10 Game Paling Mengecewakan di 2020!
-
Sword Art Online: Alicization Lycoris

Sempat mencicipinya di ajang Tokyo Game Show jauh sebelum hari rilis, kami termasuk gamer yang cukup optimis dengan Sword Art Online: Alicization Lycoris seiring dengan banyak informasi yang dibagi. Walaupun ia sedikit terasa kaku di sesi demo singkat tersebut, mengingat waktu rilis yang masih panjang, kami cukup optimis segala sesuatunya akan menyempurna di akhir. Namun yang terjadi? Sebuah game open-world RPG yang tidak paham hal-hal dan fitur apa saja yang dibutuhkan untuk membuat pengalaman dunia terbuka ini lebih nyaman. Walaupun sisi aksi RPG-nya cukup memuaskan dengan cerita bertema gelap yang solid berujung menemani desain karakter wanita yang fantastis, namun SAO: Alicization Lycoris tetap berujung jadi game action RPG open-world yag menjengkelkan. Sulit untuk menikmati game yang di hampir setiap sudut, menyimpan kekurangan dan kelemahan dari sisi fitur yang ada.
-
Predator: Hunting Grounds

Membangun sebuah game multiplayer asimetris memang bukan pekerjaan yang mudah. Salah satu kerepotan tertinggi yang harus dipikirkan adalah proses balancing, mengingat kenikmatan setiap pertempuran sangat bergantung pada satu player yang berperan sebagai “si monster” dan harus ditundukkan oleh player yang lain. Di atas kertas, mengingat tema yang diusung, Predator: Hunting Grounds seharusnya bisa dijadikan sebagai basis fantastis untuk game seperti ini. Namun yang terjadi? Sebuah game multiplayer dengan begitu banyak masalah teknis, proses balancing yang buruk, dan keseluruhan pengalaman yang kurang menyenangkan. Selalu ada mimpi sembari membayangkan apa yang bisa dicapai Predator: Hunting Grounds jika ia mendapatkan budget lebih besar dan ditangani oleh developer game AAA yang memang familiar dengan game FPS super populer. Ia jadi game dengan potensi besar yang gagal, memenuhi potensi tersebut.
-
Resident Evil 3 Remake

Setelah apa yang dicapai oleh Capcom dengan Resident Evil 2 Remake, antisipasi dan hype super tinggi memang mengitari pengumuman Resident Evil 3 Remake. Kita semuanya memahami bahwa pendekatan mekanik gameplay lebih modern lewat sudut kamera belakang bahu memang bekerja fantastis di game seperti ini, apalagi diperkuat dengan atmosfer yang tepat. Namun sayangnya, standar penilaian yang mengarah pada Resident Evil 2 Remake tersebut jadi bumerang tajam yang mematikan untuk Resident Evil 3 Remake.
Walaupun sensasi gameplay action-nya bisa diterima dengan tangan terbuka, banyak gamer yang kecewa dengan konten yang terasa begitu pendek. Banyak lokasi-lokasi dan monster dari seri original berakhir dipotong dari seri Remake ini, tanpa memperlihatkan batang hidungnya sama sekali. Yang lebih buruk lagi? Nemesis yang seharusnya jadi ancaman konstan di sepanjang permainan, kini berujung muncul hanya di momen-momen tertentu saja.
-
Brigandine: The Legend of Runersia

Rasa nostalgia yang terlalu kuat? Ataukah kualitas game yang memang berada di bawah standar? Bagi gamer yang mencintai seri Brigandine di Playstation pertama, kehadiran The Legend of Runersia yang meluncur pertama kali untuk Switch terlebih dahulu kini tampil bak buah simalakama. Di satu sisi, menggembirakan karena nama game ini mengemuka di industri game modern kembali.
Di sisi lain? Super mengecewakan karena ia gagal menawarkan cita rasa modern yang sepantasnya kita antisipasi dari sebuah game strategi RPG seperti ini. Sisi cerita disajikan dalam bentuk artwork yang indah, namun gagal dibangun di atas racik cerita super mengalir yang seharusnya, apalagi saat Anda berhasil menguasai dan menghancurkan kerajaan lain. Framerate rendah di awal rilis versi Switch, unit tanpa presentasi visual penuh detail, dan minimnya fitur standar game strategi yang seharusnya membuat Runersia terasa seperti game tua dengan skin game baru.