Review Mortal Kombat 1: Tetap, Mutilasi Adalah Solusi!
Penuh Darah, Tetap Indah

Sebelum kita bicara soal sisi presentasi, kami sepertinya perlu menggarisbawahi bahwa kami jelas tahu dan memahami masalah yang terjadi dengan Mortal Kombat 1 di versi Nintendo Switch yang bahkan berujung menjadi lelucon besar di internet. Mengingat kami tidak menjajal versi tersebut secara langsung dan review ini diambil dengan pengalaman kami di versi Playstation 5 yang jauh lebih “rapi” dan sempurna, bagian ini akan difokuskan hanya dari versi yang kami jajal saja. Versi yang datang dengan Mortal Kombat 1 yang “seharusnya”.
Mortal Kombat 1 berujung datang dengan sisi presentasi visual yang pantas untuk diacungi jempol, sekaligus mengukuhkan sebuah justifikasi yang tepat sasaran mengapa ia hanya menargetkan platform rilis (sekali lagi kita tidak membicarakan versi Switch) untuk generasi terkini saja. Ada begitu banyak detail yang menyeruak keluar, baik dari sekadar variasi desain kostum tiap karakter yang ada, bagaimana Anda bisa melihat perbedaan material yang membentuknya, desain stage dengan begitu banyak objek latar belakang nan dinamis yang ikut mendorong adrenalin bertarung Anda, hingga ragam animasi serangan yang bisa dieksekusi. Ia memang terasa seperti sebuah versi Mortal Kombat di level lebih tinggi dibandingkan seri sebelumnya.


Apresiasi tertinggi tentu saja pantas diarahkan pada keputusan Netherrealm Studios untuk tetap mempertahankan apa yang menjadi identitas Mortal Kombat selama ini – pertarungan penuh darah, mutilasi, dan brutalitas lugas tanpa menahan diri. Sama seperti seri-seri sebelumnya, baik dari serangan Fatal Blow dengan efek X-Ray yang akan memperlihatkan se-destruktif apa serangan-serangan fatal ini ke tulang dan organ tubuh Anda hingga Fatality yang bahkan siap membuat tubuh musuh berubah menjadi bubur merah nan kental, Mortal Kombat 1 masih menawarkan konten-konten tersebut di batas maksimal .Tidak ada kompromi, tidak menahan diri, seperti sebuah seri Mortal Kombat yang seharusnya.
Namun tentu saja, menjadi salah satu tumpuan dan gimmick utamanya, apresiasi juga pantas diarahkan pada seberapa kreatif-nya animasi Fatal Blow dan khususnya, Fatality yang bisa diakses oleh masing-masing karakter. Beberapa datang mengejutkan ketika bicara soal seberapa kreatifnya ia hadir, yang tentu saja berujung membuat senyum kami melebar dan hati kami puas. Melihat bagaimana Fire God Liu Kang kini bisa memanfaatkan lubang hitam yang terhitung berlebihan untuk sekadar “membersihkan” daging dan tulang musuhnya atau bagaimana Geras tetap bisa menggunakan konsep “waktu” dan loop sebagai bagian dari konsep serangan pemungkasnya membuat Mortal Kombat 1 terasa istimewa. Bahkan Fatality milik Johnny Cage misalnya, tetap terlihat kreatif, keren, dan kocak di saat yang sama.


Dengan aksi cipta ulang yang dilakukan Liu Kang, terlepas dari beberapa elemen yang bertahan dan familiar, hampir sebagian besar karakter yang Anda kenal kini juga berhadapan dengan aksi desain ulang untuk mendukung cerita tersebut. Kami dengan bahagia melaporkan bahwa kami termasuk gamer yang punya persepsi super positif dengan tampilan baru banyak karakter ini, dari sekadar yang datang dari klan Lin Kuei, Mileena dan Kitana, Sindel, hingga Shao Khan itu sendiri. Setiap tampilan karakter ini hadir cukup setia dengan timeline sebelumnya sembari menawarkan sebuah pendekatan baru yang membuatnya lebih menarik dan menyegarkan di saat yang sama.

Sementara dari sisi audio, baik dari sisi soundtrack ataupun efek suara “menjijikkan” yang datang dari organ internal yang tersebar atau sekadar kepala yang hancur berantakan, kesemuanya menjalankan tugasnya dengan baik. Proses reboot semesta ini juga tidak lantas langsung membuang semua hal yang ikonik dari elemen yang satu ini, misalnya dengan teriakan Scorpion yang tetap masih menggunakan teriakan “Get Over Here!” ketika menggunakan grappling andalannya. Satu-satunya kelemahan dari sisi yang satu ini? Megan Fox! Terlepas dari nama besarnya sebagai aktris yang sudah membintangi begitu banyak film Hollywood, performa Megan Fox sebagai pengisi suara Nitara dari Mortal Kombat 1 adalah sebuah hinaan. Ia datang datar, terkesan malas, dan paling parahnya – terasa punya kualitas yang beda kentara dibandingkan dengan performa VA-VA lainnya, terutama saat mereka berhadapan.
Earthrealm Bukan Lagi “Bintang”

Maka seperti pendekatan setidaknya beberapa seri terakhir Mortal Kombat sebelumnya pula, Mortal Kombat 1 juga datang dengan implementasi mode campaign terbaik di antara semua game fighting yang ada. Bahwa alih-alih “malas” dengan kombinasi sistem arcade lawas yang beberapa di game fighting bahkan sekadar diisi dengan gambar dua dimensi statis untuk menceritakan apa yang terjadi, Mortal Kombat 1 datang dengan pendekatan bak film Hollywood kelas tinggi untuk menyampaikan kisah yang ada. Ini berarti di sela-sela petarungan dan pertarungan yang terjadi jadi intisari pengalaman, Anda akan disuguhi dengan cut-scene super sinematik dengan VA solid, animasi gerak halus, dan ekspresi wajah yang detail di sana.
Yang membuat cerita Mortal Kombat 1 menarik, di luar fakta bahwa ia adalah sebuah timeline baru dibawah kreativitas Liu Kang, adalah fokusnya yang lebih dominan untuk menceritkan kisah Outworld daripada Earthrealm itu sendiri. Bahwa tidak seperti banyak seri sebelumnya dimana konflik selalu difokuskan untuk diperlihatkan efeknya pada Earthrealm dan karakter-karakter yang membelanya, Mortal Kombat 1 berfokus pada Outworld yang “baru” di kepemimpinan Sindel yang kini jauh lebih bijak daripada potret-nya di game-game Mortal Kombat yang lain.


Posisinya sebagai reboot untuk kisah Mortal Kombat juga memberikan sang sisi campaign kesempatan untuk menyampaikan lagi kisah origin untuk beberapa karakter ikonik yang mungkin tidak sempat diceritakan di seri-seri sebelumnya. Anda kini diberikan kesempatan untuk memahami mengapa Mileena misalnya, memiliki ciri-ciri fisik yang mirip dengan Baraka. Anda kini memahami bagaimana posisi Quan Chi dalam lahirnya seorang Ermac dan siapa pula itu Ermac. Ia juga memberikan ruang bagi karakter-karakter dari klan Lin Kuei untuk memiliki konflik internalnya, yang berujung pada berubahnya posisi salah satu karakter ikonik. Kesempatan tersebut dimanfaatkan manis oleh Netherrealm Studios dan berujung solid untuk memperkuat dan memperkaya cerita yang ada.
Maka seperti seri sebelumnya pula, Anda akan menggunakan satu karakter spesifik di satu Chapter hingga ia berganti Chapter dengan karakter yang baru lain. Oleh karena itu, bergantung pada preferensi Anda, Anda mungkin bisa berujung “terjebak” dengan karakter yang punya gaya bermain jauh berbeda dengan Anda hingga chapter selanjutnya. Untungnya, cut-scene yang Anda nikmati tidak selalu hanya berisikan orang yang tengah bercakap-cakap saja, tetapi juga sisi aksi dengan koreografi yang pantas untuk diacungi jempol. Ini membuat sensasi “terjebak” yang ada menjadi jauh bisa lebih ditoleransi. Apalagi mode Campaign juga punya beberapa sesi mini-game “Test your Might” dimana Anda harus menekan tombol dengan cepat dan presisi di saat yang sama. Kerennya lagi? Alih-alih sekadar game over, Mortal Kombat 1 menyediakan scene dan sekuens khusus untuk memperlihatkan seberapa brutalnya konsekuensi yang harus dituai karakter Anda ketika gagal melakukannya.

Namun sekali lagi harus diakui, bahwa terlepas dari betapa kami menikmati gaya bercerita Mortal Kombat 1 yang sekali lagi datang dengan film kualitas tinggi, kami sendiri tidak bisa menyebut bahwa kualitas ceritanya sendiri memesona. Ada kesan memaksakan diri untuk membuat konsep “reboot” awal yang sebenarnya jauh lebih menarik dan solid menjadi sesuatu yang kembali membengkak dan terlalu rumit untuk sebuah seri game fighting. Apalagi ending cerita yang disajikan memberikan sebuah implikasi “percampuran karakter” yang semoga saja tidak lantas menjadi konsep dasar untuk seri Mortal Kombat selanjutnya yang tak bisa kami bayangkan akan berujung menjadi se-absurd apa.