Review Call of Duty – Infinite Warfare: Tak Terasa Istimewa!
Multiplayer yang Mulai Terasa Basi

Anda yang sempat membaca review kami soal Titanfall 2 tentu sudah sempat membaca soal kekhawatiran kami bagaimana keputusan EA untuk merilis game tersebut antara Battlefield 1 dan COD: Infinite Warfare akan berpengaruh pada penjualan karena kekalahan dari sisi popularitas di awal. Namun bagi kami sendiri yang menjajal game-game ini dalam runtut rilis, ada satu konsekuensi yang fatal darinya. Benar sekali, ia membuat multiplayer yang ditawarkan COD: Infinite Warfare ini mulai kehilangan daya tariknya.
Battlefield 1 menawarkan Behemoth, Titanfall 2 hadir dengan lebih banyak varian Pilot dan Titan yang balance, sementara COD: Infinite Warfare? Bersikukuh bertahan dengan apa yang Anda kenal dari mode multiplayer-nya yang sepertinya tak banyak berbeda. Bahkan sejak masa beta, ia berbagi tak banyak perbedaan dengan mutiplayer COD: Black Ops 3 namun dengan sensasi pergerakan yang sedikit lebih berat dan lambat.


Di atasnya, Anda masih bertemu dengan mode multiplayer khas Call of Duty selama ini. Ruang tertutup nan kecil yang meminta Anda untuk menembak musuh yang Anda temui secepat mungkin atau mati, dan menjadikannya sebagai elemen paling esensial untuk memenangkan pertempuran yang ada. Berita buruknya lagi? Senjata kuat dan modifikasi yang bisa Anda lakukan juga terikat kuat pada level karakter Anda. Semakin sering gamer bermain, semakin kuat senjata mereka, semakin tak bersahabat pula mode ini untuk gamer pendatang baru yang senjata mereka di awal bahkan seperti tak cukup cepat untuk diangkat sebelum mati oleh senjata karakter-karakter level atas ini. Setidaknya ada sedikit usaha balancing di sana dengan kesempatan untuk memungut senjata apapun yang dijatuhkan. Namun dengan perk, penguasaan level, dan senjata mematikan yang mereka miliki, mode multiplayer COD: Infinite Warfare ini berakhir sulit untuk dinikmati. Dan dari beberapa kali uji multiplayer kami, Anda akan selalu bertemu dengan user yang punya level tinggi di atas Anda.


Ada usaha untuk membuatnya berbeda misalnya, dengan proses crafting “dangkal” yang memungkinkan Anda untuk menyuntikkan satu atau dua perk senjata secara permanen. Namun kembali, ia akan sangat bergantung pada seberapa intens nya Anda menikmati mode multiplayer ini karena mata uang bergantung di sana. Jujur, jika ada satu hal yang kami pelajari dari mode multiplayer COD: Infinite Warfare adalah betapa butuhnya Activision dan siapapun developer yang bertanggung jawab untuk seri Call of Duty untuk mulai merombaknya dan mulai membangun sesuatu yang baru dan signifikan di atasnya. Call of Duty butuh berinovasi lebih daripada sekedar menjual tema. Satu-satunya yang kami nikmati dari mode multiplayer COD: Infinite Warfare ini hanyalah setting pertempuran yang lebih cantik dan dramatis dibandingkan seri-seri lainnya. Sementara sisanya? Ia seperti ditampar keras oleh Battlefield 1 dan Titanfall 2 yang datang dengan begitu banyak hal baru di dalamnya.


Hal yang serupa juga terjadi dengan mode Zombie yang seharusnya juga jadi andalan. Pertama, kami sempat hendak mereview game ini dengan proses pencarian party secara online. Secara mengagumkan, proses penantian kami selama 10 menit tak menemukan anggota party sama sekali. Kami pun berakhir menjajal game ini secara solo dan berjuang untuk bertahan hidup di tengah serangan zombie yang seperti mode multiplayer Infinite Warfare itu sendiri, gagal terasa signifikan. Mode zombie yang ditawarkan Treyarch untuk Black Ops 3 berakhir jauh lebih menarik.
Kami sendiri bisa dibilang tak menikmati mode multiplayer COD: Infinite Warfare ini. Ini adalah sebuah formula serupa yang sudah mereka terapkan di Black Ops 3 dengan perubahan yang terhitung sangat minim. Dengan dua franchise kompetitor lain tahun ini yang memperlihatkan peningkatan signifikan untuk mode yang satu ini, Activision butuh berbenah dan setidaknya, memikirkan ulang kembali apakah mereka butuh atau tidak untuk merombak mode multiplayer Call of Duty di masa depan. Di mata kami, ini seharusnya jadi fokus.
Jackal Assault VR

Satu konten tambahan yang ditawarkan oleh Infinity Ward ditujukan untuk mereka yang sudah memercayakan uang mereka untuk perangkat VR dari Sony – Playstation VR. Sebuah konten yang didistribusikan secara cuma-cuma bernama Jackal Assault dirilis dengan keterkaitan konten pada Infinite Warfare yang tetap kita kenal, namun tanpa signifikansi cerita sama sekali. Fokusnya? Adalah menawarkan perspektif orang pertama yang lebih baik sebagai Reyes, sang kapten Jackal yang kembali harus terlibat dalam pertempuran luar angkasa yang epik.


Jackal Assault adalah sebuah konten yang terhitung sangat pendek dan tak lebih dari sekedar demo uji apa yang bisa dilakukan Activision dengan masa depan potensial industri game ini. Setidaknya, untuk urusan game Playstation VR, ia hadir dengan kualitas visual yang pantas untuk diacungi jempol, bahkan pantas untuk mendapatkan predikat sebagai salah satu yang terbaik. Dari sisi gameplay? Anda menemukan konten yang sama seperti misi Jackal di dalam Infinite Warfare itu sendiri. Bedanya? Alih-alih dengan hanya menggunakan kontroler analog Anda saja untuk menundukkan setiap musuh yang ada, Anda kini bisa menggunakan kepala Anda langsung untuk melakukan tracking dan menembak beragam kapal luar angkasa SDF secara instan. Pengalaman unik dengan visual jempolan untuk sebuah game VR. Kami sendiri sedikit berharap ada sedikit signifikansi di dalamnya daripada sekedar sebuah demo belaka.