JagatPlay: Wawancara dengan Takayuki Nakayama & Shuhei Matsumoto (Street Fighter 6)!

Setelah ragam kritik yang sempat menemani eksistensi Street Fighter 5 sebelumnya, apa yang berhasil dicapai Capcom dengan Street Fighter 6 juga berujung jadi sesuatu yang pantas untuk dirayakan. Pendekatan lebih anak muda lewat aksi graffiti yang menemani di awal teaser mungkin terasa sedikit canggung, namun berujung cocok lewat eksekusi manis di produk final. Lewat segudang mekanik baru yang ia usung, termasuk implementasi Modern Control untuk gamer-gamer pendatang baru, tidak mengherankan jika ia berujung memenangkan penghargaan sebagai game fighting terbaik di The Game Awards 2023 kemarin.
Kini satu tahun setelahnya, Street Fighter 6 justru kian tumbuh besar. Komitmen Capcom yang kini mulai menyuntikkan turnamen dengan hadiah sebesar USD 1 juta, konfirmasi kembalinya karakter ikonik seperti Akuma dan Bison sebagai konten DLC berbayar, hingga kedatangan karakter tamu penuh kejutan seperti Terry dan Mai dari Fatal Fury yang tak pernah terprediksi membuat suasana kian semarak. Kami sendiri sempat berbincang-bincang dengan dua otak Street Fighter 6 – Takayuki Nakayama dan Shuhei Matsumoto yang sepertinya jadi nahkoda yang sesuai dan pantas untuk game berbasis RE Engine ini. Tentu saja, interview ini juga dilakukan bersama dengan media Asia Tenggara yang lain. Lantas, insight seperti apa yang mereka tawarkan?

Kedua otak di balik Street Fighter 6 ini memahami dan mengerti tanggung jawab besar mereka untuk menawarkan sesuatu yang baru dari Street Fighter 6 sembari menghormati legacy yang sudah terbentuk. Bagi Nakayama, ambisinya tidak hanya terletak pada upaya untuk meracik game fighting kompetitif saja, tetapi juga sebuah game yang di matanya menyenangkan. Ini berarti mereka harus memikirkan beragam hal lain, seperti karakter dan cerita misalnya.
Melihat Terry dan Mai “menyeberang” dari dunia SNK ke Street Fighter 6 sebagai karakter tamu tentu saja jadi pemandangan menakjubkan tersendiri. Bagi keduanya, keputusan ini tidak datang “acak”. Ia juga didasarkan pada sejarah kedua game fighting ini. Banyak orang yang tidak tahu bahwa kreator original Street Fighter pertama adalah orang sama yang melahirkan Fatal Fury. Kedua kantor Capcom dan SNK juga berlokasi di Osaka, sehingga kedua tim ini sesungguhnya dekat dan berteman. Kebetulan kali ini mereka merasa ingin berkolaborasi dan berbagi rasa cinta mereka untuk kedua franchise untuk kedua basis fans yang ada.

Sementara di sebaliknya, kita juga akan melihat kehadiran Ken dan Chun-Li sebagai karakter tamu untuk Fatal Fury: City of Wolves di masa depan. Nakayama mengaku bahwa pilihan dan keputusan untuk mengambil Ken dan Chun-Li sepenuhnya datang dari SNK dan bukan mereka. Tugas Capcom di sini hanya memastikan kedua karakter ini tetap setia dengan akar Street Fighter mereka sembari tetap terasa cocok dengan dunia Fatal Fury itu sendiri.
Lantas, bagaimana dengan karakter-karakter klasik yang kembali dan tidak kembali? Bagaimana tim Street Fighter 6 menentukan siapa yang masuk ke dalam roster dan harus berujung absen? Keputusan tersebut dipastikan tidak diambil hanya karena faktor popularitas semata, tetapi lebih difokuskan pada karakter itu sendiri, termasuk timeline dan apakah mereka cocok dengan mekanik baru yang hendak mereka suntikkan.
Satu hal yang menarik juga selama satu tahun terakhir ini adalah lahirnya beragam turnamen untuk gamer kasual, yang bahkan melibatkan para konten kreator non-gaming dan Vtuber untuk Street Fighter 6. Matsumoto sendiri bahagia melihat popularitas Street Fighter 6 kini berhasil menggapai golongan yang sebelumnya tidak tersentuh budaya game fighting ini. Ia bahkan berharap bahwa fenomena ini terus menyebar dan meluas ke lebih banyak orang. Kerennya lagi? Matsumoto juga melihat bahwa para pemain pro juga ikut turun aktif sebagai coach untuk gamer-gamer casual ini, membuat dua golongan ini melebur di satu ruang yang sama.
Pentingnya pemain pro di game fighting kompetitif sekelas Street Fighter 6 tentu saja tidak bisa diabaikan begitu saja. Namun bagi proses pengembangan Street Fighter 6, keduanya setuju bahwa perannya tak sesignifikan yang dibayangkan publik. Tidak hanya karena timeline pengembangan biasanya tidak memungkinkan keduanya untuk bertukar pendapat, namun visi peracikan tim mereka selalu mengarah ke kalangan yang lebih luas. Bahwa alih-alih hanya menerima masukan dari para pro saja, mereka ingin mendengar apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh player secara umum, termasuk urusan bug dan glitch. Capcom juga mengaku terkejut bahwa popularitas Street Fighter 6 juga “meledak” di Asia dan Jepang ketika iterasi sebelumnya “hanya” besar di Amerika dan Eropa saja.

Lantas, bagaimana dengan karakter tamu di masa depan? Apakah kita akan melihat lebih banyak crossover dari franchise Capcom yang lain? Sayangnya, harapan tersebut langsung dikubur oleh kedua otak ini. Mereka secara terbuka mengaku bahwa jika ada kesempatan untuk membawa lebih banyak karakter utama dari semesta Capcom nantinya untuk Street Fighter 6, mereka tetap akan menjadikan karakter-karakter yang sudah eksis di semesta Street Fighter sebagai prioritas alih-alih “meminjam-nya” dari game Capcom yang lain. Mereka beralasan bahwa mereka terlalu mencintai franchise ini untuk berpaling ke franchise yang lain.
Street Fighter 6 sendiri saat ini sudah tersedia untuk Playstation 5, Xbox Series, dan tentu saja – PC. Bagaimana dengan Anda? Sudah terjun ke dalam game fighting yang satu ini?