Review Judgment: Atas Nama Kebenaran!
Sopan Santun

Seperti yang mereka implementasikan di Yakuza 6 dan Yakuza Kiwami 2, RGG kembali mengandalkan Dragon Engine sebagai basis untuk Judgment. Maka untuk Anda yang sempat mencicipi engine ini, sepertinya jelas apa yang ia tawarkan. Salah satu kekuatanya terletak pada detail wajah yang fantastis dengan gerak animasi tubuh manusia yang terasa lebih natural. Namun sebagai komprominya, detail karakter yang tidak penting seperti NPC atau sekedar tekstur lingkungan di sekitar tidak bisa dibilang memesona. Hal yang serupa juga terjadi di Judgment ini. Detail karakter terlihat mengagumkan, lebih banyak objek bisa dihancurkan saat bertarung, namun sekali lagi, tidak banyak hal berubah ditawarkan di Kamurocho yang masih tampil seperti yang bisa Anda prediksi.
Bahkan kami harus menyebut bahwa impresi Dragon Engine di Judgmnent ini tidak semengagumkan ketika kami pertama kali melihatnya di Yakuza 6: The Song of Life. Karena harus diakui, selain kemiripan sosok Takuya Kimura – aktor Jepang ternama yang memerankan sosok Yagami, hampir tidak karakter lain yang terasa hadir dengan detail memesona, baik dari tampilan wajah hingga kostum yang mereka usung. Namun sekali lagi, kesan ini juga bisa muncul karena fakta bahwa kami lebih mengenal lebih banyak aktor di balik karakter-karakter Yakuza 6 yang notabene datang dari dorama dan skit komedi ala Gaki No Tsukai daripada di Judgment. Namun secara garis besar, kami harus mengakui bahwa ada “kesenjangan” antara pesona Dragon Engine di Yakuza 6 dan Judgment itu sendiri. Berita baiknya? Engine ini tetap menawarkan animasi gerak dan tarung mengalir yang sama baiknya.


Salah satu hal yang cukup kami sayangkan dari Judgment adalah minimnya konten dewasa yang selama ini menjadi kunci daya tarik seri Yakuza selama ini. Tidak ada lagi integrasi film live-action dari aktris film dewasa Jepang favorit Anda, tidak ada lagi sistem kencan bersama hostess, tidak ada lagi mini-mini game yang mengarah ke sana. Yang Anda temukan adalah sebuah pengalaman yang lebih sopan, walaupun masih diisi dengan misi-misi sampingan super absurd penuh lelucon kotor di dalamnya.
Ini tentu saja langkah yang sangat disayangkan namun di sisi lain bisa dimengerti, mengingat sosok Yagami yang “lurus” tentu berbeda dengan Kiryu yang notabene merupakan anggota organisasi kriminal. “Kesopanan” yang diusung Judgment ini memang sejalan dengan apa yang hendak dipotret lewat kepribadian dan kompas moral karakter utamanya. Atau bisa saja, ada kontrak belakang layar oleh Takuya Kimura untuk tidak membuatnya berakhir punya citra mata keranjang setelah Judgment dirilis ke pasaran.
Berita baiknya, pendekatan khas seri Yakuza yang menawarkan cita rasa dramatis yang kental tetap dipertahankan di Judgment ini. Beberapa pertarungan yang Anda lewati, terutama saat melawan boss, tetap akan disuguhi dengan cut-scene animasi keren yang biasanya juga berakhir dengan QTE untuk menghasilkan ekstra damage ke lawan. Gerak lambat, animasi pertarungan lugas yang kini juga dikombinasikan dengan aksi kung-fu yang jadi basis serangan Yagami, hingga sekedar pengenalan karakter boss lewat font raksasa di awal pertarungan tetap dipertahankan di Judgment. Ia memang menyiratkan cita rasa Yakuza yang kental, namun kami sendiri melihatnya sebagai fitur yang memang pantas dipertahankan.



Sayangnya, tidak ada yang istimewa dari sisi musik. Berbeda dengan Yakuza yang masih menyisakan mini-game seperti karaoke yang memungkinkan voice actor-nya “bersenang-senang” dengan fitur ini di setiap seri, Judgment tidak menawarkannya. Tidak ada fitur karaoke untuk musik ataupun lagu yang bisa berakhir terbakar keras di otak Anda. Memang tema utamanya sendiri berhasil menetapkan atmosfer sebuah game detektif yang fantastis di awal ketika Anda memilih menu, namun itu satu-satunya aspek musik dari Judgment yang mungkin Anda ingat. Selebihnya? Tidak ada yang benar-benar bisa dibicarakan dan dijadikan sebagai daya tarik sama sekali. Kami juga merekomendasikan Anda untuk tetap menggunakan VA Jepang untuk sensasi yang lebih optimal.
Maka dari sisi presentasi, Dragon Engine tetap memperlihatkan taringnya sebagai engine fantastis dengan detail yang mengagumkan, terutama dari detail karakter yang diusung. Namun sayangnya, ada banyak hal yang “dibuang” atas nama karakterisasi yang lebih tepat. Di sisi lain, ini setidaknya membuat Judgment terasa berbeda dari Yakuza dan pelan tapi pasti, mengembangkan identitas uniknya sendiri.
Drama Kriminal Super Keren

Sudah sepantasnya sepertinya untuk menilai karya RGG tidak hanya dari sisi gameplay ataupun visual saja, tetapi juga cerita. Salah satu alasan mengapa Yakuza dicintai oleh para fans-nya bukan hanya karena konsep semi open-world dengan ragam aktivitas dan konten yang ia usung, tetapi saga Kazuma Kiryu yang tidak pernah membosankan. Bahwa kisah terkait organisasi kriminal ini bisa bergerak ke banyak arah yang tidak pernah Anda prediksikan sebelumnya. Bayangkan saja, di Yakuza 6 misalnya, semua cerita mengenai seorang anak tanpa ibu bisa berakhir dengan kapal rahasia militer Jepang yang dirahasiakan selama puluhan tahun. Kejeniusan yang sama tetap terjadi di Judgment.
Kita tentu saja tidak akan banyak berbicara soal cerita yang berpotensi untuk masuk ke ranah spoiler. Namun satu yang pasti, walaupun dibuka dengan pace cerita yang terhitung lambat di awal, Judgment menawarkan kualitas cerita yang sama luar biasanya. Hingga pada batas, kami tidak akan berkeberatan bahwa ceritanya akan didapatasikan menjadi seri drama kriminal Jepang atau bahkan barat, selama ia tidak banyak diubah.
Kemampuan RGG untuk memperkenalkan satu kasus demi satu kasus sebagai sebuah entitas terpisah dan kemudian menghubungkannya dengan benang merah yang tidak pernah Anda prediksikan sebelumnya akan menjadi salah satu motivasi mengapa Anda akan terus terdorong untuk melanjutkan kisah ceritanya yang tidak sulit menyentuh angka 30 jam. Ini adalah soal cerita pembunuh berantai yang ternyata punya asosiasi dengan obat pikun dan calon peraih hadiah Nobel Prize. Benar sekali, Anda tidak salah membacanya. Segila itu.


Satu hal yang pantas diapresiasi adalah komitmen RGG untuk membangun sebuah cerita yang memang lengkap. Tidak ada omong kosong untuk mempersiapkan sebuah seri sekuel di akhir dengan ending yang menggantung atau misteri yang tidak terjawab, misalnya. Semua kasus dan misteri yang dibangun sejak awal permainan akan punya resolusi di akhir yang terhitung memuaskan. RGG misalnya, tidak menjadikan “The Mole” sebagai musuh bebuyutan dari Yagami yang mungkin kisahnya akan terus berlanjut di masa depan. Anda akan diperkenalkan pada sosok “The Mole”, Anda akan mengetahui siapa itu “The Mole”, dan Anda akan punya resolusi cerita yang pantas untuknya. Sebuah langkah yang tentu saja, pantas untuk diapreasiasi. Hal yang tidak asing dengan RGG mengingat terlepas dari betapa banyak seri Yakuza dan benang merah cerita yang mengikatnya, setiap seri selalu hadir sebagai entitas cerita terpisah yang terasa lengkap.
Namun sayangnya, masalah klasik di seri Yakuza untuk sisi cerita tetap terbawa di Judgment ini. Terlepas dari fakta bahwa Anda berperan sebagai seorang detektif, hampir sebagian besar elemen cerita termasuk pengungkapan misteri besar sekalipun dilakukan dengan gaya eksposisi. Untuk Anda yang tidak familiar, eksposisi biasanya identik dengan satu atau dua karakter yang secara gamblang menjelaskjan kepada Anda detail cerita yang ada sebelum beralih ke chapter selanjutnya, alih-alih membiarkan Anda menerka, mengambil kesimpulan, atau bahkan memprediksi jalan cerita tersebut dengan gaya lebih elegan. Judgment masih terlibat dalam gaya cerita sama, yang di game detektif penuh misteri ini, terasa sedikit mengecewakan. Eksposisi seperti ini memang tidak lantas mencederai pengalaman atau kekuatan cerita, hanya saja membuang potensi penanganan yang seharusnya bisa lebih baik lagi.