Review Transformers – Rise of the Dark Spark: Hambar!
Kekecewaan dari Menit Pertama

Apa yang paling Anda harapkan dari sebuah game teranyar? Jawaban yang paling sederhana tentu saja peningkatan kualitas visual, mengingat fakta bahwa developer diberikan waktu lebih banyak untuk mengoptimalkan engine yang sudah ada. Ekspektasi yang sama mengalir untuk Transformers: Rise of the Dark Spark ini, apalagi mengingat ia menjadi seri pertama yang dirilis untuk Playstation 4 dan Xbox One. Dengan semua potensi yang bisa ia eksploitasi, Activision dan Edge of Reality justru terkesan setengah-setengah mengembangkan game ini. Hampir tidak ada yang bisa dibanggakan dari sisi visual.


Seberapa jauh perbedaan kualitas grafis dibandingkan dengan Fall of Cybertron? Jawabannya, sama saja. Tidak ada peningkatan kualitas visual yang akan membuat Anda terpana, atau setidaknya membuatnya tampil sebagai game yang pantas untuk dirilis di platform generasi terbaru. Cybertron dibangun kembali menggunakan aset yang selama ini sudah ditawarkan oleh High Moon Studios, memberikan kesan familiar yang terlalu kentara, sampai-sampai tidak akan melihat ada desain visual yang inovatif di dalamnya. Sementara untuk dunia “baru” di masa depan yang divisualisasikan oleh Edge of Reality, bumi terlihat membosankan, kosong, dan gagal menawarkan atmosfer pertempuran masif yang tepat. Membingungkan memang.


Tidak hanya dari sisi desain yang terkesan malas, detail di sisi visual juga menjadi mimpi buruk tersendiri. Menggunakan engine yang sama dengan seri sebelumnya, tidak ada perbaikan signifikan di sisi detail atau beragam efek visual yang ditawarkan. Di beberapa bagian, Anda bahkan bisa melihat tekstur latar belakang yang bahkan terlihat seperti tidak di-render dengan baik. Sementara untuk Anda yang memainkannya di PC, seperti kami, Edge of Reality bahkan tidak ingin merepotkan diri untuk mengadaptasi sistem tutorial sesuai platform. Terlepas dari fakta Anda memainkannya di PC, beberapa tutorial dan menu in-game masih memperlihatkan tombol aksi kontroler Xbox 360. Cukup untuk membuat Anda bingung ketika diminta untuk melakukan aksi tertentu untuk pertama kalinya.
Hambar!

Jika ada satu hal yang bisa dibanggakan dari dua seri Transformers racikan High Moon Studios adalah fakta bahwa mereka mampu menghadirkan pengalaman sebuah game Transformers yang luar biasa, terlepas dari cita rasa gameplay third person shooter yang sebenarnya terhitung standar. Baik berperan sebagai Autobots maupun Decepticons, Anda akan beradu senjata untuk menghancurkan setiap musuh yang Anda hadapi seperti game shooter biasanya. Membidik, melemparkan peluru seefektif mungkin, memastikan diri selamat, dan beralih ke area selanjutnya. Sebuah rutinitas yang tetap dipertahankan oleh Transfomers: Rise of the Dark Spark ini.


Seperti seri sebelumnya, setiap karakter yang Anda miliki akan mengusung dua mode berbeda – Robot dan Vehicle Form, yang masing-masing hadir dengan load senjata yang berbeda. Bebas untuk mengakses dua mode ini dengan satu tombol sederhana, Anda bisa masuk ke dalam mode robot atau kendaraan untuk beradaptasi dengan kondisi pertempuran yang ada. Mode robot menghadirkan mobilitas vertikal yang lebih baik, sementara kendaraan seringkali mengusung senjata yang lebih kuat namun menjadi begitu rentan untuk menjadi sasaran serang. Edge of Reality tetap menghadirkan varian Autobots dan Decepticons yang cukup menarik perhatian dan bervariasi untuk digunakan, termasuk Grimlock dari versi Transfomers: Age of Extinction dan Sharpsot – Insecticon yang bisa berubah menjadi serangga besar yang mematikan. Sementara karakter lainnya tidak lagi terasa asing, karena sempat hadir di dua seri sebelumnya.
Permainan standar ini memang sedikit bervariasi lewat beberapa elemen gameplay ekstra yang disuntikkan, termasuk fakta bahwa selain mode kendaraan unik yang bisa Anda akses, setiap Transformers yang Anda gunakan juga bisa mengakses skill spesifik tersendiri ketika dibutuhkan dengan menggunakan sistem cooldown. Sebagai contoh? Soundwave yang bisa memanggil Laserbeak, Jazz yang bisa mengakses grappling hook, atau Optimus yang akan mengakses perisai besarnya ketika dipicu. Sayangnya, kekuatan khusus ini menjadi sesuatu yang esensial untuk terus digunakan, apalagi mengingat lemahnya AI musuh yang ditawarkan. Sedikit presisi tembakan dengan senjata yang memiliki efek kuat cukup untuk membasmi setiap musuh yang Anda temui, tanpa harus merasa terdesak dan menggunakan aset ini. Kesulitan untuk mengalahkan musuh yang lebih besar? Akan jauh lebih berguna untuk menggunakan mode kendaraan dan mengakses senjata yang lebih destruktif daripada mengakses kemampuan super ini.


Elemen yang lain adalah sistem level yang juga disuntikkan untuk memberikan sedikit sense of progress. Untuk setiap kenaikan level, Anda akan mendapatkan satu ekstra kotak yang akan memuat beragam item di dalamnya, dari sekedar senjata baru, akses terhadap upgrade senjata, hack, dan tech. Lewat sebuah terminal, Anda bisa mengganti equip senjata utama dan senjata besar yang digunakan karakter utama Anda sepanjang senjata tersebut sudah terbuka. Menggunakan Bumblebee dengan Cannon besar nan destruktif? Bukan masalah. Variasi diberikan juga via Hack – sebuah sistem perk yang akan memberikan Anda buff tertentu selama digunakan, yang biasanya juga dibayar dengan konsekuensi tertentu. Untuk memudahkan perjalanan Anda (yang sebenarnya sudah mudah), Anda juga dibekali dengan Tech yang tak ubahnya sistem consumable item, yang akan habis setelah digunakan.
Lantas apakah yang membuat Transfomers: Rise of the Dark Spark ini kami sebut menawarkan sensasi gameplay yang standar? Tentu saja, kita tidak tengah membicarakan mekanik yang diusung. Sedikit tidak adil untuk mengharapkan sebuah inovasi signifikan dari game third person shooter yang memang sudah terhitung matang. Lantas, apa alasannya? Fakta bahwa Edge of Reality tidak bisa mengeksploitasi sisi cerita seperti yang dilakukan oleh High Moon Studios. Seperti sedang menikmati sebuah film berbudget tinggi, High Moon Studios terkenal lewat kemampuannya membangun cerita dengan kecepatan yang tepat, mengganti sudut pandang dengan mulus, memproyeksikan karakter dan konfliknya dengan manis, dan menutupnya dengan sebuah klimaks yang cukup untuk membuat adrenalin Anda terpompa kencang. Sensasi inilah yang gagal ditawarkan oleh Edge of Reality. Dari awal hingga akhir, ia berjalan monoton, repetitif, dan sama sekali tidak menarik.


Hampir sebagian besar misi yang Anda lewati akan berkisar hanya soal menghancurkan gelombang pasukan musuh hingga batas tertentu atau bergerak mengaktifkan sesuatu yang posisinya tersebar di map, dan itu saja – tidak lebih. Tidak ada perasaan dramatis sekali, seperti tengah mengerjakan sesuatu yang tidak Anda sukai. Lompatan cerita dari sudut pandang Autobots dan Decepticons yang berjalan bergantian tidak cukup kuat untuk menyangga cerita yang sebenarnya terlampau klise dan minim konflik. Begitu juga dengan begitu banyak potensi lain, yang justru hadir begitu hambar, tanpa rasa. Apakah Anda termasuk gamer yang mengharapkan pertempuran epik Optimus dan Megatron, seperti seharusnya sebuah seri Transformers diciptakan? Bersiaplah kecewa.