Review Journey: Terasa Begitu Intim!
Gameplay yang Sebenarnya Sederhana

Secara gameplay, Journey memang bisa dibilang sangat sederhana. Kita bisa mengkategorikannya sebagai game platformer / adventure, dengan tujuan klasik – bergerak dari titik A ke titik B. Mengimplementasikan sedikit elemen open-world di dalamnya, dunia ditawarkan dalam format yang cukup terbuka. Tidak ada clue apa yang harus dilakukan, Anda harus mencari tahu sendiri bagaimana cara mencapai progress atau area selanjutnya. Namun biasanya, permainan kamera akan memberikan highlight pada tempat-tempat yang mungkin harus Anda perhatikan, seperti layaknya game-game platformer pada umumnya. Lantas, apa yang membuat Journey ini berbeda? Banyak hal.


Journey jelas menjadikan eksplorasi sebagai pondasi gameplay. Karakter Anda sama sekali tidak punya kemampuan untuk melawan balik. Tidak ada tombol serang, roll, dan sejenisnya – yang biasanya diasosiasikan dengan sebuah game action. Journey lebih difokuskan pada mencari cara untuk mencapai tempat selanjutnya, dengan tantangan yang umumnya mengakar pada posisi, sekuens puzzle, atau keterbatasan dari karakter utama yang Anda gunakan sendiri. Beberapa titik permainan memang membuat Anda harus berhadapan dengan musuh yang agresif, namun Anda tetap berada dalam posisi “damai”. Menghindar adalah satu-satunya cara untuk terus hidup.


Karakter utama Anda yang disebut juga sebagai “The Traveler” hadir dengan beberapa standar gerakan utama, tentu saja – selain berjalan melewati beragam terrain yang ada. Ia bisa melompat, dan juga bisa bersiul lemah ataupun kuat sebagai alat komunikasi dan solusi untuk puzzle yang ada. Namun, The Traveler sendiri hanya mampu mengeksekusi salah satu gerakan tersebut dalam jumlah yang terbatas. Anda memang bisa bersiul sebebas yang Anda inginkan, namun kemampuan melompat Anda akan sangat dibatasi. Indikator utamanya adalah syal yang berkibar setiap kali Anda bergerak. Setiap lompatan akan mengkonsumsi sebagian pola yang terdapat di kain yang memanjakan mata tersebut, yang ketika habis, akan menghilagkan kemampuan lompat Anda – yang juga berarti, hilangnya akses ke tempat yang lebih tinggi.

Walaupun demikian, tidak perlu khawatir. Di sepanjang permainan, Anda akan bertemu dengan banyak collectibles yang akan membantu perjalanan Anda. Anda bisa mencari seberkas cahaya yang biasanya tersembunyi baik untuk memperpanjang syal The Traveler Anda, yang sekaligus memungkinkannya untuk melayang lebih lama di udara. Anda juga bisa bertemu dengan barisan kain merah yang menari, dalam berbagai bentuk, untuk membuat pola di syal Anda kembali penuh. Menariknya lagi? Permainan Anda tidak hanya dibatasi di sana. Beberapa level akan membawa sedikit level dramatisasi di dalamnya, dari meminta Anda untuk berseluncur di atas pasir mengkilat, hingga bergerak melewati gunung es dengan terpaan angin yang mematikan. Terlepas dari pendeknya waktu gameplay yang ada, Journey tidak terasa membosankan sama sekali.
Multiplayer yang Terasa Intim!

Berkaca dari apa yang kami sebutkan di atas, Journey terdengar seperti game platformer pada umumnya yang sama sekali tidak istimewa. Menjelajahi sebuah dunia luas, tanpa kemampuan melawan, dan penuh collectibles yang menarik untuk membantu Anda melanjutkan perjalanan adalah sebuah format genre yang sangat standar. Lantas, mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah game yang terasa intim? Jawabannya, terletak pada multiplayer yang ia tawarkan.


Di tengah perjalanan Anda melewati padang pasir atau padang salju yang ada, tidak tertutup kemungkinan Anda akan bertemu dengan Traveler yang dikendalikan oleh player lain. Ia mungkin mengenakan pakaian merah, atau bahkan putih jika ia adalah seorang veteran. Menariknya lagi? Journey sama sekali tidak menyediakan informasi dan fasilitas apapun bagi Anda untuk berkomunikasi secara langsung. Anda tidak akan pernah mengenal siapa Traveler yang Anda jumpai ini, Anda tidak akan pernah bisa bertukar pesan atau kata-kata dengannya. Yang ada hanyalah Anda, dia, dan padang pasir luas yang menjadi “arena bermain” Anda sebelum ke area selanjutnya. Namun siapa yang menyangka, di tengah ketenangan dan kedamaian seperti ini, Anda justru lebih mampu membangun kedekatan emosional dengan Traveler lain yang Anda temui secara instan.
Acungan jempol untuk komunitas yang begitu sehat dan pro-aktif membuat Journey terasa sangat luar biasa. Hampir semua Traveler yang Anda temui akan membantu Anda jika mereka veteran, berusaha membantu Anda menemukan segala macam bentuk collectibles, rahasia, hingga achievement yang tidak pernah Anda kira ada sebelumnya. Beberapa bahkan akan membawa Anda melihat dunia ini dalam perspektif yang lebih lengkap. Bagian yang paling menarik adalah fakta bahwa semua kedekatan muncul tanpa media komunikasi sama sekali. Anda seolah hanya saling melihat lewat tubuh digital Anda, dan lewat tatapan mata, untuk percaya satu sama lain. Satu-satunya respon yang bisa Anda lemparkan hanyalah bunyi siul pendek / panjang dari tombol lingkaran. Itu saja.


Hasilnya? Sebuah pengalaman emosional yang luar biasa. Salah satu traveler yang kami temui di padang pasir, terus bersiul meminta perhatian. Kami pun berhenti dan melihatnya sebentar. Entah mengapa, kami seolah bisa mengerti pemintaan untuk mengikuti dirinya, terlepas dari absennya fasilitas untuk berkomunikasi seperti layaknya manusia. Ia mulai bergerak ke arah kebalikan dari apa yang kami tuju, memancing tanda tanya dan rasa penasaran, namun didasarkan pada rasa percaya yang kuat. Ia terus bergerak ke arah timur, melewati jejak gurun yang belum pernah kami lewati, dan berhenti di seuntai bunga gurun yang tersembunyi. Mendekati bunga tersebut, tiba-tiba kami mendapatkan pop-up achievement yang tidak kami perkirakan sebelumnya. Duduk bersama selama beberapa detik, ia kemudian menghilang. Tak ada kesempatan untuk mengucapkan terima kasih.
Berkomitmen untuk menyelesaikan game ini secepat mungkin, kami terus melanjutkan ziarah kami. Di tempat selanjutnya yang penuh dengan teka-teki yang membingungkan, kami bertemu dengan Traveler lain yang terlihat sudah veteran. Syal-nya terlihat jauh lebih panjang, mengindikasikan bahwa ia berhasil menemukan lebih banyak titik cahaya dibandingkan kami. Maka seperti saudara yang diangkat hanya dari sekedar anggukan, ia mulai membawa jalan. Ia terus berada di depan, tidak pernah sekalipun mengecewakan, dan dengan sabar menuntun kami ke dalam titik-titik cahaya untuk membuat syal kami lebih panjang. Di sinilah, kami mulai merasakan pengalaman multiplayer Journey yang mampu menghasilkan sensasi yang lebih intim.
Masuk ke dalam salah satu area yang dipenuhi dengan musuh agresif yang bisa menyerang Anda ketika salah langkah, Traveler yang menemani kami ini mulai bergerak hati-hati untuk menghindari deteksi yang ada. Sayangnya, kami yang newbie justru melakukan hal sebaliknya. Monster batu raksasa langsung memalingkan wajahnya ke kami, bergerak cepat untuk menyerang, sementara sang Traveler companion berada di jarak yang tidak terlalu jauh namun dalam posisi aman. Mengejutkannya, alih-alih membiarkan kami begitu saja, sang Traveler companion ini ternyata bergerak cepat ke depan dan mengorbankan dirinya sendiri. Semuanya untuk keselamatan kami. Syal-nya yang sudah panjang harus terpotong lebih dari setengah sebagai konsekuensi dari damage yang diterima, sementara syal kami – yang menjadi biang masalah – tetap panjang. Jujur saja, kami seolah terenyuh di sini.



Absennya sistem komunikasi membuat tidak ada permintaan maaf atau rasa menyesal yang bisa disampaikan oleh bahasa atau kata-kata. Frustrasi untuk meminta maaf, kami terus menekan tombol siul pendek – berulang-ulang, berusaha mengkomunikasikan bahwa kami sangat menyesal tidak hati-hati dan akhirnya berujung pada hilangnya setengah dari syal-nya yang panjang. Tombol siul itu terus ditekan, terus-menerus, membawa permintaan maaf kami. Si Traveler hanya terdiam sebentar, tenang, dan berdiri di tepat sebelah kami yang terus “berkicau”. Ia kemudian melemparkan beberapa kicauan balik dalam jeda tempo yang sama, terdiam, dan langsung bergerak, sembari terus melihat kami. Sebuah sinyal kuat ia ingin kami terus mengikutinya. Dalam sebuah dunia tanpa kata-kata, companionship yang mungkin sulit ditemukan di game multiplayer lain, tercipta begitu saja. Journey terasa begitu magis.
Maka kami terus bersama hingga akhir permainan, melewati semua proses dramatisasi “cerita” yang juga siap untuk menggodok emosi siapapun. Ia terus menjadi sebuah beacon yang kami ikuti. Ia bahkan tidak segan menunggu sembari melemparkan siul panjang sekali-kali, hanya untuk memastikan kami yang newbie ini tidak kehilangan arah kemana ia akan pergi – atau setidaknya berhenti untuk memperlihatkan collectibles yang lain. Di beberapa titik, kami saling mendekatkan diri untuk mengisi ulang kemampuan lompat syal atau sekedar menghangatkan tubuh ketika berada di terrain yang dingin. Semuanya dilakukan tanpa komunikasi sama sekali.


Jika ada satu game yang benar-benar berhasil membuat kami merasakan kedekatan emosional dengan orang asing yang bahkan belum pernah kami temui sekalipun, tanpa bicara, tanpa komunikasi, tanpa mempedulikan nama – latar belakang – ataupun informasi apapun soal sosoknya, Journey adalah yang pertama. Pengalaman multiplayer yang boleh dibilang, tidak bisa dibandingkan dengan game multiplayer manapun.