anda akan berakhir lebih banyak mengandalkan diri sendiri untuk menaklukkan makhluk besar dan mematikan ini. Jika kuantitas musuh baisa sudah cukup menjadi ancaman, bayangkan serangan dan damage seperti apa yang bisa dihasilkan oleh para bos ini. Bertarung secara frontal dan sekadar melakuan blok untuk bertahan hidup bahkan tidak lagi efektif, mengingat tidak sedikit serangan boss yang bisa menembus “benteng pertahanan” Anda ini. Damage besar dan tidak bisa ditangkis? Anda mulai mengembangkan strategi lain, belari keliling sembari menikmati regen HP dan menyerang begitu siap. Dan ketika Anda berhasil memasukkan satu serangan, Anda baru menyadari bahwa damage Anda sama sekali tidak signifikan dibandingkan panjangnya bar HP yang ia usung. Anda tahu, Anda siap berhadapan dengan sebuah pertarungan panjang yang akan sangat sayang, harus diulang karena Anda sedikit saja ceroboh dan tewas. Pertarungan boss dimana Anda lebih banyak berlari daripada menyerang? Welcome to Bound by Flame!


Namun kekecewaan ini sedikit terbantu dengan kebebasan untuk membangun Vulcan yang cukup terbuka lebar. Lewat sistem skill points yang didapatkan, Anda bisa mengerahkan poin ini untuk membantu Vulcan membangun gaya bertarung yang dikategorikan ke dalam tiga kelas: Warrior, Assassin, dan Pyromancer. Warrior bertarung dengan senjata masif dengan level interrupt besar, sementara Assassin bergerak cepat, mampu menghindari serangan, dan bisa menghasilkan damage besar lewat teknik stealth yang juga disuntikkan ke dalamnya. Sementara Anda yang lebih senang bermain dengan magic dan mengandalkan sang iblis, Anda juga bisa memperkuat hal tersebut di sisi Pyromancer. Setiap kenaikan level juga menawarkan 1 poin Feats – semacam perk yang bisa dibuka untuk menghasilkan buff permanen untuk karakter Anda. Ia cukup memfasilitasi gaya bermain yang Anda inginkan, namun tidak selalu efektif untuk memastikan Anda bertahan hidup dari mimpi buruk gameplay yang ada.


Permasalahan lain yang cukup fatal adalah scaling gold yang juga tidak kalah buruknya. Bertahan hidup sejak awal hingga level 6 dan bertemu di toko pertama, sebagian besar game RPG akan memungkinkan Anda membeli setidaknya satu set equipment atau beberapa puluh potion untuk bertahan hidup. Berangkat dari optimisme inilah, kami cukup yakin bahwa damage serangan kami yang lemah akan bertambah kuat ketika kami berhasil mencapai kota pertama. Namun, nyatanya? Percaya atau tidak, uang yang dikumpulkan berburu banyak monster sejak awal permainan ternyata hanya cukup membeli 4 buah potion dan bahkan tidak cukup membeli satu kapak baru yang hanya memberikan ekstra damage +1 lebih besar. Sangat menyedihkan.
Satu-satunya cara untuk memperkuat karakter Anda secara instan memang jauh lebih bergantung pada mekanisme upgrade senjata dan equipment yang bisa diakses via menu secara langsung. Mengumpulkan beragam resource yang dibutuhkan, Anda bisa memperkuat senjata dan armor yang Anda miliki, menyuntikkannya dengan status permanen yang lebih baik. Material upgrade ini bisa didapatkan dengan mengalahkan musuh, membuka peti item, atau sekedar menyelesaikan side-quest dari NPCyang Anda temukan di kota. Namun jangan pernah berharap bahwa senjata yang Anda dapatkan akan secara langsung membuat pertarungan yang ada menjadi jauh lebih mudah. Efek yang dihasilkan tidak terlalu signifikan.


Menarik secara konsep, namun dengan eksekusi yang penuh dengan masalah, Bound by Flame memang harus diakui, mengecewakan dari sisi gameplay. Seolah tidak berkaca dari franchise lain yang berhasil mengeksekusi hal ini dengan sangat baik, tingkat kesulitan dan rasa frustrasi yang ia hasilkan mengaburkan semua sensasi menyenangkan dan epik yang seharusnya bisa dihasilkan. Di game sekelas Dark Souls, tingkat kesulitan bervariasi tergantung daerah yang Anda pilih untuk lewati dan bisa diatasi dengan secara konsisten memperkuat diri dan bermain dengan penuh perhitungan. Di Bound by Flame, tidak ada solusi untuk itu.
Voice Acts dan Dialog yang Tak Kalah Buruk

Kebebasan untuk menentukan cerita, sisi iblis di dalam diri Vulcan memang membuka ruang bagi Spider untuk menyuntikkan jalinan cerita yang membebaskan Anda untuk memilih satu dari cabang cerita yang ditawarkan. Sebagian besar cabang ini berhubungan dengan keputusan Anda untuk bertahan dengan pendapat Anda sebagai Vulcan atau memberikan sedikit ruang bagi sang Iblis api untuk menentukan lebih aksi Anda. Godaan untuk jatuh ke arah sang iblis memang besar, tidak hanya karena jalinan cerita yang lebih menarik, tetapi juga buff permanen yang akan muncul dari kuasa sang iblis api yang lebih besar. Keputusan kembali berada di tangan Anda dan keputusan bisa diambil dengan hanya memilih satu opsi dari beragam yang ditawarkan.
Namun sayangnya, nilai jual yang satu ini harus dicederai dengan voice acts dan dialog yang begitu buruk. Kita tidak hanya membicarakan karakter dangkal tanpa ekspresi yang mengaburkan emosi bahwa Anda tengah berhadapan dengan perang besar yang menentukan masa depan Vertiel itu sendiri, tetapi juga alunan dialog yang seolah bertolak belakang bahwa Anda berada di sebuah dunia fantasi yang ajaib.


Karakter berbicara dengan pilihan-pilihan kata yang terlalu biasa, bahkan lebih terkesan seperti gangster jalanan daripada seorang petarung bayaran. Kata-kata makian dan umpatan mengalun terlalu sering, yang daripada memberikan kesan badass, justru membuat karakter utama Anda seperti seorang bajingan yang memang hanya sekedar senang berbicara kasar. Tidak ada karakterisasi yang mendalam. Dipadukan dengan voice acts yang tak ubahnya tengah membaca script tanpa intonasi emosi yang kuat, Bound by Flame gagal di sektor ini, sama seperti mekanik gameplay yang ia tawarkan.