Review Assassin’s Creed Unity: Tidak Seburuk yang Dibicarakan!
Banyak Hal Baru yang Menarik!

Jika harus membicarakan pondasi mekanik gameplay utama yang diusung Assassin’s Creed Unity ini, maka seri yang satu ini boleh dibilang lebih mengakar pada cita rasa seri awal daripada beberapa seri terakhir – seperti Black Flag yang hadir dengan pertempuran kapalnya yang epik. Unity kembali membawa Anda pada sensasi seri Assassin’s Creed, terutama kedua, dimana setting Eropa yang dikombinasikan dengan gameplay yang lebih berfokus pada penyelesaian misi utama dan sampingan, menjadi nilai jual utama. Seperti yang bisa diprediksi, ia tetap mengusung konsep “open-world” khas Ubisoft selama ini. Anda harus melakukan Synchronize di beberapa landmark ikonik Paris untuk membuka detail peta dan segudang side mission yang ditawarkan setiap district. Sebuah mekanik yang tentu tidak asing lagi pencinta Assassin’s Creed. Bedanya? Side mission yang ia tawarkan benar-benar, segudang.



Paris tidak seperti Roma di Assassin’s Creed: Brotherhood, yang walaupun sempat digembar-gemborkan sebagai kota super luas, memiliki konten yang minim sebagai sebuah pusat kota masa lampau yang begitu masif. Seperti yang mereka klaim sebelumnya, Paris di Assassin’s Creed Unity adalah kota terluas dan terpadat yang pernah Anda temui di sepanjang sejarah franchise ini. Kita tidak hanya membicarakan sekedar skala ukuran saja, tetapi juga kompleksitas yang ada. Rumah-rumah ini bukanlah lagi sekedar hiasan, “balok” yang lebih banyak Anda manfaatkan sebagai tempat berpijak menuju atap. Sebagian rumah di Paris ini memiliki akses interiornya sendiri, yang walaupun tidak begitu unik, masih memungkinkan Anda untuk masuk dan melakukan eksplorasi kecil Anda sendiri. Tidak hanya rumah yang bisa dimasuki, Paris juga memiliki begitu banyak jalan bawah tanah yang juga bisa Anda jelajahi ketika dibutuhkan, dari sekedar mencari peti, hingga mencari jalan pintas. Untuk mengakomodasi luasnya kota Paris, Ubisoft menyuntikkan segudang misi sampingan yang akan menyita puluhan waktu jam Anda untuk diselesaikan, pastinya. Cukup untuk membuat peta kecil yang ada terpenuhi dan padat.
Ubisoft menyuntikkan cukup banyak side mission baru di Assassin’s Creed Unity ini. Salah satu yang paling keren tentu saja berasal dari serangkaian misi investigasi yang menyebar di penjuru kota. Tidak lagi sekedar Assassin, Arno ternyata juga bertindak sebagai seorang detektif, berusaha mencari jawaban di antara beragam kasus kriminal penuh misteri yang tidak terpecahkan. Mekaniknya sendiri juga unik. Investigasi berjalan layaknya sebagaimana seorang detektif seharusnya bekerja, dimana Arno harus menemukan serangkaian clue yang tersebar di tempat kejadian perkara, menghubungkannya, mengumpulkan informasi dari para saksi, dan akhirnya menentukan sendiri siapa yang menjadi dalang dari setiap tindak kriminal ini. Tidak ada clue eksplisit sama sekali, mengharuskan Anda untuk mencari benang merah sendiri, membaca setiap informasi yang sudah Anda kumpulkan sendiri, dan akhirnya menangkap siapa yang besar kemungkinan menjadi pelaku. Menuduh orang yang tidak bersalah akan berujung pada konsekuensi reward yang lebih buruk. Ada keasyikan tersendiri ketika terlibat dalam side mission yang satu ini, walaupun Anda harus berhadapan dengan user-interface yang cukup buruk, terutama dari fakta bahwa Anda tidak akan dibantu indikator apapun untuk menunjukkan mana tempat yang sudah Anda selidiki dan yang belum.



Tidak hanya misi investigasi yang satu ini, Assassin’s Creed Unity juga menyuntikkan lebih banyak opsi ketika Anda berusaha menyelesaikan misi tertentu – terutama yang berasal dari progress cerita utama. Jika di seri-seri sebelumnya, Anda dituntut untuk mengikuti satu jalur cara yang sudah ditetapkan oleh developer sebelumnya dan tidak memberikan celah apapun untuk alternatif solusi yang lain, Unity justru menawarkan sesuatu yang bertolak belakang. Tidak suka bermain stealth? Anda bisa memburu target-target utama ini dengan perang terbuka. Tidak suka dengan sekedar menyelinap? Anda bisa membuka alternatif cara membunuh lain dengan menyelesaikan misi sampingan yang muncul dalam indikator tanda seru di peta. Alternatif cara kini ditawarkan lebih bervariasi dan bisa mengakomodasi gaya bermain yang menjadi preferensi Anda. Namun sayangnya, ini berimbas pada kualitas AI yang kian buruk. Kami seringkali menemukan target utama yang tidak bergeming dan tetap diam di tempatnya bahkan ketika kami bertarung secara terbuka di ruangan sebelah, yang tentu penuh teriakan dan bunyi denting pedang dimana-mana. AI karakter-karakter antagonis ini seperti tidak peduli. Seperti dua sisi koin, “kelemahan” ini mempermudah Anda yang lebih senang bertempur dengan lantang.
Berbicara soal bertempur, Ubisoft juga menyuntikkan perbaikan di sisi yang satu ini. Anda masih ingat betapa mudahnya sistem pertempuran di Assassin’s Creed sebelumnya? Dimana Anda hanya butuh menimbun banyak mayat pasukan musuh dalam waktu singkat hanya dengan melakukan beberapa klik di sana dan sini? Anda tidak bisa melakukan hal tersebut lagi di Unity. Pertempuran berjalan jauh lebih sulit di sini, dimana sosok Anda kini terasa rentan terhadap damage apapun yang diterima. Tidak hanya itu saja, tiap musuh yang hadir dengan varian model serangan, juga butuh ekstra kerja keras untuk ditundukkan, terutama untuk melakukan parry di momen yang tepat. Sekedar menyerang membabi buta? Anda akan mati dalam waktu singkat. Parahnya lagi, ancaman terbesar di Unity, mengikuti perkembangan zamannya, justru bukan ada pada pedang, melainkan senapan musuh yang bertebaran. Berada dalam jarak yang cukup jauh dan gagal untuk mengenali kondisi bahwa Anda tengah dibidik, Anda bisa mengucapkan selamat tinggal pada Paris dalam waktu singkat.



Tentu saja, untuk mengakomodasi tingkat kesulitan ini, Arno dibekali dengan beberapa senjata ekstra yang baru, selain variasi pedang dan senjata yang Anda miliki tentu saja. Anda tetap bisa menggunakan Smoke Bomb atau Stun Grenade untuk melarikan diri ketika dibutuhkan misalnya. Namun satu senjata tambahan yang mengubah cara Anda beraksi tentu saja mengakar pada senjata milik para generasi Assassin yang baru – Phantom Blade. Berbentuk seperti sebuah panah kecil di pergelangan tangan Arno, Anda bisa meluncurkan proyektil kecil yang akan membunuh sebagian besar musuh secara instan (termasuk para target utama) tanpa perlu memicu perhatian sama sekali. Tidak hanya standar panah utama, Anda juga bisa menyuntikkan panah versi Berserk di dalamnya untuk memaksimalkan potensi strategi yang bisa ditempuh. Panah Berserk ini akan membuat target musuh Anda menggila dan menyerang musuh yang lain secara membabi buta, hingga “minion” baru Anda ini tewas atau menewaskan yang lain. Sebuah senjata signifikan mengingat Anda tidak bisa lagi memanggil bantuan Assassin yang lain seperti halnya masa Ezio di seri AC dulu. Sementara untuk Anda yang senang bermain stealth, AC Unity akhirnya hadir dengan tombol crouch terpisah untuk bergerak menunduk dan pelan, memudahkan untuk bersembunyi ketika dibutuhkan.
Perbaikan sistem pertarungan yang kini lebih sulit dan senjata-senjata baru, Arno juga berhasil membangun identitas pribadi lewat kemampuan eksplorasinya yang unik. Salah satu yang paling signifikan adalah sistem parkour baru yang membuat Arno tampil sebagai Assassin yang paling lincah yang pernah ada. Alih-alih hanya menyematkan aksi ini hanya dari satu tombol saja, Ubisoft kini menyuntikkan dua tombol parkour berbeda – untuk naik dan turun. Tombol parkour naik beraksi seperti eksplorasi selama ini,tanpa ada sesuatu yang istimewa. Sementara tombol parkour turun disematkan untuk meminimalisir kejadian bodoh yang mungkin sempat Anda lakukan, dimana karakter Assassin Anda tanpa logika, berusaha melompat dari gedung tinggi dan tewas. Menahan tombol ini dan Arno akan secara otomatis menjadi titik gedung paling untuk turun, secepat mungkin. Tidak hanya parkour, kemampuan Eagle Vision milik Arno juga jauh lebih hebat. Eagle Vision kini tidak hanya bisa memperlihatkan Anda target atau musuh dalam jarak tertentu, tetapi juga item dan beragam point of interest dalam jarak terdekat. Bagian terbaiknya? Ia kini bergerak dalam format tiga dimensi, alias juga memperlihatkan kepada Anda seberapa tinggi atau rendahnya setiap item ini.



Arno, dan seperti Assassin lainnya, tampaknya sangat mengerti, bahwa di balik usaha mereka untuk menyelamatkan peradaban, uang tetap menjadi faktor terpenting yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Di Assassin’s Creed Unity, Anda akan berhadapan dengan dua mata uang yang berbeda – Franc dan Creed Points. Franc menjadi mata uang standar yang akumulasinya akan memungkinkan Anda untuk membeli serangkaian item dan equipment yang lebih baik. Ada begitu banyak cara untuk mendapatkannya, dari sekedar menyelesaikan misi, berburu peti, hingga membangun kembali Cafe di penjuru kota Paris dan mendulang sejumlah uang secara berkala. Sementara Creed Points yang bisa didapatkan dari beragam event dan aksi Anda, digunakan untuk melakukan upgrade equipment dan senjata yang sudah Anda beli sebelumnya, tentu saja untuk memastikan equipment Anda menghasilkan status yang jauh lebih optimal. Anda juga bisa menggunakan point ini untuk membeli sesuatu yang bersifat kosmetik.


Tentu saja, Arno tidak akan bisa bertahan hidup hanya dengan mengandalkan semua perlengkapan dan senjata yang ia dapatkan di awal permainan. Dengan kota Paris yang terbagi atas beragam tingkat kesulitan dan tentu saja, ancaman yang lebih mematikan, memiliki uang dan membeli armor atau pedang yang lebih baik menjadi sesuatu yang sangat esensial. Unity juga mengusung sistem skill tree yang point upgradenya bisa Anda dapatkan dengan menyelesaikan beragam misi utama atau co-op (n yang akan kita bahas nanti). Skill Tree ini terbagi atas empat jenis: Melee, Ranged, Health, dan Stealth, yang masing-masing darinya akan memperkuat kemampuan Arno, seperti Double Assassination atau darah yang lebih tebal misinya.

Dikombinasikan dengan animasi gerakan yang terasa lebih mengalir dan keren, Assassin’s Creed Unity seolah tampil sebagai sebuah seri reboot, sebuah seri yang berusaha menawarkan cita rasa klasik franchise ini lewat peralihan menuju ke generasi terbaru. Sebuah usaha yang cukup berani, mengingat kegilaan seri Black Flag sebelumnya yang penuh dengan konten yang bahkan tidak lagi cocok untuk disebut sebagai sebuah game “Assassin”, namun diakui, sangat menyenangkan. Untuk Anda yang berharap mendapatkan sebuah game Assassin dengan konten inovatif dan gila seperti Black Flag, Unity mungkin akan terasa membosankan, terlepas dari ragam konten baru yang berusaha mereka suntikkan.
Seandainya Saja..

Dengna semua ekstra konten yang kami bahas di atas, Assassin’s Creed Unity seharusnya bisa tumbuh sebagai salah satu seri game Assassin’s Creed terbaik yang pernah meluncur ke industri game. Dengan kota Paris yang padat dan luas, animasi gerakan yang fluid, lompatan kualitas visual yang cukup berkesan, dan variasi side-mission yang cukup keren, tidak ada yang menghalangi Unity untuk mencapai status tersebut. Jika saja, mereka tidak berhadapan dengan masalah teknis fatal yang sangat menyedihkan.
Agak sedikit memicu rasa heran kami, mengapa Ubisoft mati-matian berusaha “menjual” fakta bahwa game ini mampu memuat ribuan NPC dalam satu layar sebagai kekuatan utama. Di atas kertas, konsep ini memang terdengar manis untuk merepresentasikan kondisi Revolusi Perancis yang kacau di kala itu. Namun dari sisi gameplay, keputusan ini berujung mimpi buruk. Ribuan orang yang harus di-render secara real-time ini berimplikasi pada banyak masalah – dari texture yang muncul mendadak di sana-sini, NPC yang tiba-tiba muncul dari tanah atau turun dari angkasa mengisi kekosongan yang ada, NPC yang bertindak tidak normal seperti melayang atau berjalan di atas tiang lampu, misalnya, hingga yang paling parah tentu saja – framerate yang tidak stabil.


Padahal banyak gamer Assassin’s Creed tampaknya sangat setuju, bahwa NPC bukanlah salah satu elemen yang penting untuk menikmati franchise ini. Memang benar, ia mampu menumbuhkan atmosfer permainan yang terasa tepat, namun jika ia dijalankan dengan benar. Masalahnya di Unity, keramaian NPC ini menjadi sumber masalah dan tidak berfungsi dengan semestinya. Malahan ia justru mengacaukan situasi imersif gameplay yang seharusnya Anda dapatkan, melihat karakter yang muncul tiba-tiba atau melayang, sesuatu yang seharusnya tidak terjadi. Apalagi dengan desain misi yang saat ini sama sekali tidak terlalu peduli apakah Anda menyelesaikannya secara stealth atau perang terbuka, peran NPC ini muncul sekedar sebagai kosmetik yang tidak signifikan. Anda tidak bisa berinteraksi dengan mereka, Anda tidak bisa lagi mencuri uang mereka, mereka juga tidak lagi menjadi ekstra ancaman ketika Anda bertarung secara terbuka, membuat kami semakin yakin – bahwa Ubisoft tidak pernah butuh untuk melemparkan NPC dengan jumlah sebanyak itu.


Tidak hanya masalah framerate, Assassin’s Creed Unity juga masih memiliki banyak bug dan glitches yang sangat mengurangi kenyamanan bermain. Kita tidak hanya berbicara soal posisi mayat dalam kondisi aneh yang mengundang gelak tawa, tetapi beragam bug yang membuat Anda harus menghentikan permainan, mematikannya, dan menghidupkannya kembali dari awal. Sembari menunggu waktu loading yang juga begitu lama, proses ini menghasilkan rasa sebal yang dengan mudah menyentuh puncak tertinggi. Kami sempat jatuh ke dasar kolam tanpa batas di bawah lantai kota Paris, kami sempat terjebak di pantat kuda dan tidak bisa bergerak sama sekali, kami sempat harus mengulang game karena NPC yang seharusnya mendorong bergeraknya misi dan cerita tiba-tiba mogok dan hanya berdiri diam, kami sempat ingin muntah darah ketika kami tewas tanpa alasan di dalam misi. Seandainya saja semua masalah ini terselesaikan. Seandainya saja semua masalah ini tidak pernah hadir, maka Assassin’s Creed Unity akan tampil sebagai salah satu game Assassin’s Creed terbaik. Besar harapan bahwa Ubisoft akan memperbaiki semua masalah ini di patch selanjutnya.
Namun tidak ada yang jauh lebih buruk dari fakta bahwa Ubisoft mulai terlihat seperti “EA baru” dengan salah satu kebijakan yang paling absurd dan sangat tidak adil, apalagi berangkat dari fakta bahwa Anda sudah membeli game ini secara original dengan harga yang tidak murah. Dua kesalahan terbesar mereka – microtransactions dan tentu saja, paksaan bagi Anda untuk mengunduh aplikasi pendukung yang ada. Beberapa peti berwarna biru dan emas terbesar di kota Paris dan tidak bisa begitu saja dibuka, terlepas dari kontennya yang menggiurkan. Untuk bisa membuka peti berwarna biru, Anda harus mengunduh aplikasi pendukung Unity ini di mobile. Untuk bisa membuka peti berwarna emas, Anda dipaksa bermain game browser – Assassin’s Creed Initiates, yang kontennya sendiri bahkan belum siap saat tulisan ini ditulis. Tidak ada alternatif untuk membuka kedua peti ini selain menempuh cara-cara picik yang sudah digariskan oleh Ubisoft sendiri. Kami sendiri menolak tunduk.


Parahnya lagi, terlepas dari fakta bahwa Anda sudah membeli game ini mahal, Ubisoft masih “meludahi” muka Anda dengan menyematkan sistem microtransactions di dalamnya. Anda bisa membeli mata uang in-game super unik bernama “Helix Points” dengan menggunakan uang nyata untuk mendapatkan senjata dan equipment terkuat yang ada, bahkan sejak awal permainan. Memang, tidak ada kondisi di dalam game yang memaksa Anda harus membelinya dengan menggunakan uang nyata dan semuanya bisa dicapai dengan sedikit ekstra kerja keras di dalam in-game. Namun fakta bahwa mereka menyertakan mekanisme ini ke dalam sebuah game berbayar penuh terasa seperti sebuah pengkhianatan. Bukan emosi yang seharusnya terbangun ketika Anda menikmati game seperti ini.
Dengan semua kelemahan ini, ada kalanya Anda akan memikirkan beragam skenario yang mungkin terjadi. Seandainya saja Ubisoft tidak rakus. Seandainya saja Ubisoft tidak terburu-buru. Seandainya saja..












