JagatPlay NgeRacau: Video Game itu Biang Masalah!
Butuh Peran Lebih Besar
Sebenarnya buat mastiin kondisi gaming yang jauh lebih sehat, khususnya buat gamer yang masih enggak bisa bertanggung jawab atas diri sendiri, butuh peran yang lebih aktif dari dua pihak, sebagai penetap regulasi, atau pengawas.
Orang Tua

Sebagai unit masyarakat paling kecil dan berpengaruh langsung pada kehidupan gamer itu sendiri, peran orang tua yang lebih aktif udah pasti paling signifikan, buat mastiin efek negatif enggak ngaruh ke gamer itu sendiri. Salah satu yang paling jadi perhatian adalah kesesuain konten game dengan umur gamer sendiri. Di luar negeri, pembatasan siapa saja yang bisa nikmatin game-game tertentu jelas dan tidak bisa diakses oleh siapapun.
Namun sayangnya, hal berkebalikan justru terjadi di indonesia. Dengan sebagian besar game bajakan yang beredar tanpa rating umur yang jelas, dan petugas game centre yang biasanya cukup masa bodoh dengan jenis permainan yang dimainin oleh anak-anak, kita bertemu dengan gerombolan “bocah” yang seharusnya enggak boleh mainin game-game tertentu, seperti GTA atau Call of Duty, misalnya. Minimnya pengawasan pada aktivitas di sela-sela aktivitas gaming online yang isinya interaksi langsung dengan gamer lain juga jadi catatan sendiri. Kalau saja orang tua mau berperan lebih aktif, atau paling enggak memahami soal konten game dan interaksi yang berjalan di dalamnya, sekaligus memberikan perhatian lebih pada aktivitas anak, hampir semua efek negatif akan bisa terhindari. Tapi banyak orang yang justru lebih memilih sekedar marah tanpa memberi pengertian lebih jauh kepada anak, soal apa yang boleh atau enggak boleh dilakuin di hobi yang satu ini. Cara orang tua memperlakukan anak di rumah akan menghasilkan efek yang jauh lebih besar daripada yang bisa dilakukan video game terhadap anak itu sendiri.
Pemerintah

Kelalaian pemerintah untuk mengawasi peredaran video game, terutama mengingat masih begitu banyaknya game bajakan yang merajalela, juga jadi sumber masalah tersendiri. Hasilnya anak-anak yang seharusnya tidak pantas, jadi punya akses untuk beragam jenis video game, yang kontennya bisa memberikan pengaruh yang buruk bagi psikologis anak sendiri. Ketika negara lain seperti Jerman dan Australia secara terang-terangan melarang perederan game yang dianggap mengkampanyekan kekerasan, sebagai nilai jual utama, Indonesia terkesan tutup mata dan tidak peduli sama sekali. Solusi terbaik tentu aja bukan asal nge-ban membabi buta tanpa research lebih jauh, tetapi mastiin bahwa game yang tepat nyampe di kelompok usia yang tepat juga. Sesederhana itu.
Sesama Gamer

Karena kita yang lebih tahu, kita jugalah yang membantu mengawasi. Ada banyak genre dan batas umur game yang bertebaran di pasaran, jadi kita mastiin bahwa game yang tepat sampai di gamer yang tepat. Enggak cuman itu doank, sudah sepantasnya juga kita mengingatkan teman sesama gamer yang lain, untuk tidak menikmati hobi ini secara berlebihan, atau bahkan saling mendukung satu sama lain untuk identitas yang selama ini dipersepsi negatif oleh orang awam yang lain. Misalnya? Bikin gathering untuk memperluas lingkup pergaulan sosial walaupun masih berbagi hobi yang sama, mastiin gamer enggak lain masuk ke wilayah adiksi yang nyatanya udah enggak sehat, atau sekedar mengingatkan soal efek kesehatan yang mungkin muncul jika bermain terlalu lama tanpa memikirkan makan dan minum. Terdengar sepele memang, terlepas dari digubris atau kagak, yang penting kita sudah menjalankan tugas kita sebagai seorang teman, sesama gamer.
Pada akhirnya, video game itu punya efek positif dan negatif, dan itu enggak bisa disangkal. Bukan karena mentang-mentang kita gamer, terus hobi yang kita cintai mampus ini kagak ada celahnya, semuanya berjalan sempurna. Sesuatu yang berlebihan itu udah pasti enggak baik, begitu juga video game. Efek kesenangan, bikin mood lebih baik, dan ngehasilin beragam tingkat laku yang positif cuman bisa didapatkan kalau aktivitas ini dilakuin secara proporsional. Kalau udah mulai menyita sebagian besar waktu dan mulai mempengaruhi aktivitas lain yang seharusnya jauh lebih produktif, udah saatnya meminta bantuan.
Bagaimana dengan Anda sendiri? Selama kiprah Anda menyandang predikat sebagai seorang gamer, pernahkah Anda jatuh ke pusaran efek negatif yang dimunculkan oleh industri ini? Atau Anda lebih sering mendapatkan efek positif darinya?