JagatPlay NgeRacau: 15 Game Berbahaya untuk Anak!
Game “Berbahaya” untuk Anak
Oke, sekarang mari kita bahas soal pokok persoalannya. Dari beragam sumber berita yang gua dapetin, Kemendikbud via Sahabat Keluarga ini ngelemparin 15 judul game yang menurut mereka “berbahaya” untuk anak. Reaksi pertama gua? Gua mau tahu dulu apa itu definisi “anak”. Jika merujuk pada informasi yang gua baca di dunia maya berdasarkan beragam Undang-Undang di Indonesia adalah mereka yang masih belum mencapai umur 18 tahun. Jadi semua yang belum berumur genap 18 tahun masih dikategorikan sebagai “anak”. Bisa disederhanakan, bahwa list yang dituliskan di atas ini adalah 15 game yang menurut Kemendikbud tidak pantas untuk dimainkan oleh anak-anak Indonesia berumur di bawah 18 tahun. Setidaknya kita punya landasan terlebih dahulu buat ngobrolin soal ini.
Sebelum gua berakhir ngobrol lebih panjang, apa aja 15 game yang disebut-sebut ini? Ini adalah list yang gua lansir dari beragam media massa online:
- World of Warcraft
- Call of Duty
- Point Blank
- Cross Fire
- War Rock
- Counter Strike
- Mortal Kombat
- Future Cop
- Carmageddon
- Shelshock
- Rising Force
- Atlantica
- Conflict Vietnam
- Bully
- Grand Theft Auto
Oke, sekarang kita lihat rating ESRB dan PEGI untuk masing-masing game ini:
- World of Warcraft (ESRB: Teen, PEGI: 12)
- Call of Duty (ESRB: M, PEGI: 18)
- Point Blank (Tak Terdaftar)
- Cross Fire (ESRB: T, PEGI: tak terdaftar)
- War Rock (ESRB: T, PEGI: 16)
- Counter Strike (ESRB: M, PEGI: 16)
- Mortal Kombat (ESRB: M, PEGI: 18)
- Future Cop (ESRB: T, PEGI: 16)
- Carmageddon (ESRB: M, PEGI: tak terdaftar)
- Shellshock (ESRB: M, PEGI: 18)
- Rising Force (Tak Terdaftar)
- Atlantica (ESRB: T, PEGI: tak terdaftar)
- Conflict Vietnam (ESRB: M, PEGI: tak terdaftar)
- Bully (ESRB: T, PEGI: 16)
- Grand Theft Auto (ESRB: M, PEGI: 18)
Jika melihat hampir sebagian besar rating yang ada, maka pemilihan daftar game berbahaya untuk anak dari Kemendikbud ini perlu kita berikan acungan jempol. Karena benar, semua game di atas memang ditujukan untuk mereka yang sudah berumur 18 tahun ke atas, walaupun harus diakui, beberapa di antaranya sudah bisa dicicipi oleh mereka yang berumur 16 tahun. Seharusnya daftar ini enggak aneh kalau memang ia dibaca sama orang yang enggak ngerti sama video game. Tapi buat gamer, ada banyak kejanggalan di sini.
Negeri Minim Penjelasan
Apa yang membuat sistem rating seperti ESRB dan PEGI bisa diandalkan? Karena dia enggak cuman serta-merta nempelin rating umur yang sesuai dengan game yang ada, ia juga dihasilkan lewat sebuah proses yang bisa dipercaya. The best part? Penjelasan yang deskriptif. Ketika ESRB atau PEGI netapin apa saja game yang gak boleh dimainin sama kelompok umur game tertentu, mereka ngejelasin konten seperti apa yang membuat keputusan itu diambil. Apakah punya konten darah di dalamnya, punya konten ketelanjangan yang eksplisit, apakah sekedar adegan minum alkohol, atau mungkin sekedar aksi kekerasan yang tak realistis? Mereka punya standar dan mengambil keputusan atas standar tersebut. Dan yang gua dapatin dari list 15 game “berbahaya” untuk anak dari Kemendikbud ini? Lebih banyak tanda tanya.
Karena list ini seperti diracik oleh orang yang gak pernah main video game sebelumnya atau punya pengetahuan yang mendalam soal itu. Besar kemungkinan, ia mungkin nyobaiin beberapa video game tanpa keseluruhan atau sekedar mendengar bisikan dari orang-orang tertentu dan langsung ngelemparin list tanpa melakukan research lebih dalam. Apa yang membuat gua berpikiran demikian? Berikut adalah kejanggalan yang gua lihat:
Pertama, hampir semua game online, apapun bentuknya, tidak akan pernah cocok untuk anak-anak. Mengapa? Karena seperti semua media yang mengandalkan konektivitas internet, lu enggak akan pernah tahu dengan siapa lu berhadapan di dunia virtual ini. I mean, gua selalu nekanin bahwa anak lu / keponakan lu / adik kecil lu mungkin bisa aja main sebuah game online dengan tema kuda poni super lucu yang tugasnya cuman nyisirin poni atau lompatin pager, tapi lu enggak tahu dengan siapa mereka berinteraksi, apalagi kalau game tersebut punya fungsi text chat atau bahkan, voice chat.

Mereka bisa aja ketemu orang dewasa dengan perilaku seksual menyimpang seperti pedofil yang memang sekedar nongkrong di situ, misalnya. Atau ketemu sama anak remaja bosan yang terus ngelemparin kata-kata kotor via voice chat atas nama “iseng” dan “jenuh” doank. Kita enggak pernah bisa ngendaliin konten seperti apa yang lu dapetin di game online, apapun temanya. Dan itu selalu jadi bumerang game online. Permasalahan game online itu jarang soal konten karena seberapa besar pun konten kekerasan yang ia usung dan animasi serangan yang ada, lu enggak akan ketemu yang gore sampai mutilasi segala macem. Jadi agak aneh, kalau list di atas hanya nge-list beberapa game online saja. Mau larang anak kecil “aman” main game online? Jangan kasih game online yang ada fitur text chat atau voice chat. Better begitu daripada pilih-pilih tema yang sebenarnya kentara sensasi fantasinya.



Kedua, umur. List di atas adalah list ter-absurd untuk game-game yang menurut gua pribadi, bisa dibilang relevan. Game-game yang dipilih di atas justru buat gua makin yakin kalau siapapun yang ditugaskan untuk ngeracik daftar dan milih game-game di atas memang enggak familiar sama industri game itu sendiri. Contoh? Gua belum pernah ketemu anak bocah yang main World of Warcraft server resmi karena itu butuh biaya bulanan dan butuh kartu kredit buat langganan. Kedua, umur banyak game di atas udah sangat-sangat basi. Future Cop itu game keluaran tahun 1998 untuk Playstation Pertama, Bully itu game tahun 2006, Conflict Vietnam itu game tahun 2004, dan gua even gak yakin masih ada orang yang main Rising Force (RF). Ini list sudah terlambat setidaknya 10-15 tahun untuk dirilis! Lantas, untuk apa gunanya kalau ngebuat daftar game beginian saja enggak bisa berakhir jadi sesuatu yang relevan? “Ayo kita nge-ban game yang udah gak dimainin sama orang-orang!”. Genius.
Ketiga, penjelasan. Ini mungkin yang menurut gua pribadi paling ngecewaiin. Kalau Indonesia mulai peduli dengan apa yang “dimakan” sama anak-anak Indonesia via televisi, musik, atau video game, mari belajar untuk ngasih penjelasan yang lebih deskriptif ke orang tua alasan di baliknya. Kenapa gak boleh World of Warcraft, atau Bully, atau Grand Theft Auto, atau mungkin Call of Duty? Karena terlepas usaha untuk terus mengasosiasikan video game dengan hal-hal yang berbau negatif, Kemendikbud gua pribadi yakin, sebenarnya punya informasi soal dampak positif yang juga bisa ia hasilkan. Informasi yang sebenarnya bisa dipakai untuk mendorong orang tua untuk TIDAK MELIHAT video game sebagai sesuatu yang murni “jahat”, tetapi mulai melihatnya seperti media hiburan yang lain. Bahwa ada konten yang sesuai, ada yang tidak, dan mari memulai memilih. Karena sejujurnya, kami bahkan bingung kenapa World of Warcraft masuk ke list ini ketika para ahli melihatnya sebagai sesuatu yang sangat positif.











