Review Until Dawn: Ketika Mati Adalah Pilihan!
Gameplay dengan Inovasi

Sebagai sebuah game interactive story, Anda tampaknya sudah bisa menebak garis besar mekanik gameplay seperti apa yang ditawarkan oleh Until Dawn. Benar sekali, sebagian besar waktu Anda akan dihabiskan dengan mengikuti gerak jalan karakter dalam satu garis lurus, memicu event, dan akhirnya memilih respon dan berhadapan dengan konsekuensi apapun yang terjadi, baik signifikan ataupun tidak. Rasanya hampir mustahil untuk menciptakan atmosfer sebuah film slasher tanpa kepingan sekuens aksi sama sekali. Maka mengikuti desain mainstream kebanyakan game bergenre sama, Until Dawn juga mengandalkan QTE untuk mencapai hal tersebut. Semua aksi Anda, baik ketika berlari dari kejaran sang psikopat, memanjat, atau sekedar berlari melewati rintangan semuanya akan ditentukan dari sekuens tombol yang harus ditekan. Gagal? Maka di beberapa titik, ia akan berakhir bencana.


Namun ada beberapa hal yang menarik dari konsep Until Dawn, terlepas dari betapa familiarnya mekanik yang ia tawarkan. Salah satu yang paling istimewa adalah implementasi fungsi gyro Dual Shock 4 yang pantas untuk diacungi jempol, bahkan layak untuk dijadikan standar optimalisasi untuk game-game bergenre horror di masa yang akan datang. Untuk merepresentasikan kondisi para karakter yang harus diam ketika dikejar, ada beberapa titik permainan yang meminta Anda untuk diam dan tidak menggerakkan Dual Shock 4 sama sekali. Begitu Anda lalai dan tangan Anda bergeser sedikit saja, maka Anda harus berhadapan dengan konsekuensi yang sebagian besar, berakhir fatal. Ia mungkin terdengar sangat sederhana, namun sensasi yang ia timbulkan begitu luar biasa. Untuk memastikan kontrol Anda tetap diam, tangan Anda ikut menegang, nafas Anda juga diatur seminim mungkin, dengan tubuh yang juga ikut menegang. Hal kecil ini membuat Anda seolah tengah melakukan hal yang sama dengan apa yang karakter utama Anda lakukan, dengan kekhawatiran dan kecemasan yang serupa.

mplementasi fungsi lain yang pantas untuk diacungi jempol adalah fakta bahwa Anda selalu punya opsi ketiga untuk setiap kejadian yang muncul. Benar sekali, Anda bisa memilih untuk tidak memilih satupun respon tersebut dan berakhir tidak melakukan apapun sampai waktu habis. Beberapa di antaranya mungkin berakhir dengan sekuens cerita yang sudah ditetapkan oleh sang developer, namun tidak sedikit pula yang akan membawa Anda pada cabang cerita dan konsekuensi berbeda. Seperti ketika di awal permainan, Chris hendak pamer kemampuan menembaknya kepada SAM. Di tengah keasyikannya menembaki beragam objek yang tersedia, tiba-tiba seekor tupai muncul di tengah. Game ini menggoda Anda dengan memberikan satu ekstra crosshair merah yang memperlihatkannya sebagai target yang bisa Anda tembak jika diinginkan. Dengan satu tembakan lagi untuk mengakhiri sekues – Anda punya tiga opsi untuk mengakhiri kisah ini: menembak target lain, menembak sang tupai, atau berhenti tanpa melakukan apapun. Aksi yang akan memicu reaksi berbeda dari SAM.


Tidak hanya terjadi di scene seperti ini saja, ada beberapa sekuens yang juga memberikan kebebasan bagi Anda untuk bereaksi atau justru memilih untuk tidak melemparkan reaksi apapun. Seperti ketika Mike terjebak di sebuah tempat eksperimen dimana ada begitu ancaman muncul dari setiap sudut. Keselamatannya akan bergantung pada seberapa cepat Anda menekan QTE di sini. Namun ada satu pilihan ekstra yang menarik begitu setiap kali Anda berhasil memicu QTE yang ada – ada opsi terbuka untuk menembak para monster yang berada di balik jeruji besi ini. Pengetahuan yang Anda dapatkan dari jalinan cerita yang ada memastikan bahwa api adalah satu-satunya cara untuk menghabisi mereka secara permanen. Haruskah Anda menembak setiap dari ancaman yang berada di balik jeruji ini dalam setiap sekuens QTE yang muncul? Atau Anda bisa sekedar membiarkannya dan berharap bahwa aksi Anda menghemat peluru shotgun akan terbayar manis nantinya? Ada pilihan untuk itu.

Dengan begitu banyaknya cabang cerita yang bisa muncul dari setiap sekuens ini, Until Dawn sebenarnya juga menyuntikkan satu ekstra mekanisme gameplay lain – Totem. Item kecil berbentuk patung ukir kayu ini tersebar untuk Anda temukan di sepanjang sesi eksplorasi. Fungsinya? Memberikan Anda sekelibat kecil sekuens yang mungkin terjadi di masa depan, satu dari begitu banyak kemungkinan. Ia mungkin tidak terlalu jelas untuk membantu Anda mengambil dan menentukan keputusan respon seperti apa yang bisa diambil, namun ia berfungsi sebagai clue yang cukup efektif untuk membuat Anda berpikir panjang soal respon seperti apa yang bisa memicunya. Totem sendiri terbagi atas beberapa warna, dan masing-masing warna melambangkan efek seperti apa yang muncul dari sekuens kecil tersebut. Apakah perjalanan Anda akan punya kemungkinan berakhir dengan kematian, atau justru persahabatan? Seperti seorang cenayang yang melihat sekelibat masa depan, Totem memberikan kemampuan tersebut.
Bersama dengan Totem, ada begitu banyak item lain pula yang tersebar di dalam dunia Until Dawn itu sendiri untuk Anda temukan. Sebagian besar darinya sekedar menawarkan latar belakang lebih jelas untuk memahami kejadian, hubungan antar karakter, dan latar belakang karakter tertentu itu sendiri. Namun tidak sedikit pula yang akan menentukan siapa saja yang hidup di akhir.
Kematian dan Pilihan

Lantas apa yang membuat Until Dawn berbeda dengan game-game interactive story kebanyakan? Selain inovasi gameplay menarik yang mereka tawarkan lewat implementasi fungsi gyro Dualshock 4 dan tentu saja kesempatan memilih untuk tidak memilih, Until Dawn memungkinkan Anda merangkai kisah survival horror Anda sendiri. Ini berarti, konsekuensi terburuk yang bisa Anda pikul dari setiap pilihan atau kelalaian QTE yang Anda buat hanyalah satu – karakter yang tewas secara permanen. Tidak ada kesempatan untuk mengambil ulang keputusan, tidak ada kemampuan untuk membalikkan waktu, Until Dawn akan memaksa Anda untuk menelan konsekuensi tersebut mentah-mentah. Hal ini membuat setiap keputusan terasa lebih serius, sekaligus mendorong Anda untuk memainkan game ini dua – tiga kali hingga Anda mencapai hasil yang Anda inginkan.


Seperti yang sempat mereka gembar-gemborkan sejak game ini masih berada dalam tahap promosi, semua opsi ini bisa berujung pada tiga akhir yang berbeda: semua karakter Anda selamat, beberapa saja yang selamat, atau semuanya tewas. Namun tidak hanya sekedar bergantung pada pilihan akhir yang menentukan nasib sang karakter, seperti layaknya soal pilihan ganda dalam ujian dengan jawaban benar dan salah, kondisi yang memungkinkan seorang karakter selamat atau tewas juga bergantung pada beberapa faktor lain. Interaksi dengan karakter lain, hubungan baik atau buruk dengan mereka, juga akan membuka atau justru menihilkan opsi untuk saling membantu ketika situasi genting terjadi. Faktor yang akan berpengaruh kuat pada tingkat survivabilitas Anda. Kerennya lagi? Dengan begitu banyak pilihan yang memainkan peranan cukup penting, hampir mustahil untuk memprediksi momen apa yang akan menjadi akhir nyawa karakter Anda.
Pertanyaan paling pentingnya kini tentu mengarah pada satu hal yang sama – jika cerita memungkinkan Anda untuk berakhir dengan membunuh semua karakter, secepat apakah hal ini bisa terjadi? Apakah memungkinkan untuk membunuh satu karakter di 30 menit awal permainan dan tidak melihatnya lagi di sepanjang permainan atau dengan drastis merubah alur cerita? Sayangnya, tidak. Terlepas dari semua kebebasan yang ia tawarkan, Supermassive Games masih berjuang untuk memastikan bahwa kematian ini tidak lantas membuat benang merah cerita yang seharusnya ada, menjadi putus dan merusak pengalaman yang ada secara keseluruhan. Setiap karakter dari 8 karakter ini akan punya chapter minimal yang harus ditempuh sebelum bisa berakhir tewas, yang biasanya sudah terjadi ketika mereka terpisah dari karakter yang lain.



Misi inilah yang sempat kami tempuh di walkthrough kedua kami setelah menyelesaikannya dengan berhasil menyelamatkan 5 dari 8 orang karakter. Untuk sekedar memuaskan rasa penasaran, kami pun mulai memilih opsi terburuk untuk memastikan seberapa cepat seorang karakter bisa tewas di dalam permainan. Kesempatan pertama datang dari momen “romantis” antara Mike dan Jessica ketika mereka terlibat dalam perang salju. Ketika tengah berpelukan di atas salju, Jessica melihat kepingan es yang rapuh dan hendak jatuh ke dada Mike yang posisinya tengah membelakangi. Ada dua respon yang bisa dipilih, namun kami memilih untuk tidak memilih dan mendiamkannya. Terlepas dari respon pasif kami ini, Jessica tetap secara otomatis mendorong Mike dari arah jatuh es tersebut dan berujung selamat, dengan cerita yang juga terus berjalan sebagiamana mestinya.


Terlepas dari fakta bahwa game ini memungkinkan karakter tewas dan lenyap begitu saja dari cerita, Until Dawn, sayangnya, menanganinya dengan buruk. Secara logis kita tentu berharap sang developer mempersiapkan diri, menguji semua skenario yang bisa terjadi, dan menciptakan skenario spesifik yang unik begitu karakter-karakter ini tidak lagi ada di dalam cerita. Namun ternyata tidak demikian. Di walkthrough pertama kami, rasa penasaran dan sedikit harapan untuk menemukan survivor yang lain akhirnya membuat kepala Ashley lepas dari tubuhnya. Ia tewas seketika. Reaksi awal kita sebagai gamer, apalagi dengan latar belakang kedelapan karakter ini sebagai teman, tentu berharap bahwa karakter lain akan terpukul, sedih, atau bahkan bereaksi apapun terhadap kematian ini. Namun yang terjadi? Ashley seolah “lenyap” dari eksistensi begitu saja. Survivor lain yang ikut dalam satu area yang sama tidak pernah lagi menyebut, membicarakan, atau bahkan melemparkan respon apapun terkait dengan Ashley hingga akhir permainan. Karakter yang tewas, seolah kehilangan signifikansi perannya sama sekali dalam cerita, begitu saja.