Review Enemy Front: Di Bawah Standar!
FPS di Bawah Standar!

Ketika sebagian besar game FPS saat ini hadir dengan tema perang modern atau bahkan futuristik, kehadiran setting perang dunia kedua dari Enemy Front memang terasa seperti oase di padang gurun, apalagi untuk Anda yang ingin mencicipi kembali sensasi perang dunia kedua yang epik. Pengalaman yang ditawarkan juga berpotensi unik, mengingat fokus pertempuran yang mengeksploitasi kondisi perang di negara Eropa yang jarang ditawarkan video game seperti Norwegia dan Polandia. Namun sayang seribu sayang, semua keunikan identitas ini seolah langsung teranulir langsung ketika melihat jalinan cerita yang berusaha ditawarkan CI Games. Bayangkan, di tengah benua Eropa, di sebuah negara yang jarang dipilih oleh developer, karakter utama yang ditawarkan tetap seorang warga Amerika Serikat. Keputusan yang sangat tidak logis.


Sementara di sisi gameplay, untuk sebuah game yang mengambil genre FPS, memang sedikit tidak adil untuk menuntut inovasi yang signifikan dari Enemy Front. Seperti game-game bergenre serupa, sebagian besar perjalanan Anda memang akan didominasi oleh bergerak dari satu titik ke titik lainnya, membunuh semua musuh yang Anda temui, serta melakukan berbagai objektif yang bisa dieksekusi dengan tombol yang super sederhana. Namun berbeda dengan game Corridor Shooter ala COD yang mengambil ruang sempit, Enemy Front mengintegrasikan dunia yang lebih terbuka untuk dieksploitasi. Misi yang harus diselesaikan sudah ditentukan, namun metode untuk mencapainya diserahkan kepada Anda sendiri. Anda bisa berperang terbuka dengan beragam senjata yang ada, atau bermain secara stealth.
Lantas, apa yang membuat kami menyimpulkannya sebagai sebuah game FPS di bawah standar? Jika harus diselediki, masalah terbesar Enemy Front terletak pada kualitas AI yang luar biasa buruk, bahkan untuk standar sebuah game FPS sekalipun. Jika Anda merasa semua pasukan musuh yang Anda temui di game seperti Call of Duty dan Battlefield sudah terasa cukup “bodoh” dan sama sekali tidak menantang, Enemy Front bahkan jauh lebih buruk. Daripada AI, mereka seperti boneka raksasa yang tugasnya menembak Anda di ruang terbuka dan sebisa mungkin menangkap muntahan peluru senjata Anda dengan mudah. Ketika berlindung di belakang kotak, kepala mereka akan terlihat jelas untuk Anda tembak. Akurasi tembakan mereka juga bervariasi dan sulit untuk diprediksi. Terkadang Anda bisa sekedar berlari dan mengabaikan mereka, dan tetap selamat hingga tujuan tanpa kekurangan satu apapun.



Permasalahan inilah yang kemudian menjadi akar untuk begitu banyak masalah lain, yang akhirnya membuat kualitas Enemy Front berada di level yang jauh di bawah standar. CI Games sendiri memang menyuntikkan kesempatan untuk bermain secara stealth, namun tidak terasa krusial jika melihat kualitas AI yang ada. Untuk apa Anda bermain super hati-hati dan menghabiskan lebih banyak waktu bermain diam-diam, jika AI yang ada tidak akan cukup pintar untuk membunuh Anda ketika berperang secara terbuka? Tidak ada gunanya menyentuh elemen stealthnya sama sekali jika berkaca pada hal ini. Sayang seribu sayang, permainan senjata di Enemy Front sendiri juga tidak banyak membantu. Anda memang dihadapkan pada sensasi game FPS arcade yang minim recoil, namun bukan pekerjaan mudah untuk menentukan apakah peluru yang Anda muntahkan sudah cukup untuk mengatasi ancaman yang ada atau tidak. Terkadang mereka tetap hidup tanpa alasan yang jelas, terkadang mereka tewas lebih cepat. Semua yang berada di Enemy Front, tidak konsisten.



CI Games sendiri memang berusaha menebus hal ini dengan menawarkan satu mekanisme yang cukup unik untuk sebuah game FPS. Tidak lagi sekedar bergerak secara linear, ada beberapa kesempatan dimana Anda diberi kesempatan untuk memilih satu dari dua jalan cerita yang ditawarkan, memberikan sedikit kesan bahwa Anda memiliki kebebasan untuk memperkuat peran Anda ketika bertempur melawan pasukan Nazi ini. Mekanik lain adalah hadirnya beragam side mission ketika Anda menempuh misi utama, yang biasanya berkisar membersihkan area dari pasukan Nazi atau sekedar menolong penduduk sipil yang ada – memberikan ekstra kesibukan untuk dilakukan. Berhasilkah kedua elemen ini membantu impresi yang lebih baik terhadap Enemy Front? Sayangnya tidak. Berapapun side mission yang Anda lakukan atau misi utama yang Anda pilih, Enemy Front selalu berakhir di ujung cerita yang sama. So, what’s the point?
Yang ada, Anda justru berhadapan dengan lebih banyak cacat desain gameplay yang akan seringkali Anda temukan di sepanjang perjalanan, dan terkadang – menghasilkan emosi kesal tersendiri. Salah satunya adalah bug atau glitch yang seringkali ditemui dan menghambat perjalanan Anda. Kami sendiri sempat menjadi korban untuk kasus seperti ini. Berhasil membersihkan sebagian besar pasukan Nazi di area tertentu, kami terus menerima tembakan dari arah tertentu, dan terus menerima damage. Bingung dengan arah tembakan yang tidak memperlihatkan wujud musuh sama sekali, kami akhirnya mendekati rumah terdekat sesuai indikator dalam radar yang memperlihatkan posisi musuh. Namun bagaimana caranya seorang musuh di dalam rumah bisa menembak keluar tanpa adanya jendela? Ia juga tidak terlihat berdiri dan berlindung di depan pintu. Hasilnya? Sebuah glitch ternyata memungkinkan AI ini untuk memaksa moncong senjatanya menembus dinding rumah dan menembak kami dengan bebas. Dan ketika kami harus mati? Sistem checkpointnya yang tergolong cukup jauh, menjadi sumber frustrasi sendiri.


Menjadi salah satu game yang sudah diperkenalkan dan diantisipasi dari tahun 2011 yang silam, Enemy Front hadir dengan kualitas yang jauh berada di bawah ekspektasi yang selama ini dilayangkan kepadanya. Dangkal, tidak menarik, penuh dengan masalah, dengan tingkat AI yang begitu buruk, secara gameplay, ia sulit untuk dinikmati. Kualitas sama yang juga diperlihatkan aspek kosmetik yang lain.
Tekstur Resolusi Rendah

Untuk sebuah game yang sudah dikembangkan sejak tahun 2011 silam, apalagi dengan nama besar CryEngine yang menjadi engine pengembangannya, tentu tidak aneh jika kita mengharapkan Enemy Front akan hadir dengan kualitas visual yang cukup memanjakan mata. Apalagi ia dirilis di tengah tren industri game yang mulai beralih ke konsol generasi selanjutnya, yang sejauh ini memang terus menelurkan game-game dengan kualitas grafis yang menjanjikan. Namun sayangnya, seperti kualitas yang ia perlihatkan di gameplay, Enemy Front juga buruk di sisi visual.
CryEngine yang disuntikkan memang menghasilkan efek tata cahaya yang cukup menggugah, dan hanya itu saja. Di elemen visual yang lain, ia hancur berantakan, apalagi ketika membicarakan desain karakter atau sekedar tekstur yang melapisi dunia ini. Karakter terlihat seperti “mati”, dengan voice acts super datar yang sulit untuk dinikmati dan presentasi yang sangat klise. Dibalut dengan wajah tanpa ekspresi dan detail, Enemy Front bukanlah game yang bisa Anda nikmati dengan menggunakan sekedar orang penglihatan. Tekstur setiap objek yang Anda temui juga tidak kalah buruk, sangat tidak bisa dibandingkan dengan game-game yang dirilis dalam beberapa bulan terakhir ini.


Satu-satunya hal yang bisa dinikmati dari sisi visual adalah keberhasilan CI Games untuk menciptakan desain dunia yang menarik. Anda bisa merasakan atmosfer Eropa yang kentara, apalagi ketika salah satu misi membawa Anda ke wilayah pedesaan yang hijau. Hanya hal inilah yang bisa dibanggakan dari Enemy Front ini.