Review Assassin’s Creed Origins: Kembali dengan Kekuatan Penuh!
Masa Depan

Apa bagian tersulit untuk menjelaskan apa itu Assassin’s Creed ketika berbicara dengan gamer yang tak terlalu familiar dengannya, setidaknya di tiga seri pertama? Membicarakan Animus. Dengan fokus cerita yang memang lebih menitikberatkan pada petualangan di peradaban masa lampau, berusaha menjelaskan siapa itu Desmond Miles yang jelas-jelas merupakan karakter yang hidup di era modern serta asosiasinya dengan permainan memang jadi kerepotan tersendiri. Anda harus menjelaskan apa itu Animus dan bagaimana cara ia bekerja, menggali siapa sebenarnya karakter “utama” Assassin’s Creed yang sebenarnya. Desmond selalu menjadi karakter sentral dan identitas kerumitan cerita AC itu sendiri.


Namun setelah ia mati sebagai “Mesias” di seri ketiga dengan keberhasilan mencegah The Great Catastrophe yang hampir menghancurkan bumi, Ubisoft seolah “bingung” untuk bergerak dengan menggunakan plot masa depannya ini sendiri. Tidak lagi seperti tiga seri pertama dimana Anda bisa menikmati cerita Desmond sebagai fokus, bahkan memainkannya dalam cita rasa aksi di beberapa titik, porsi masa depan ini pelan tapi pasti, mulai terkikis. Pembicaraan menjadi lebih minim, termasuk soal sosok Desmond itu sendiri. Jika Anda termasuk gamer yang cukup kecewa dengan pendekatan tersebut, Anda akan senang dengan apa yang kembali dibawa Origins ke dalam cerita.

Benar sekali, porsi masa depan tersebut ke dalam format interaktif seperti layaknya ketika Anda mengendalikan Desmond di masa lalu. Bedanya? Anda kini menggunakan karakter wanita baru bernama Layla yang berhasil mengembangkan sebuah Animus Portable yang bisa digunakan tidak hanya untuk mengakses memori leluhurnya saja, tetapi semua anggota Assassin dari beragam region manapun yang ia inginkan. Menariknya lagi? Pembicaraan soal Desmond dan First Civilization menjadi lebih frekuentif dengan konten yang juga, menjadi lebih solid. Bahwa untuk waktu yang begitu lama, persaingan dan perjuangan melawan Abstergo – perusahaan di belakang Animus kini mulai menjadi sesuatu yang kembali didengungkan. Apakah kita akan menemukan kesimpulan yang selama ini kita cari dari garis cerita ini? Walaupun tidak bisa dipastikan saat ini, namun arahnya sendiri terlihat menjanjikan.
Kesimpulan

Datang dengan rasa skeptis, dan keluar dengan kepuasan yang luar biasa, inilah pengalaman yang kami dapatkan dengan Assassin’s Creed Origins. Bahwa waktu istirahat satu tahun yang ditawarkan Ubisoft untuk tim di balik seri Black Flag ini berhasil menghasilkan sebuah seri Assassin’s Creed yang siap untuk membuat Anda jatuh cinta kembali. Mesir dibangun dengan begitu indah, unik, dan berbeda, menggabungkan tidak hanya padang pasir dan Sungai Nil, tetapi juga peradaban yang terbangun dengan air jernih tersebut sebagai sumber kehidupan. Dunia super luasnya juga kini diisi dengan desain misi sampingan yang lebih baik dengan segudang aktivitas untuk diselesaikan atas nama reward yang menggoda. Bayek dan Aya juga berhasil tampil sebagai karakter yang menarik dan dalam, membuatnya pantas untuk menyandang predikat sebagai sumber dari organisasi Assassin itu sendiri.
Walaupun demikian, bukan berarti game ini hadir sempurna. Selain fakta bahwa game bisa berakhir terlalu mudah jika level Anda terlalu tinggi atau misi sampingan yang terasa repetitif, kami juga mempertanyakan pacing cerita yang cukup “berantakan” di akhir. Ketika cerita dibangun pelan soal The Order di jam-jam awal permainan yang meminta Anda menyusuri luasnya Mesir, ia justru berakhir diselesaikan dalam format lebih linear yang langsung membuka Anda begitu banyak jawaban misteri, solusi, dan ragam misi untuk menyelesaikannya begitu saja. Hasilnya adalah sebuah cerita yang cukup terasa anti-klimaks di akhir, dan gagal menawarkan sesuatu yang terasa menakjubkan, bertolak belakang dengan cerita-cerita di awal yang penuh dengan rasa amarah, rapuh, dan balas dendam.
Namun di luar kelemahan tersebut, Assassin’s Creed Origins adalah sebuah game Assassin’s Creed yang fantastis, sebuah seri yang cukup untuk membuat Anda yang sempat skeptis untuk jatuh cinta kembali. Jika kualitas seperti ini yang terus ditawarkan di seri-seri masa depan, maka bukan tak mungkin franchise “tahunan” Ubisoft ini akan menemukan masa keemasannya kembali, di balik sorak-sorai fans yang bergembira melihat arah ia menuju. Luar biasa!
Kelebihan

- Mesir yang indah
- Potret peradaban yang penuh aura mistis
- Gameplay ala action RPG
- Misi sampingan didesain dengan cerita solid dan cut-scene
- Senu sebagai penyedia informasi
- Karakter Bayek dan Aya
- Dunia luas yang penuh aktivitas
- Pertarungan melawan boss / mini-boss terasa intens
- Gore yang eksplisit
- Fokus cerita untuk era modern yang cukup menarik
- Sistem equipment dengan kelangkaan untuk ekstra motivasi untuk eksplorasi
Kekurangan

- Misi sampingan masih terasa repetitif
- Akhir cerita sedikit terasa anti-klimaks dengan pacing aneh
- Musuh menjadi terlalu mudah jika beda level terlalu tinggi
Cocok untuk gamer: pencinta game open-world, fans berat Assassin’s Creed
Tidak cocok untuk gamer: yang berharap sistem bertarung ala seri AC lawas, berharap sebuah seri yang benar-benar berbeda dan inovatif