Menjajal Demo Pro Evolution Soccer 2016: Siap Bersaing!

Reading time:
August 24, 2015
Pro Evolution Soccer 2016 DEMO_20150819225051

Mendekati akhir tahun, maka kita akan kembali berhadapan dengan persaingan sengit antara dua franchise game sepakbola andalan – FIFA dari EA dan Pro Evolution Soccer dari Konami. Pertempuran tahunan yang tidak mungkin terhindarkan ini memang selalu menjadi sesuatu yang menarik untuk disimak, apalagi keduanya selalu berjuang untuk menawarkan sesuatu yang berbeda, terlepas dari fakta bahwa sepakbola selalu sama selama beberapa dekade terakhir ini. EA memperkuat FIFA 16 tidak hanya dengan implementasi engine Ignite yang lebih sempurna, tetapi juga untuk pertama kalinya, menyuntikkan tim sepakbola wanita yang diklaim dibangun dengan serius di dalamnya. Sementara di sisi lain, PES 2016 juga tak ingin ketinggalan.

Sukses mengimplementasikan Fox Engine yang tidak hanya memperkuat sisi visual, tetapi juga menyempurnakan gameplay di seri sebelumnya, Konami tampaknya kian optimis bahwa Pro Evolution Soccer 2016 – seri terbarunya siap untuk bersaing dan merebut tampuk pimpinan penjualan yang sempat mereka rajai di masa lalu dari FIFA. Namun sayangnya, seperti seri-seri sebelumnya pula, masalah klasik seperti lisensi resmi tetap akan menjadi salah satu halangan dan mungkin menutup pintu daya tarik untuk beberapa gamer penggemar game sepakbola. Lantas, bagaimana dari sisi visual dan gameplay? Apakah ada sesuatu yang menarik dari seri terbaru ini? Konami akhirnya memberikan kesempatan untuk menjajalnya secara langsung via versi demo yang dirilis.

Lantas bagaimana impresi pertama yang ia tawarkan? Kami akan sedikit membahasnya dari beberapa aspek utama.

Presentasi yang Lebih Baik

Ia menghadirkan kualitas visual yang lebih baik daripada seri sebelumnya.
Ia menghadirkan kualitas visual yang lebih baik daripada seri sebelumnya.

Mengejar sensasi serealistis mungkin, inilah fokus yang selalu dilakukan oleh sebagian besar game olahraga di industri game, terutama mereka yang memang hendak dilihat sebagai sebuah game simulasi. Hal yang sama terjadi di Pro Evolution Soccer 2016 ini. Konami tampaknya perlahan namun pasti, mulai mengerti bagaimana cara memaksimalkan Fox Engine dan mengejar kualitas visual photo-realistic di dalamnya. Hasilnya? Anda bertemu dengan banyak detail yang lebih baik, terutama dari sisi wajah, pakaian, dan kualitas visual para penonton yang ditingkatkan. Detail karakter yang tidak Anda mainkan seperti wasit atau offical lainnya di dalam lapangan juga semakin sempurna. Sayangnya, tidak seperti FIFA dengan kualitas rumput lapangannya yang jempolan, aspek yang satu ini tampaknya belum jadi fokus matang PES, walaupun opsi untuk memanipulasinya terbuka.

Konami tampaknya belajar banyak untuk mencapai kualitas photo-realistic dengan Fox Engine.
Konami tampaknya belajar banyak untuk mencapai kualitas photo-realistic dengan Fox Engine.
Tekstur penonton juga kini terlihat lebih
Tekstur penonton juga kini terlihat lebih “hidup”.

Konami memang sudah merespon keluhan komentator yang sudah terdengar usang dan begitu membosankan dibandingkan dengan franchise kompetitornya dan memperkenalkan set komentator yang baru untuk PES 2016. Namun sayangnya, seperti halnya demo-demo PES sebelumnya, komentator tersebut tidak tersedia. Efeknya sendiri cukup fatal, mengingat hadirnya komentar juga berpengaruh pada keseluruhan atmosfer pertandingan, yang harus diakui, tetap terasa kosong di versi demo ini. Oleh karena itu, agak sedikit sulit menilai bagaimana keseluruhan presentasi dari sisi atmosfer ini akan memproyeksikan versi final yang kita dapatkan atau tidak. Tidak banyak detail yang bisa ditarik di sini.

Sayangnya, tidak banyak yang bisa digali dari sisi atmosfer yang ada mengingat Konami, seperti seri-seri sebelumnya, juga tidak menyertakan komentator di versi demo ini. Padahal komentator baru untuk seri ini cukup mengundang rasa penasaran.
Sayangnya, tidak banyak yang bisa digali dari sisi atmosfer yang ada mengingat Konami, seperti seri-seri sebelumnya, juga tidak menyertakan komentator di versi demo ini. Padahal komentator baru untuk seri ini cukup mengundang rasa penasaran.

Usaha Konami untuk kian “mendekatkan” presentasi PES dengan FIFA memang terlihat jelas. Seperti seri game kompetitornya tersebut, PES 2016 kini juga menawarkan pilihan gaya selebrasi untuk setiap pemain dengan empat tombol sederhana yang masing-masing darinya, akan mewakili satu gaya tertentu. Ada positif dan negatif dari pendekatan baru ini.

Seperti yang sudah diterapkan FIFA, Anda kini juga bisa memilih gaya selebrasi setiap kali mencetak gol.
Seperti yang sudah diterapkan FIFA, Anda kini juga bisa memilih gaya selebrasi setiap kali mencetak gol.

Setiap gaya selebrasi ini ditawarkan sebagai cut-scene dan bukan di-render secara realtime di dalam game. Hasilnya? Ketika Anda beralih dari satu gaya ke gaya lainnya, ia terkadang terasa seperti  tidak nyambung.
Setiap gaya selebrasi ini ditawarkan sebagai cut-scene dan bukan di-render secara realtime di dalam game. Hasilnya? Ketika Anda beralih dari satu gaya ke gaya lainnya, ia terkadang terasa seperti tidak nyambung.

Positifnya? Ia bahkan mampu melewati FIFA dengan gaya selebrasi yang terasa lebih unik dan keren, seperti perayaan gol “Selfie” ala Totti yang divisualisasikan dengan sangat baik di sini. Negatifnya? Ia adalah cut-scene dan tidak di-render secara real-time dalam pertandingan. Ini menghasilkan pengalaman yang tidak sinkron, apalagi ketika Anda melakukan selebrasi bebas di awal dan kemudian berpindah ke “Full Celebration” di akhir. Sebagai contoh? Berhasil mencetak gol, Anda membawa sang pemain berlari ke tepi lapangan ke arah bendera sudut. Jika Anda iseng menekan tombol “Full Celebration” sebelum sesi selebrasi ini berakhir, tiba-tiba Anda akan dihadapkan pada pemain yang tengah bergaya di tengah lapangan, seolah mengabaikan aksi Anda sebelumnya. Terdengar sepele memang, namun untuk sebuah game bola yang mengejar sensasi serealistis mungkin, hal seperti ini bisa mencederai hal tersebut.

Pages: 1 2 3
Load Comments

JP on Facebook


PC Games

October 29, 2024 - 0

Review Call of Duty – Black Ops 6 (SP): Ternyata Keren!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh mode campaign / single-player Call…
July 3, 2024 - 0

Review Wuthering Waves: Penuh Pasang dan Surut!

Apa yang ditawarkan oleh Wuthering Waves? Mengapa kami menyebutnya sebagai…
June 28, 2024 - 0

Impresi Zenless Zone Zero (Build Terbaru): Lebih Cepat, Lebih Ketat!

Kami berkesempatan menjajal build terbaru Zenless Zone Zero. Apakah kami…
June 12, 2024 - 0

Preview My Lovely Empress: Racun Cinta Raja Racikan Dev. Indonesia!

Lantas, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh My Lovely Empress di…

PlayStation

November 1, 2024 - 0

Preview Dragon Quest III HD-2D Remake: Sebuah Mesin Waktu!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Dragon Quest III HD-2D Remake?…
October 25, 2024 - 0

JagatPlay: Wawancara dengan Takayuki Nakayama & Shuhei Matsumoto (Street Fighter 6)!

Kami sempat mewancarai dua pentolan Street Fighter 6 - Takayuki…
October 17, 2024 - 0

Review Dragon Ball – Sparking! Zero: Enggak Ada Matinya!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Dragon Ball - Sparking! Zero?…
October 11, 2024 - 0

Review Metaphor – ReFantazio: Pelik Politik Dunia Fantasi!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Metaphor: ReFantazio ini? Mengapa kami…

Nintendo

July 28, 2023 - 0

Review Legend of Zelda – Tears of the Kingdom: Tak Sesempurna yang Dibicarakan!

Mengapa kami menyebutnya sebagai game yang tak sesempurna yang dibicarakan…
May 19, 2023 - 0

Preview Legend of Zelda – Tears of the Kingdom: Kian Menggila dengan Logika!

Apa yang ditawarkan oleh Legend of Zelda: Tears of the…
November 2, 2022 - 0

Review Bayonetta 3: Tak Cukup Satu Tante!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Bayonetta 3? Mengapa kami menyebutnya…
September 21, 2022 - 0

Review Xenoblade Chronicles 3: Salah Satu JRPG Terbaik Sepanjang Masa!

Apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Xenoblade Chronicles 3? Mengapa kami…