Review Far Cry Primal: Menguasai Atau Dikuasai Alam!
Atmosfer yang Fantastis

Acungan dua jempol untuk Ubisoft dan kemampuan mereka untuk meracik dunia dengan atmosfer luar biasa yang cukup untuk membuat Anda percaya bahwa karakter Anda memang hidup di masa tersebut. Kehebatan yang mereka unjuk di setiap seri Assassin’s Creed dan Far Cry sebelumnya ini juga mereka terapkan dengan begitu baik di Far Cry Primal ini. Lupakan soal informasi terbaru soal bagaimana Ubisoft “menyontek” desain peta Far Cry 4, karena terlepas dari desain besar yang sama, Anda tak akan merasa ada kemiripan sama sekali di sini. Secara teknis visual, ia memang terlihat tak banyak berbeda dengan Far Cry 4, walaupun mengusung model karakter dengan detail yang memang lebih pantas diacungi jempol. Membiasakan diri di dalam dunia dengan warna datar yang didominasi orange, coklat, dan hijau mungkin jadi hal pertama yang harus Anda lakukan ketika terjun masuk ke Far Cry Primal ini.


Namun di luar itu, Ubisoft memang pantas mendapatkan acungan dua jempol. Mereka berhasil membangun dunia 10.000 sebelum Masehi dengan luar biasa. Tak hanya dari alam yang terlihat liar lewat padang rumpur dan pohon tinggi yang mendominasi, tetapi juga ragam detail yang dimuat di dalamnya. Bahasa purba mereka sendiri, desain binatang yang bisa Anda buru dan lawan, hingga perbedaan peradaban suku Udam dan Izila yang terlihat jelas lewat pakaian dan aksesoris yang mereka kenakan. Desain karakter pendukung yang beraksi sebagai motor penggerak cerita dari Wenja juga bisa dibilang, memanjakan mata, cocok, dan terasa berlebihan. Bahkan peran si Tensay – sang Shaman dengan kemampuan magisnya yang luar biasa mudah dipercaya. Mereka juga tak ragu memperlihatkan kekejaman kanibalistik dengan eksplisit dengan mayat yang terpotong di sana-sini. Kerennya lagi? Bahkan untuk aktivitas seksual manusia purba, yang notabene terjadi di alam bebas, juga mereka tampilkan di sini.


Tetapi detail di dalam dunia inilah yang membuat apresiasi memang pantas dilayangkan. Ubisoft berhasil membuat Oros terasa hidup dan liar di saat yang sama dan tak terlihat seperti sebuah arena bermain yang statis. Ekosistem berjalan dinamis, dimana Anda akan sering melihat predator berusaha memangsa mereka yang lebih lemah. Anda bisa menemukan seekor macan tutul yang mengejar sekelompok rusa, beruang yang saling bertarung unutk memperebutkan wilayah kekuasaan, atau Mammoth yang menerjang sekelompok pemburu. Kerennya lagi? Ubisoft bahkan sampai membangun animasi gerak yang detail untuk binatang ini, terutama yang Anda pilih sebagai companion. Sabertooth yang berhasil menangkap seekor rusa misalnya, akan bergulat dalam animasi spesifik sebelum menghujamkan taringnya yang tajam ke leher mangsanya. Sebuah pendekatan yang cukup membuat kami terpesona.

Ubisoft berhasil membuat Oros terlihat sebagai dunia yang berbahaya untuk manusia, yang di kala itu, memang masih berjuang untuk merangkak naik ke puncak rantai makanan. Bahaya selalu mengintai di setiap sudut, bak dari suku lawan ataupun dari binatang buas yang ada. Mereka juga menyuntikkan sistem siang – malam di sini dan membungkusnya dengan sisi gameplay untuk menawarkan sesuatu yang berbeda. Tak hanya efek cahaya bulan yang lebih dramatis dan lembut, ancaman di kala malam juga terasa lebih signifikan berbahaya dibandingkan siang hari, yang cukup untuk membuat Anda senantiasa merasa was-was. Serigala yang berburu dalam kelompok misalnya, akan membuat setiap malam yang Anda lalui bisa saja berakhir menjadi yang terakhir kalinya.
Tanpa Senjata Api

Keterbatasan teknologi lah yang membuat Far Cry Primal menjadi proyek yang menarik di mata para gamer. Bahwa berbeda dengan seri Far Cry sebelumnya yang memungkinkan Anda memuntahkan ratusan peluru dari moncong senapan mesin, atau satu peluru efektif dari tiap bidikan sniper, atau sekedar teropong untuk melihat dan memahami dimana posisi musuh, Far Cry Primal akan membawa Anda ke masa dimana sekedar api, masih jadi resource super penting untuk bertahan hidup. Mereka bahkan masih tak tahu caranya bagaimana melebur metal atau mengetahui apa yang bisa dilakukan dengan mesiu. Semuanya masih berkisar pada dua elemen utama – batu dan kayu. Batu dan kayu jugalah yang akan menentukan apakah Anda akan terlahir sebagai penyelamat suku Wenja atau makanan untuk suku Udam.


Namun bukan berarti keterbatasan teknologi ini membuat Takkar tak punya opsi untuk mencabut nyawa siapapun yang berani menghalangi aksinya. Far Cry Primal masih menyuntikan cukup banyak ragam senjata, hanya saja dengan pendekatan gameplay yang berbeda dibandingkan dengan seri Far Cry di masa modern. Takkar akan diperkuat dengan empat varian senjata – sebuah panah, tombak, gada, dan shard – sebuah potongan batu tajam yang bisa diposisikan seperti pisau lempar. Dengan progress yang berlanjut, Takkar juga akan diperkuat dengan sejenis ketapel batu yang mampu melontarkan batu dengan kecepatan tinggi yang tentu saja mematikan serta rangkaian “bomb” yang berisikan lebah dan api. Takkar mungkin tak punya shotgun atau uzi, namun di masa itu, apa yang ia bawa di perjalanannya cukup untuk melakukan genosida suku manapun.
Pemilihan senjata seperti ini memang menghasilkan dua sensasi pertempuran yang berbeda di Primal – bahwa ia terasa lebih lambat dan fokus melee yang kini memainkan peran lebih krusial. Panah bukanlah pistol. Ia punya jarak momentum, ia tak bisa ditembakkan dengan cepat secara instan, dan ia butuh ketepatan bidik yang lebih presisi. Hal ini membuat pendekatan pada beragam ancaman, terutama binatang besar yang alot atau bergerombol menjadi tantangan tersendiri. Aksi menjadi lebih lambat dan penuh perhitungan, seperti saat Anda menjadikan sniper dengan peredam sebagai andalan. Anda harus memastikan bahwa tiap panah ini akan berakhir seefektif mungkin.


Untungnya, hal ini dikompensasi dengan dua senjata – gada dan tombak yang bisa Anda ayunkan atau hujamkan sebagai senjata melee. Melee memang memainkan peranan yang cukup penting di Far Cry Primal. Serangan jarak dekat seperti ini akan sering Anda temui dan terasa cukup overpowered daripada sekedar menjadikan senjata range sebagai andalan. Ketika Anda berhasil menemukan gada lebih besar, misalnya, ayunan kuat Anda bahkan cukup untuk membuat varian musuh yang lebih kecil langsung melambung begitu saja dan hanya membutuhkan beberapa pukulan untuk menundukkan varian musuh yang memang lebih alot, baik dari Udam maupun Izila yang memang punya varian jenis pasukan. Begitu Anda tak bisa lagi stealth dan musuh mulai bergerak aktif yang membuat bidikan panah hampir mustahil, tak ada lagi strategi yang lebih tepat selain langsung berlari mendekat dan mulai mengayungkan gada atau menusukkan tombak Anda ke kepala atau jantung mereka secepat mungkin.
Pada akhirnya, terlepas dari tema yang memang menonjolkan peradaban manusia yang jauh dari apa yang kita kenal selama ini, Far Cry Primal masih tetap berhasil mempertahankan banyak elemen gameplay khas franchise Far Cry lewat pergantian elemen dengan fungsi yang sama. Seperti contohnya, teropong yang digunakan untuk mengetahui posisi tata letak musuh dan membubuhkan tag permanen untuk mengetahui gerak mereka, yang tak mungkin ada di seri ini. Sebagai gantinya? Status Anda sebagai seorang Beastmaster kini memungkinkan Anda untuk menyuruh burung hantu andalan Anda untuk berperan sebagai “mata”, untuk memeriksa wilayah, melakukan tag di musuh yang berhasil Anda temui, bahkan memintanya untuk menghabisi satu musuh spesifik yang Anda target. Takkar mungkin tak punya teknologi perang seperti yang kita kenal, tapi Ubisoft memastikannya tak kalah efektif sebagai seorang mesin pembunuh.


Struktur misi yang diusung Far Cry Primal ini sendiri tak banyak berbeda dengan apa yang kita kenal dari seri Far Cry sebelumnya. Ada sensasi familiar di sana walaupun Anda kini terjebak di 10.000 tahun sebelum Masehi. Oros tetap menjadi sebuah “arena bermain” terbuka yang bebas Anda eksplorasi hingga ke setiap sudut yang ada. Sistem tower seperti halnya game-game open-world Ubisoft yang lain masih tetap disertakan di sini lewat sistem membakar api unggun atau membersihkan camp musuh dari Udam atau Izila. Namun fungsinya sendiri sudah berbeda. Ia tak lagi membuka area dan beragam misi kecil yang tersebar di sekitar, sistem ini hanya disiapkan untuk membuka Fast Travel point saja. Akan ada ragam misi sampingan dari karakter NPC ataupun penduduk biasa yang Anda temui, atau sekedar misi acak yang tersebar di penjuru Oros. Dan tentu saja, Anda akan bertemu dengan misi-misi yang memang didesain untuk mendorong progress cerita.



Dengan menyelesaikan misi-misi seperti ini, Anda akan mendapatkan ekstra experience points dan tentu saja – 1 skill points setiap kali berhasil menyentuh akumulasi jumlah tertentu yang nantinya, bisa didistribusikan ke salah satu skill dari rangkaian pohon skill yang di Far Cry Primal, memang lebih bervariasi dengan efek yang cukup berbeda satu sama lain. Sistem seperti ini tampaknya tak akan lagi terasa asing, tak hanya untuk para penggemar Far Cry, tetapi juga game-game action open-world pada umumnya. Yang unik di Far Cry Primal adalah sistem penduduk. Seperti yang kita tahu dari plot, Takkar memang diminta untuk merekrut dan mengumpulkan para anggota suku Wenja yang tersebar di Oros. Ubisoft berhasil mengaplikasikan hal ini tak hanya dari sisi cerita, tetapi juga gameplay. Menyelesaikan misi sampingan juga akan memungkinkan Anda untuk merekrut anggota Wenja yang selamat untuk diminta meramaikan camp utama. Semakin banyak jumlah penduduk ini, semakin banyak pula resource harian yang bisa Anda “panen”. Ia jadi elemen baru yang krusial karena resource memang bukan hal remeh temen di Far Cry Primal.