NostalGame: Legend of Legaia
Apa yang Kami Benci dari Legend of Legaia?
Gala

Dari tiga karakter utama yang ada, Gala boleh dibilang sebagai karakter yang tidak pernah menjadi favorit kami. Terlepas dari serangan damage besar yang mampu ia lontarkan, karakteristik Gala yang lambat dalam pertempuran menjadi mimpi buruk tersendiri. Selalu berada di urutan terakhir ketika menyerang, dengan kebutuhan AP yang juga tergolong tinggi, menjadi sesuatu yang lebih rasional untuk membuat pria bertubuh bongsor ini sebagai tipe support. Ia akan menjadi pihak yang secara konsisten memberikan item penyembuh bagi Vaan dan Noa, sekaligus memastikan diri untuk bertahan hidup. Masalah yang lain? Ia juga menjadi karakter dengan bar Arts paling pendek dan sulit untuk tumbuh. Ketika karakter lain sudah bisa mengkombinasikan tujuh buat input, Gala masih harus berkutat dengan empat atau lima input.
Desain World Map

Sesuatu yang rasional tentu saja untuk mencitrakan Legaia sebagai sebuah dunia yang tengah berhadapan dengan mimpi buruk yang tidak kunjung usai, yang sudah lama tidak melihat cahaya karena kabut misterius yang senantiasa mengancam nyawa. Namun ia tidak bisa menjadi alasan yang valid bagi developer untuk tidak memerhatikan desain World Map yang pantas untuk dinikmati. Sebagian besar perjalanan Anda akan disuguhi dengan padang rumput, jalan setapak, kabut, dan beberapa batang pohon yang tidak signifikan. Tidak ada satupun landmark yang cukup kuat untuk membuat Legaia terlihat sebagai sebuah dunia yang menarik untuk dihuni, bahkan sebelum Mist menyerang sekalipun. Kurang banyak variasi.
Grinding is a Must!

Salah satu kelemahan terbesar Legend of Legaia, sekaligus hal yang membuatnya menjadi sulit dinikmati adalah fakta bahwa jarak experience points untuk setiap kenaikan level selalu meningkat cukup signifikan. Ini tentu saja menjadi masalah tersendiri, apalagi mengingat bahwa level karakter memainkan peranan yang sangat esensial di sini, dari sekedar panjang bar Arts yang bisa Anda eksekusi hingga kemampuan Anda bertahan hidup dari serangan musuh yang meningkat tajam untuk setiap wilayah baru yang Anda singgahi. Oleh karena itu, grinding adalah keharusan, jika Anda tidak ingin kesulitan dan merasakan rasa frustrasi yang sulit disembuhkan menjelaskan tengah dan akhir permainan. Kami sendiri masih mengingat bagaimana kami sempat menghabiskan waktu 2-3 jam berkeliling di tempat yang sama, hanya untuk memastikan level setiap karakter naik dan mempermudah pertempuran yang ada.
FMV Kualitas Rendah

Untuk sebuah game yang dirilis di tahun 1999, kualitas FMV Legend of Legaia memang sangat disayangkan. Mengapa? Karena jika harus disandingkan dengan Final Fantasy VIII yang dirilis di tahun yang sama, CGI milik Legend of Legaia tampil seperti sebuah film berbudget rendah yang sama sekali tidak menarik di sisi estetika. Ketika Square Enix mampu meramu pertempuran epik antara Squall dan Seifer dalam alunan Liberi Fatali yang epik, FMV Legend of Legaia masih terasa begitu kaku, kotak, dengan animasi gerak klise yang sama sekali tidak meninggalkan kesan yang kuat. Sangat disayangkan, tentu saja.
Desain Musuh

Sebuah game JRPG memang sudah seharusnya menawarkan atmosfer petualangan yang epik, tidak hanya dari cerita, tetapi juga beragam musuh yang harus Anda tundukkan. Oleh karena itu menjadi sesuatu yang sangat umum jika sebuah game RPG meminta Anda melawan musuh seperti laba-laba, Golem, atau Naga yang berukuran sangat masif. Nilai jual yang tidak dijadikan prioritas sama sekali oleh Legend of Legaia ini. Walaupun ada beberapa musuh berukuran besar yang harus dikalahkan dengan desain keren, sebagai besar darinya merupakan boss yang memang harus ditundukkan. Sementara binatang liar dan Seru yang harus Anda kalahkan di perjalanan hadir dengan desain sangat mengecewakan, bahkan membingungkan. Monster seperti Gimard dan Spoon, contohnya.
Mimpi Buruk tanpa Contekan

Pernahkah Anda memainkan Legend of Legaia tanpa contekan Arts sama sekali? Kesempatan untuk menemukan skill hanya berasal dari tiga sumber: buku Arts yang tersebar di dunia Legaia sendiri, eksperimen dengan sembarangan mengkombinasikan input, atau menjalankan command Auto dan berharap komputer tidak sengaja mengeluarkan satu jurus baru tertentu. Berusaha mengandalkan kombinasi serangan Anda pada tiga kemungkinan ini, setiap perjalanan yang Anda lalui akan menjadi mimpi buruk tersendiri, apalagi ketika Anda sebenarnya punya ruang untuk mengeksekusi Arts terkuat – Mystic Arts misalnya. Tanpa koneksi internet 15 tahun yang lalu, berusaha memainkan Legaia tanpa contekan Arts adalah mimpi buruk.
Visual Super Kotak

Berangkat dari keluhan yang sama dengan sesi FMV yang kami bahas di atas, kami juga sangat membenci visualisasi Legend of Legaia yang penuh kotak ketika masuk dalam mode eksplorasi. Mengapa? Karena pada saat yang sama, game seperti Final Fantasy VIII atau Tales of Destiny mampu menawarkan gaya visaulisasi sebuah game JRPG yang terasa lebih “pantas”. Keinginan untuk memproyeksikan emosi karakter lewat ukuran kepala yang tidak proporsional terhadap tubuh menjadi bahan lelucon tersendiri. Untungnya, keluhan ini cukup tersembuhkan dengan visual karakter ketika bertarung yang cukup baik di masa itu.
Sensasi Setelah Memainkannya Kembali

Sebuah perjalanan nostalgia yang luar biasa, ini mungkin kalimat yang tepat untuk menggambarkan pengalaman kami memainkan Legend of Legaia ini kembali via emulator. Memang kami tidak menyelesaikan game ini hingga akhir, namun dengan hanya beberapa jam permainan, semua ingatan yang sempat tenggelam seolah menyeruak kembali, memberikan segudang argumentasi mengapa kami begitu mencinta seri ini ketika Playstation pertama berjaya di masa lalu. Menariknya lagi? Terlepas dari kualitas visualisasi yang mungkin tidak lagi terasa relevan, Legend of Legaia adalah sebuah game JRPG yang masih bisa dinikmati secara optimal, bahkan cenderung menyegarkan di tengah dominasi game JRPG modern yang mengalami krisis identitas.
Ada kesenangan yang tidak tergambarkan ketika kami mulai membuka GameFaqs kembali, untuk mencari kombinasi Arts yang bisa dieksekusi di level-level awal. Ada sensasi nostalgia yang luar biasa ketika mendengar Vahn mengeksekusi Tornado Flame dengan teriakan khasnya, dengan Gimard yang masih terlihat kaku dan tidak bernyawa di ujung pertarungan. Semua sensasi yang cukup untuk membuat gamer yang sempat menjajal seri ini di masa lalu, untuk jatuh cinta kembali. Lantas bagaimana dengan gamer muda yang tidak pernah mencicipi masa keemasan Playstation di masa lalu? Dengan minimnya game baru di bulan Agustus 2014 ini, ini tentu saja menjadi kesempatan terbaik untuk mencicipi Legend of Legaia dan menemukan kembali alasan mengapa seri ini begitu dicintai dan memorable. Tentu saja, selama Anda tidak melihat visualisasi sebagai satu-satunya indikator game berkualitas.
Sesi NostalGame ini juga sekaligus menjadi pengingat sekaligus penumbuh kembali harapan bahwa JRPG di masa depan akan menemukan bentuk dan identitasnya yang solid kembali, dan mulai mendominasi. Ada sebuah mimpi untuk melihat seri kelanjutan, Legend of Legaia 3 diumumkan untuk Playstation 4, Xbox One, dan PC dengan visualisasi terkini dan beragam efek serangan yang jauh lebih fantastis dan dramatis di saat yang sama. Sebuah mimpi yang sangat diharapkan, untuk menjadi kenyataan.
Bagaimana dengan Anda sendiri yang sempat memainkan Legend of Legaia sebelumnya? Bagian mana yang paling Anda sukai dan benci dari game yang satu ini? Feel free to share!