JagatPlay NgeRacau: Demo FIFA 15 vs PES 2015

Reading time:
September 18, 2014

Gameplay

Setelah enggak nyentuh game bola untuk waktu yang lama, gua mesti akuin, gua terpesona dengan FIFA 15 maupun PES 2015 itu sendiri.
Setelah enggak nyentuh game bola untuk waktu yang lama, gua mesti akuin, gua terpesona dengan FIFA 15 maupun PES 2015 itu sendiri.

Salah satu perdebatan yang paling sering kelihatan di forum atau situs media sosial antara penggemar FIFA dan PES , adalah selalu berpusat pada siapa yang sebenarnya pantas buat disebut sebagai sebuah game simulasi bola, dan yang lainnya disebut sebagai arcade. Entah kenapa, ada kesan kalau dapetin predikat “simulasi”, si basis fans langsung ngerasa kalau game bola yang mereka pilih itu udah yang paling keren, paling kompleks, paling realistis, sementara game bola tandingan lain itu cuman game cupu yang enggak pantas buat dimainin sama sekali. Entah berani atau berniat bunuh diri, tapi gua sendiri punya pendapat personal tentang game mana yang pantas disebut sebagai simulasi.

Ngejajal PES 2015 dan FIFA 15 setelah sekian lama enggak nyentuh ini dua franchise, gua mesti akuin, gua terpukau semampus-mampusnya. Kemajuan teknologi spesifikasi di konsol enggak cuman memungkinkan developer buat nyiptain game yang secara visual makin menarik, tetapi juga gameplay yang sekarang jauh lebih menawan. Dengan gameplay yang gua cicipin, gua pribadi boleh dibilang lebih jatuh hati ke gameplay yang ditawarin FIFA 15, tetapi juga terpukau sama kenyamanan yang ditawarin oleh PES 2015, setelah versi 2014 yang banyak banget dikritik. Di FIFA 15, yang dibutuhin cuman strategi buat mastiin bola bergerak ke depan, dengan akurasi pass yang boleh dibilang, hampir enggak pernah gagal. Selama enggak di-tackle, bola akan nempel di pemain dan lu akan bisa berpikir banyak soal strategi, apa yang harus ditempuh. Yang menarik? AI ofensifnya adaptif dengan apa yang kita mau. Begitu bola di kaki, penyerang yang seharusnya memang jadi tumpuan, langsung ngambil ancang-ancang buat nyari spot terbaik dan nikmatin umpan terobosan. Animasi gerak waktu ngegiring dan meliuk-liuk ngelewatin pemain lawan juga terasa lebih nyaman, setidaknya bagi gua pribadi.

FIFA 15 terasa lebih mudah dinikmatin, bagi gua pribadi.
FIFA 15 terasa lebih mudah dinikmatin, bagi gua pribadi.
Tapi kalau udah ngomongin siapa yang pantas untuk dapet predikat
Tapi kalau udah ngomongin siapa yang pantas untuk dapet predikat “game simulasi sepakbola”, gua akan serahin itu title ke PES 2015.

Namun kalau udah ngomong mana yang pantas disebut sebagai game simulasi sepakbola yang sebenarnya, topi gua angkat untuk PES 2015 yang enggak cuman setia sama mekanik dasar lawas mereka, tapi nyiptaiin sensasi yang lebih nyaman berkat implementasi Fox Engine, yang mereka sebut, lebih maksimal. Mengapa PES 2015 pantas disebut simulasi? Karena seperti kondisi di pertandingan dunia nyata, ada banyak indikator yang bisa terjadi, dan secara langsung, ngaruh ke jalannya pertandingan. Enggak usah jauh deh, kompleksitas sistem moral yang bikin lu mesti cabut-pasang pemain, bahkan yang andalan, udah jadi salah satu awal. Dan ketika pertandingan berlangsung, bola enggak berasa seperti magnet. Bola yang lu oper ke teman terdekat pun bisa berakhir mimpi buruk, kalau lu enggak bisa ngatur kemampuan passing yang ada. Beda sama PES 2014 yang sempat gua cicipin singkat tahun lalu, PES 2015 udah enggak nawarin animasi gerak lebay yang justru bikin kontrol bola terasa enggak intuitif. Dibenerin, dan berasa nyaman. Cukup buat bikin penggemar PES lawas buat jatuh hati lagi.

Colok, main, have fun = ini tiga kata mungkin pantas ngewakilin sensasi gameplay gua waktu nyicipin demo FIFA 15.
Colok, main, have fun = ini tiga kata mungkin pantas ngewakilin sensasi gameplay gua waktu nyicipin demo FIFA 15.

Jadi, walaupun terlepas dari fakta kalau gua lebih nyaman buat mainin FIFA 15 yang menurut gua menyenangkan dan enggak bikin pusing, jawaban dari perdebatan “Mana game sepakbola yang pantas disebut sebagai game simulasi sepakbola?” otomatis gua serahin ke PES (WE) dari Konami. Ini game ternyata mencakup begitu banyak indikator dan teknik yang harus dikuasain terlebih dahulu, sebelum bisa lu bisa tampil luar biasa di gameplay. Enggak cuman sekedar colok, main, have fun, seperti yang gua rasaiin di FIFA 15. Setidaknya versi demo-nya nunjukin pengalaman itu.

Visual

Siapa yang menang di sisi visual? FIFA 15 tampil jauh lebih maksimal, walaupun peningkatan visual PES 2015 enggak kalah keren. Hanya saja, belum ada sesuatu yang bikin lu ngerasa
Siapa yang menang di sisi visual? FIFA 15 tampil jauh lebih maksimal, walaupun peningkatan visual PES 2015 enggak kalah keren. Hanya saja, belum ada sesuatu yang bikin lu ngerasa “Wah…”

Nah, kita akhirnya berbicara soal salah satu elemen terpenting yang mungkin juga sangat berpengaruh sama keputusan gamer buat beli PES 2015 atau FIFA 15. Sebagai game yang ngakar ke event dunia nyata, dengan pelaku yang nyata-nyata juga ada dan sering banget dilihat di siaran televisi lokal, bisa disebut sebagai sesuatu yang esensial kalau FIFA dan PES, sama-sama punya misi buat ngehadirin kualitas visual yang sebisa mungkin, mendekati kualitas itu. Enggak cuman soal detail pemain, wajah, tetapi juga berbagai elemen physics lain yang mungkin terdengar sepele, tetapi nyatanya ngaruh banget ke gameplay yang gua rasaiin. Dari dua demo yang gua cobaiin langsung, yang juga bisa lu lihat di serangkaian screenshot yang gua lemparin di bawah, gua harus jadiin FIFA 15 lagi sebagai game sepakbola favorit gua kalau udah soal visual.

Sejak awal, lewat beragam trailer yang udah dirilis beberapa waktu lalu, si EA memang ngejual visual FIFA, yang diklaim “disempurnakan”, buat narik lebih banyak minta gamer penggemar game sepakbola ke franchise yang satu ini. Gua pribadi ngerasaiin betapa kerennya visual ini game via demonya di Playstation 4. Detail wajah pemain jauh lebih mendekati level realistis pemainnya di dunia nyata, dibandingkan PES 2015. Di PES 2015, walaupun harus diakuin, Fox Engine bikin wajah jadi kelihatan  jauh lebih imba, detailnya yang pantas untuk diacungin jempol yang nyangkut di beberapa pemain ternama aja. Sementara yang lain? Enggak terlalu nge-represent apa yang gua mau. Sementara di sisi lain, termasuk dari postur tubuh yang ada, gua mesti ngasih dua jempol buat engine Ignite milik FIFA 15, yang dengan telak, nundukkin visual PES 2015. Ada peningkatan grafis di PES, tapi enggak berasa istimewa. Enggak sampai batas yang akan bilang lu teriak “Wow.. gila, itu mirip mampus..”, dan sejenis reaksi yang lain. Lu bisa lihat sendiri lewat compare di bawah.

Messi PES 2015
Messi PES 2015
Messi FIFA 15
Messi FIFA 15
Marek Hamsik PES 2015
Marek Hamsik PES 2015
Marek Hamsik FIFA 15
Marek Hamsik FIFA 15

Enggak cuman detail wajah, ini dua game versi new-gen ternyata juga ngehadirin detail visual lain yang enggak kalah keren, sejauh mata gua memandang. FIFA 15 mungkin satu-satunya game bola yang sempat mamerin gimana baju para pemain sekarang bisa kotor dan keringat ngehasilin efek tersendiri/ Tapi enggak disangka-sangka, PES 2015 juga ternyata nerapin hal yang sama.

EA selalu ngejual kalau FIFA 15 hadir dengan banyak efek baru, termasuk baju yang bisa kotor. Well, sesuatu yang ternyata juga diterapin Konami di PES 2015, tapi enggak pernah dipromosiin.
EA selalu ngejual kalau FIFA 15 hadir dengan banyak efek baru, termasuk baju yang bisa kotor. Well, sesuatu yang ternyata juga diterapin Konami di PES 2015, tapi enggak pernah dipromosiin.

 

Celana Tevez yang kotor di PES 2015
Celana Tevez yang kotor di PES 2015

Bermain sebagai Juventus dan jalanin si Tevez yang jungkir balik buat bisa ngebobol gawang lawan, ada hal yang unik waktu gue berusaha ngecap angle screenshot sebaik mungkin. Dan apa yang gua dapetin? Celana Tevez yang ternyata juga bisa kotor. Agak sedikit membingungkan kenapa Konami enggak mau repot promosiin ini fitur, padahal sang kompetitor – FIFA ngejual hal itu. Hal yang sama juga terjadi di rumput stadion. Walaupun kerusakannya enggak sekentara di FIFA 15, tapi PES 2015 kayaknya nerapin hal yang sama.

Pages: 1 2 3
Load Comments

JP on Facebook


PC Games

June 21, 2025 - 0

Review Clair Obscur Expedition 33: RPG Turn-Based nan Indah, Seru, & Memilukan

Clair Obscur: Expedition 33 menjadi bukti akan pentingnya passion dan…
June 19, 2025 - 0

Review Monster Hunter Wilds: Keindahan Maksimal di Tengah Derasnya Adrenalin

Monster Hunter Wilds berhasil gabungkan beragam elemen terbaik dari seri…
November 29, 2024 - 0

Palworld Dan Terraria Crossover Event Akan Hadir Pada 2025

Palworld dan Terraria umumkan event crossover yang akan digelar pada…
October 29, 2024 - 0

Review Call of Duty – Black Ops 6 (SP): Ternyata Keren!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh mode campaign / single-player Call…

PlayStation

June 21, 2025 - 0

Review Clair Obscur Expedition 33: RPG Turn-Based nan Indah, Seru, & Memilukan

Clair Obscur: Expedition 33 menjadi bukti akan pentingnya passion dan…
June 19, 2025 - 0

Review Monster Hunter Wilds: Keindahan Maksimal di Tengah Derasnya Adrenalin

Monster Hunter Wilds berhasil gabungkan beragam elemen terbaik dari seri…
December 7, 2024 - 0

Preview Infinity Nikki: Game Indah Di Mana Baju Adalah Pedangmu

Kesan pertama kami setelah memainkan Infinity Nikki selama beberapa jam;…
November 15, 2024 - 0

Review LEGO Horizon Adventures: Kurang Kreatif!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh LEGO Horizon Adventures ini? Mengapa…

Nintendo

June 30, 2025 - 0

Review Nintendo Switch 2: Upgrade Terbaik Untuk Console Terlaris Nintendo

Nintendo Switch 2 merupakan upgrade positif yang telah lama ditunggu…
July 28, 2023 - 0

Review Legend of Zelda – Tears of the Kingdom: Tak Sesempurna yang Dibicarakan!

Mengapa kami menyebutnya sebagai game yang tak sesempurna yang dibicarakan…
May 19, 2023 - 0

Preview Legend of Zelda – Tears of the Kingdom: Kian Menggila dengan Logika!

Apa yang ditawarkan oleh Legend of Zelda: Tears of the…
November 2, 2022 - 0

Review Bayonetta 3: Tak Cukup Satu Tante!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Bayonetta 3? Mengapa kami menyebutnya…