Menjajal Diablo II: Resurrected (Technical Alpha): Bagai Bumi Langit!
Bisa Berasa Tua

Salah satu alasan lain mengapa Diablo II: Resurrected memang masih lebih pantas disebut sebagai “Remaster” daripada Remake juga datang dari keputusan Blizzard untuk mempertahankan begitu banyak elemen lawas yang secara mengejutkan, tidak mendapatkan banyak perubahan di sini. Ini bisa jadi nilai plus atau minus, tergantung dari kacamata siapa ia dipandang. Sebagai contoh? UI. Proses management items masih serupa dengan seri original, dengan bentuk UI yang sama pula. Ini berarti, proses melakukan drop dan drag tetap harus dilakukan untuk tidak hanya mengatur posisi item dalam tas agar bisa memuat lebih banyak barang di masa depan, atau sekadar menyusun barisan item penyembuh untuk digunakan secara instan.
Pendekatan super lawas ini juga tetap dipertahankan Diablo II: Resurrected untuk sesi gameplay-nya itu sendiri. Bahwa sepertinya menjadi keputusan Blizzard untuk menawarkan apa yang ditawarkan oleh Diablo II original, alih-alih membuatnya sedikit beradaptasi dengan pendekatan ala Diablo III atau game RPG isometrik yang lain. Pendekatan seperti ini memang bisa berujung membuat gamer-gamer pendatang baru berujung frustrasi, apalagi jika mereka lebih terbiasa dengan game action RPG isometrik yang lebih modern.
Hal sesederhana sistem serang misalnya, yang alih-alih seperti halnya game isometrik modern yang lebih action, tetap mengharuskan Anda untuk mengarahkan kursor dan menekan musuh mana yang hendak Anda serang. Masih belum cukup usang? Diablo II: Resurrected tetap hanya menyediakan “hanya” dua tombol – klik kiri dan klik kanan yang bisa Anda ganti dengan skill yang sudah Anda dapatkan. Ini berarti untuk karakter seperti Sorceress misalnya, Anda hanya bisa menggunakan satu atau dua magic dalam sekali waktu dan butuh menggantinya secara manual jika Anda ingin mengakses magic lain yang baru Anda buka. Ini juga diikuti dengan gerak karakter nan lambat dan terbatas, yang akan terasa pada saat Anda hendak lari dari kejaran musuh atau boss misalnya. Anda memang bisa menggonta-ganti skill ini dengan cepat via tombol “F-key”, namun tetap butuh klik kiri-kanan untuk mengaksesnya.


Walaupun demikian, ada pula pendekatan lawas yang kami sambut dengan terbuka. Sebagai seri yang masih lebih dominan “rasa” RPG-nya daripada rasa action-nya, pendekatan lawas seperti pohon skill yang begitu luwes dan distribusi point untuk beragam atribut yang akan mempengaruhi kekuatan karakter juga tetap dipertahankan di seri remaster ini. Sepertinya sudah cukup lama kami tidak menemukan game RPG isometrik yang memberikan ruang leluasa bagi Anda untuk menentukan apakah Anda ingin berfokus untuk terus memperkuat magic yang sering Anda gunakan, ataukah Anda lebih tertarik untuk menambahkan lebih banyak varian magic yang bisa Anda akses. Ada kepuasan tersendiri setiap kali Anda melihat karakter Anda naik level di Diablo II: Resurrected, seperti halnya di seri original.
Ingat, pendekatan lawas ini juga berujung membuat beberapa aspek gameplay lebih modern lain, seperti sistem loot misalnya, juga tidak akan terasa se-modern banyak game saat ini. Di Diablo II: Ressurrected, seperti halnya di seri original, menundukkan boss, mini-boss, atau jenis musuh istimewa di dalam dungeon tidak akan selalu menghadiahi Anda lebih banyak equipment atau senjata yang lebih baik dan langka. Terkadang, pertarungan susah payah yang Anda lewati bisa saja berujung hanya menjatuhkan beberapa health dan mana potion saja. Loot yang jatuh juga bisa jadi ditujukan untuk kelas lain yang tidak tengah Anda gunakan, tidak seperti halnya game-game loot shooter modern saat ini. Berita baiknya? Setidaknya loot yang tidak bisa digunakan kelas Anda tersebut bisa Anda setor ke Shared Stash hingga bisa digunakan karakter Anda yang lain jika memang dibutuhkan.

Dengan semua kombinasi ini, ada rasa apresiasi dan kekhawatiran di saat yang sama saat membicarakan pendekatan Blizzard untuk Diablo II: Resurrected, terutama untuk urusan gameplay. Untuk gamer-gamer yang sempat mencicipi Diablo II original di masa lalu, keputusan untuk mempertahankan semua hal lawasnya di hampir semua elemen gameplay adalah “surga”, apalagi untuk mereka yang sudah merindukkannya sejak Diablo III. Bagi gamer-gamer muda yang lebih terbiasa dengan RPG isometris yang punya cita rasa action lebih kental dengan banyak fitur modern, seperti indikator lokasi objektif misalnya, ini bisa jadi game yang terlihat modern namun terasa usang. Blizzard kelihatan kesulitan untuk menyeimbangkan keduanya, setidaknya di Technical Alpha yang kami coba.
Diablo II: Resurrected, Pantaskah Diantisipasi?

Sebagai gamer yang mencintai pengalaman kami bersama Diablo II original di masa lalu, masa Technical Alpha yang diselenggarakan Diablo II: Resurrected ini berhasil menyakinkan satu hal – bahwa ini akan menjadi proyek yang siap memuaskan apa yang kami inginkan dan kami butuhkan. Sebuah game yang menawarkan pengalaman Diablo II dalam format visual yang lebih modern, sembari mempertahankan “kekakuan” dan “kejadulan” yang meninggalkan kesan dan kepuasan RPG isometris yang mendalam. Pertanyaan selanjutnya, apakah hal yang sama akan dirasakan oleh gamer pendatang baru atau tidak? Itu akan jadi tantangan yang butuh dijawab oleh Blizzard.
Diablo II: Resurrected sendiri rencananya akan dirilis di tahun 2021 ini juga, masih tanpa tanggal pasti, untuk Playstation 4, Playstation 5, Xbox One, Xbox Series, dan tentu saja – PC. Bagaimana dengan Anda? Berapa banyak dari Anda yang menantikan seri ini?