Review Doki Doki Literature Club: Jangan Baca, Main Saja Dulu!
Melompat Masuk dalam “Kegilaan”

Seperti yang bisa Anda prediksi, Doki Doki Literature Club memang tidak terlihat seperti apa yang ada di depan mata. Bahwa ini tidak pernah soal klub buku dengan gadis-gadis manis di dalamnya. Pelan tapi pasti, Anda mulai mengenali karakteristik penyakit psikologis dari setiap gadis manis yang Anda hadapi ini. Dari depresi, pelecehan seksual, hingga keinginan untuk menyakiti diri sendiri tercermin dari tidak hanya respon, tetapi juga lewat puisi-puisi yang mereka tuliskan. Berhenti sampai di sana? Tidak. Ini hanyalah pintu gerbang untuk masuk ke dalam “kegilaan” yang tak pernah Anda prediksikan sebelumnya.
Peringatan soal “Game ini tidak cocok untuk anak yang mudah terganggu mentalnya” di awal permainan sepertinya sudah memberikan petunjuk jelas apa yang akan Anda temukan. Semuanya dimulai dengan fakta, bahwa game ini siap menghancurkan hati Anda berkeping-keping. Jelas, bahwa sang developer “menjebak” Anda untuk membangun hubungan personal dengan sang teman baik dari kecil – Sayori. Pria mana yang tidak senang dengan kisah romansa bersama dengan teman masa kecil yang manis, riang, dan selalu berusaha menjaga Anda sekuat tenaga? Ia mungkin tidak sempurna, namun di mata Anda, tidak akan ada wanita yang lebih baik lagi. Cerita dan drama soal cinta segitiga pun mulai mengemuka dan mengalihkan perhatian Anda seolah ini memang Visual Novel yang “normal”. Cinta segitiga yang kemudian berakhir dengan salah satu karakter yang memutuskan, untuk gantung diri di kamar.


Dan semuanya mulai tenggelam dalam pusar kegilaan. Bukan dari sisi cerita, tetapi dari fakta bahwa Doki Doki Literature Club ternyata adalah sebuah game Visual Novel dengan twist yang berbasis META – bahwa ia sadar ia adalah sebuah video game. Setelah kematian salah satu karakter tersebut, game tiba-tiba mengulang dirinya sendiri, dan Anda harus memulai segala sesuatunya dari awal kembali. Namun kali ini, tidak ada lagi karakter yang baru saja gantung diri di Playthrough sebelummya. Tidak pernah ada pembicaraan soal karakter ini, tidak pernah ada wujud visual yang ia tampakkan, dan Anda sendiri, seolah tidak pernah mengingat bahwa ia pernah menemani hari-hari Anda. Seperti sebuah topan besar kewarasan yang menerjang, Anda dibombardir dengan keanehan di berbagai sudut. Mata topan yang menarik Anda masuk ini mulai membuat Doki Doki Literature Club tidak lagi “menyenangkan”.
Yang Anda temukan adalah sebuah game horror yang sadar soal eksistensi dirinya sendiri, yang sadar bahwa ia tidak lebih dari sebuah simulasi “pacaran” yang membuat Anda sebagai seorang karakter utama yang selalu dikejar-kejar, yang sadar soal menjadikan glitch dan bug sebagai bagian dari konten horror yang siap untuk membuat jantung Anda terus berburu kencang, apalagi jika Anda menikmatinya dengan kualitas audio yang mantap. Ini adalah sebuah game horror yang berhasil membungkus dirinya sebagai sebuah game visual novel yang manis. Sebuah game yang begitu cerdasnya, ia berhasil menipu siapapun yang baru hendak masuk ke dalam produk cuma-cuma yang satu ini.


Kerennya? Semua ketakutan ini muncul dari desain yang menabrak dinding keempat, bahwa si game berusaha berkomunikasi dengan Anda di dunia nyata, bukan pada karakter “pria disukai wanita” yang tengah Anda cicipi. Glitch mulai terjadi, bahasa pemrograman yang aneh keluar di layar, dan salah satu karakter bahkan bisa berdiri melampaui baris teks pembicaraan yang ada. Kematian, pembunuhan, usaha untuk menghilangkan eksistensi karakter menyeruak dengan visual yang siap untuk membuat Anda merasa mual. Sebagai contoh? Salah satu twist bahkan menabrak fakta bahwa ia adalah sebuah game visual novel dengan animasi yang terbatas. Tiba-tiba seorang karakter mulai menghujamkan pisau ke tubuhnya sendiri. Dan Anda tidak akan bisa pindah dari scene tersebut atau menggantinya, dan berakhir harus menunggu selama 7 hari (dalam game) yang penuh dengan bahasa-bahasa absurd yang tidak bisa dimengerti untuk bergerak ke event selanjutnya.



Anda mengira itu sudah keren? Doki Doki Literature Club masuk ke level meta-game selanjutnya. Bahwa tidak sekedar in-game saja, Anda juga punya kebebasan untuk mengotak-ngatik file di directory mereka untuk mengubah atau memodifikasi konten yang ada. Anda misalnya, bisa menghapus data seorang karakter dari directory, dan game pun akan merespon pada fakta bahwa karakter ini tidak pernah “eksis”. Ada begitu banyak kombinasi, ada begitu banyak trigger, ada begitu banyak konsekuensi yang bisa terjadi. Bahkan, game ini mengenali jika Anda tengah melakukan sesi live-streaming dengan program seperti OBS atau X-Split, dengan menawarkan tambahan konten kejutan tambahan. Banyak gamer yang juga berusaha mengintip apa yang sebenarnya disuntikkan oleh sang developer, dan si game bahkan “menitipkan” pesan khusus untuk gamer-gamer “nakal” ini. Beberapa variasi strategi untuk mengubah cerita akhir juga akan dikenali dan direspon oleh si game, terutama strategi melakukan save-load misalnya.

Hasil akhirnya, adalah sebuah game horror yang cerdas. Sebuah game yang tidak hanya sekedar menawarkan tema gore atau sekedar kompleksitas karakter yang berat, tetapi yang menciptakan terror “khusus” lewat hancurnya dinding keempat yang ia bawa bersama dengan semua jump-scare yang ada. Ini adalah sebuah game horror yang mengenali dirinya adalah sebuah video game, kapan lagi Anda akan menemukan konsep game seperti ini? Percaya atau tidak. Sebuah pengalaman yang akan meninggalkan kesan kuat jika Anda menjajalnya, tanpa pernah mengetahui apa yang akan Anda temui.
RAW Screenshot

























