Review Call of Duty – Ghosts: Awal yang Baru!
Masih Penuh dengan “WOW” Effect!

Berapa banyak seri Call of Duty yang sudah Anda mainkan sejak Call of Duty 4: Modern Warfare memperkenalkan cut-scene sinematik ala Hollywood yang luar biasa? Jika menghitung berdasarkan kebijakan rilis tahunan yang ada, maka ada lebih dari tujuh buah game Call of Duty yang mengusung konsep dan nilai jual yang sama. Dengan begitu banyak adegan sinematik yang sudah ditawarkan Infinity Ward dan Treyach, hampir tidak mungkin rasanya untuk menemukan kembali momen-momen yang cukup untuk membuat Anda terkejut dan terpukau. Bagaimana tidak? Selama tujuh tahun, Anda sudah menyaksikan perang dunia ketiga, invasi para drone ke Amerika Serikat, misi Sniping legendaris, ledakan bom atom, hingga kematian banyak karakter ikonik yang mengejutkan. Masih mampukah Call of Duty membuat Anda terkejut dan terkagum-kagum? Tidak bisa disangka, iya.
Entah mengapa, selalu ada sesuatu yang berbeda ketika Call of Duty ditangani oleh Infinity Ward daripada Treyach. Developer yang satu ini seolah tidak peduli dengan segudang fitur dan ragam mekanik baru yang mati-matian berusaha disuntikkan Treyach di Call of Duty: Black Ops II misalnya. Tidak hanya sekedar FPS, Treyach berusaha menyuntikkan mode strategy, tower defense, hingga multiple ending ke dalam seri tersebut. Berhasil atau tidak? Masih menimbulkan perdebatan panjang. Namun Infinity Ward hadir dengan apa yang membuat mereka dikenal selama ini – sebuah game FPS murni dengan kemampuan sinematik dan cerita tiada banding. Tidak ada tetek bengek seperti yang berusaha dilakukan Treyach, hanya sebuah game FPS ala Modern Warfare. Kesederhanaan yang masih mampu melahirkan efek “WOW” di Call of Duty: Ghosts.


Ada begitu banyak cut-scene dalam skala destruktif masif yang akan membuat Anda terpesona dan jatuh cinta, menghadirkan sensasi yang masih tetap menggugah. Fakta bahwa karakter seperti Logan dan Hesh didesain sebagai kakak adik juga menawarkan potensi keterlibatan secara emosional, terutama ketika seri-seri Ghosts terbaru meluncur di masa depan. Ledakan besar, slow motion, event yang tidak bisa diprediksi sebelumnya, kamera sinematik, dan voice acts yang tetap hidup membuat single player COD: Ghosts tetap memesona.


Namun bukan hanya sekedar cut-scene saja yang membuat pengalaman ini luar biasa, tetapi juga fakta bahwa Infinity Ward tidak pernah membatasi diri mereka untuk melemparkan ide-ide gila dan mengimplementasikannya ke dalam gameplay. Pertarungan bawah laut dengan detail gelembung kecil yang meluncur setiap kali Anda menembakkan senjata Anda serta ancaman ikan hiu yang begitu menakutkan hanyalah sebagian kecil dari nilai jual ini. Atau pesona yang ditawarkan oleh misi yang meminta Anda untuk menginfiltrasi gedung tinggi di kala malam, dalam kesunyina. Siapa yang pernah membayangkan sebuah pertempuran senjata api di luar angkasa, vakum tanpa gravitasi, dimana Anda bergerak bebas di tengah satelit yang hancur? Well, Infinity Ward did and it’s awesome!
Kesimpulan

Pernyataan bahwa Call of Duty adalah sebuah epitome untuk mode single player game-game bergenre FPS memang sulit untuk diganggu gugat. Terlepas dari usianya yang sudah mencapai lebih dari tujuh tahun dan mekanik gameplay yang tidak banyak berbeda di setiap serinya, game yang satu ini masih tetap mampu menawarkan kualitas yang pantas untuk diacungi jempol. Kualitas sinematik, variasi setting misi, hingga beragam cut-scene senimatik yang epik masih akan membuat Anda terpesona dan setuju bahwa seperti inilah sebuah mode single player FPS seharusnya dibuat. Namun di luar semua, Call of Duty: Ghosts hampir tidak menawarkan sesuatu yang baru.
Ada beberapa kelemahan yang pantas untuk dicatat, terlepas dari mekanik repetitif yang memang sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari sebuah game FPS. Salah satu yang cukup mengecewakan adalah mekanik kontrol kendaraan di misi yang terasa sangat arcade, seolah Infinity Ward tidak ingin ambil pusing untuk merepresentasikan feel tank atau helikopter yang lebih realistis. Rasanya seperti memainkan game klasik Army Men 3D zaman dulu, hanya saja dipermak ke dalam sudut pandang orang pertama. Gerak kendaraan terasa sangat licin tanpa hambatan, seolah angin dan permukaan jalan tidak memberikan feel apapun. Peran Riley yang ternyata tidak sebesar yang dibayangkan juga menjadi catatan tersendiri. Namun kelemahan paling besar? Terlepas dari semua ledakan dan perang bombastis yang ia tawarkan, Ghosts tetap terjebak pada desain plot yang sangat klise.
Namun terlepas dari semua kekurangan ini, COD: Ghosts masih mampu membuktikan diri sebagai game yang pantas untuk dijajal di mode single player, termasuk Anda yang mungkin sudah angkat tangan dan menyerah untuk mencicipi lagi franchise ini. Ghosts akan menjadi awal baru untuk sebuah cerita yang menarik untuk terus dieksploitasi di masa depan. Tidak sesempurna Modern Warfare pertama memang, namun ada ekspektasi dan ketertarikan tersendiri untuk mengikuti arah baru Ghosts ini. Kejutan apa lagi yang bisa mereka tawarkan setelah perang bawah laut dan luar angkasa untuk membuat gamer terpukau? Ini akan menjadi tugas yang berat bagi Infinity Ward.
Kelebihan

- Cut-scene sinematik yang tetap memesona
- Desain karakter dan voice acts jempolan
- Perang bawah laut dan luar angkasa yang terasa berbeda
Kekurangan

- Plot yang terasa klise
- Visualisasi yang tidak merepresentasikan kualitas next-gen
- Riley yang ternyata tidak berperan banyak dalam cerita
- Kontrol kendaraan yang jauh dari kata realistis
Cocok untuk gamer: penggemar military shooter yang epik, yang tidak suka dengan arah Treyach di Black Ops II
Tidak cocok untuk gamer: penggemar military shooter simulasi, gamer shooter yang menginginkan lingkungan yang bisa dihancurkan