Review As Dusk Falls: Ini Baru Game Drama Berkualitas!
Visual yang Unik

Salah satu daya tarik utama yang sepertinya akan langsung menarik hati banyak gamer di awal adalah keputusan visual yang diambil oleh As Dusk Falls. Alih-alih seperti Quantic atau Supermassive Games yang datang dengan model 3D gila-gilaan yang harus diakui tampil kian realistis di setiap seri terbaru, As Dusk Falls memanfaatkan aktor-aktor dunia nyata sebagai basis. Namun tidak serta merta membuat mereka “hidup” seperti film, lewat teknik bernama rotoscoping, mereka diterjemahkan menjadi karakter-karakter 2D yang bergerak layaknya sebuah komik, dimana scene bergerak dalam bentuk potongan-potongan dan bukan sesuatu yang berkelanjutan.
Pendekatan ini ternyata berujung berhasil membuat As Dusk Falls tidak hanya tampil unik saja, tetapi juga hadir sebagai drama yang solid. Mengapa? Karena walaupun pergerakan mereka disajikan sepotong-sepotong, semua adegan yang signifikan dan penting tetap hadir di sana dengan elemen dramatis, baik dari ekspresi wajah karakter yang disajikan jelas dan baik ataupun lewat ragam efek tata cahaya yang ternyata juga berpengaruh pada si model 2D karakter-karakter ini. Walaupun harus diakui, dunia 3D yang jadi latar setiap aksi ini terkadang datang dengan model resolusi rendah yang cukup membuat mata Anda terdistraksi.


Anda juga tidak akan bisa meracik sebuah cerita interaktif yang mumpuni tanpa kemampuan para aktor untuk memerankan karakter mereka. Di AS Dusk Falls yang notabene bergerak menggunakan potongan scene, Anda tentu saja tidak akan melihat mulut-mulut karakter ini bergerak atau berekspresi secara real-time. Namun selalu ada scene dimana mulut karakter terbuka dengan pergantian ekspresi untuk membantu mewakili ekspresi emosi apapun yang keluar lewat kalimat yang disuarakan oleh setiap voice actor / voice actress yang ada. Untuk urusan ini, mereka melakukanya sempurna. Scene-scene emosional berhasil “dilahap” sembari memastikan bahwa kepribadian tiap karakter ini tetap mengakar pada apa yang kita kenal sejak awal permainan.
Sementara untuk urusan musik, selain lagu tema yang mengalun di awal, As Dusk Falls memang tak banyak menjadikannya sebagai highlight. Untungnya ia terhitung berada dalam kapasitas yang seharusnya, dimana ia akan membantu Anda membangun atmosfer tanpa mencuri perhatian dari apa yang Anda lihat di layar. Beragam suara efek yang seharusnya ada, terlepas dari pergerakan scene berbentuk potongan, dari sekadar bunyi kursi yang bergeser, tembakan, hingga sirine polisi akan tetap tersedia di timing yang tepat dan membuat setiap gambar yang Anda nikmati, terasa hidup.
Keunikan gaya presentasi visual As Dusk Falls yang diikuti dengan alur berbasis potongan scene ala komik tidak lantas merenggut keasyikan cerita sebagai sebuah game interactive story. Keputusan ini tetap membuatnya terasa, terlihat, dan terdengar solid dan memuaskan di saat yang sama.
Selayaknya Game Cerita Interaktif

Terlepas dari keunikan presentasi yang ia tawarkan, As Dusk Falls datang dengan gameplay interactive story pada umumnya, yang sepertinya sudah familiar untuk Anda yang sempat mencicipi game-game racikan Quantic Dreams atau Supermassive Games. Bedanya? As Dusk Falls datang tanpa aksi berjalan-jalan yang biasanya harus Anda kendalikan secara manual. Cerita As Dusk Falls akan mengalir seperti layaknya film, dimana interaktivitas hanya datang dari kebutuhan untuk memilih opsi dan QTE saja. Sejujurnya, bagi kami ini adalah keputusan yang pantas diacungi jempol. Karena harus diakui, aksi berjalan-jalan di game dua developer yang lain ini seringkali mengacaukan pacing cerita atau berujung pada kesibukan yang tak terasa terbayar sepadan dengan waktu yang Anda habiskan.


Maka sebagian besar waktu Anda dengan As Dusk Falls adalah menikmati scene demi scene yang muncul di layar, dan kemudian bereaksi ketika Anda diminta. Reaksi ini bisa dari sekadar memilih opsi reaksi yang disediakan di layar, dengan beberapa di antaranya juga memiliki limitasi waktu tersendiri. Anda juga terkadang diminta untuk mengeksekusi barisan QTE sederhana untuk mensimulasikan aksi yang diambil oleh si karakter, baik ketika bergerak menghindari serangan, berusaha menyongkel kunci mobil curian, hingga memijat wanita yang Anda cintai. Di As Dusk Falls, diam / absen memilih sayangnya bukan opsi. Jika Anda membiarkan waktu habis, game akan secara otomatis memilihkan opsi terbaik menurut cerita.
Dengan semua situasi dimana Anda harus memilih, As Dusk Falls tetap akan memastikan bahwa Anda tahu dan waspada bahwa beberapa keputusan ini akan mempengaruhi cerita secara signifikan dan bukan sekadar memicu respon alternatif, misalnya. Beberapa situasi ini akan memunculkan kata “CROSSROAD” di atas layar untuk mendefinisikan momen-momen tersebut, yang benar-benar akan melahirkan cabang cerita baru. Ia bisa berujung membawa cerita ke arah berbeda, menentukan apakah karakter tertentu akan hidup atau mati, hingga memperburuk atau justru membuat situasi yang ada lebih baik. Berita baiknya? CROSSROAD biasanya datang dengan timing pilih cukup panjang. Anda tidak akan bertemu dengan QTE atau opsi kejutan dengan timing pendek yang butuh waktu reflek cepat ala game racikan Supermassive misalnya, yang seringkali berujung menyebalkan.


Maka dengan berakhirnya setiap chapter yang ada, Anda juga akan diberikan kesempatan untuk memeriksa garis cerita yang Anda pilih. Berbentuk barisan scene yang mudah untuk dimengerti dan dipahami, Anda bisa melihat cabang cerita apa saja yang tidak terpicu di jalan cerita yang Anda lalui serta membandingkan keputusan Anda dengan keputusan rata-rata yang diambil gamer lain secara global.
Dari sisi gameplay, As Dusk Falls memang tidak datang dengan ambisi untuk membawa genre ini ke level yang baru. Ia akan terasa familiar bersama dengan mekanik yang cukup untuk memfasilitasi apa yang hendak disampaikan oleh si developer.