Review Mass Effect Andromeda: Tidak Rapi!
Masalah Presentasi

Jika Anda cukup familiar dengan format review JagatPlay selama ini, maka pembicaraan soal visualisasi biasanya selalu berasosiasi dengan sesuatu yang positif. Bahwa developer berhasil mengeksekusi segala sesuatunya dengan tepat dari sisi visual, hingga ia menjadi sesuatu yang pantas untuk dibicarakan. Namun sayangnya, tidak di Mass Effect: Andromeda. Presentasinya menjadi sesuatu yang pantas didiskusikan, justru karena sesuatu yang negatif.
Andromeda memang menjadi seri Mass Effect pertama yang menggunakan Frosbite Engine, engine racikan DICE yang kini menjadi basis untuk game-game AAA EA. Engine yang terkenal cukup bersahabat di setting lebih rendah ini memang berakhir fantastis untuk banyak game EA, terutama untuk mereka yang menjadikan detail wajah dan tata cahaya realistis sebagai fokus.


Di Andromeda, implementasi engine ini memang membuatnya terasa seperti sebuah game generasi baru. Frostbite masih memperihatkan tajinya dengan menawarkan detail visual yang cukup mengagumkan, terutama dari tekstur pakaian dan dunia yang ada. Namun dari semua sisi visual yang ada, acungan jempol pantas diarahkan pada desain setiap dunia yang disinggahi oleh Pathfinder dkk-nya ini. Anda bertemu dengan banyak varian, dari sekedar padang pasir, hutan lebat dengan makhluk aneh, hingga dunia dengan asam sulfur yang siap untuk melelehkan pakaian Anda jika tak hati-hati. Setiap dunia ini terasa unik, berbeda, dengan detail yang pantas untuk diacungi jempol.
Namun sayangnya, di luar tekstur pakaian dan desain dunia yang ada, Mass Effect: Andromeda harus diakui, berantakan dari sisi presentasi yang lain. Seperti yang mungkin sudah Anda ketahui, ada banyak masalah di sini. Salah satu yang paling menarik perhatian adalah animasi yang ada, dari gerak hingga ekspresi wajah. Untuk sebuah game RPG yang menitikberatkan pada dialog, ini tentu saja jadi sebuah kelemahan yang esensial. Dari animasi gerak, Anda akan mengernyitkan dahi melihat cara Ryder bergerak dan berlari. Gerak tangan aneh dan sudut tubuh yang absurd ketika berbelok misalnya membuatnya terasa seperti sebuah animasi murahan. Tak hanya itu saja, Anda juga akan sering bertemu dengan situasi dimana ia tiba-tiba berhenti bergerak karena terhalang satu objek kecil / lebih tinggi yang seharusnya ia panjat dengan mudah.



Permasalahan wajah bisa dibilang jadi yang terbesar di ME: Andromeda ini. Untuk sebuah genre yang menjadikan cerita dan karakter sebagai kekuatan, kegagalan untuk memproyeksikan emosi tentu jadi cacat desain yang disayangkan. Ketika game-game modern mampu melakukan hal ini dengan fantastis, kualitas animasi wajah Andromeda bahkan berakhir lebih buruk dibandingkan trilogi Mass Effect sekalipun. Tatapan tiap karakter terlihat kosong dengan gerak wajah yang antara gagal mengekspresikan emosi secara tepat atau memproyeksikan sesuatu secara berlebihan sehingga terasa absurd. Hasilnya? Sulit untuk menangkap atmosfer yang tepat dari sisi cerita. Tak sekedar wajah saja, tetapi animasi gerak dan postur karakter-karakter NPC ini juga terkadang mengundang gelak tawa. Di saat diam, tangan mereka selalu melengkung ke depan, seperti tengah berhadapan dengan karakter kera dari Planet of the Apes.
Jika Anda merasa masalah animasi wajah dan planet ini sudah buruk, maka Anda masih belum berhadapan dengan yang lebih buruk lagi di presentasi Andromeda ini. Benar sekali, animasi perpindahan planet yang siap untuk membuat Anda tidur di meja gaming Anda. Seperti halnya di trilogi awal Mass Effect, sudah menjadi tugas Anda sebagai seorang Pathfinder untuk mengeksplorasi planet yang ada untuk sekedar mencari bahan tambang atau bahkan memasuki atmosfernya untuk mendorong progress cerita dan misi sampingan. Berita buruknya? Andromeda menghadirkan animasi perpindahan planet yang benar-benar membuang waktu Anda. Setiap kali Anda memilih satu planet, akan ada animasi zoom in dan zoom out planet, memperlihatkan animasi pergantian sistem bintang, animasi memasuki atmosfer, dan kemudian baru siap melakukan interaksi. Jika ia bisa didarati, Anda juga harus “menikmati” animasi mendaratnya kapal Anda – Tempest ke atasnya. Semuanya harus Anda lalui tanpa fitur Animation Skip sama sekali. Proses “mengeksplorasi” sistem bintang yang seharusnya singkat, berakhir menjadi bertele-tele.


Dari semua yang terjadi, ME: Andromeda memang mau tidak mau, memang punya masalah yang sangat berat di sisi presentasi. Kita tak hanya bicara soal bentuk visual karakter atau animasi gerak saja, tetapi fakta bahwa Bioware seolah “lupa” memikirkan bahwa apa yang mereka tawarkan berakhir sulit untuk dinikmati. Bahwa terlepas dari indahnya visual dan efek yang mereka hadirkan untuk tiap planet yang ada, misalnya, harus melewati animasi panjang untuk setiap proses perpindahan adalah sebuah hal konyol yang seharusnya dipertimbangkan sebelum dirilis ke pasaran. Sebuah game tanpa fitur animation skip di tahun 2017 bukanlah sesuatu yang bisa ditoleransi, apapun alasannya. Dan kita, masih belum berbicara soal kacaunya user-interface yang akan kita bahas nanti.
Sisi Aksi yang Solid!

Sebagai sebuah game action RPG, seperti tiga seri pendahulunya, Mass Effect: Andromeda juga menitikberatkan diri pada mekanik layaknya sebuah game third person shooter sebagai basis. Sisi RPG mengakar pada beberapa elemen seperti level, pohon skill, sistem crafting, damage, hingga sekedar damage yang Anda terima atau hasilkan saja. Secara garis besar, mekanik gameplay-nya tak banyak berbeda dengan apa yang Anda kenal dari seri Mass Effect sebelumnya. Namun tentu saja, kali ini dengan penyempurnaan.
Terlepas dari FOV yang memang terasa kurang nyaman di mata kami, Bioware berhasil menjadikan sensasi third person shooter di Andromeda berujung nyaman untuk dinikmati. Ryder sendiri dipersenjatai dengan setidaknya dua buah senjata api yang bisa Anda gonta-ganti dengan ragam varian pilihan, dari sekedar pistol kecil, assault rifle, sniper rifle, hingga shotgun.


Bersamanya pula, Ryder akan dipersenjatai dengan tiga buah slot skill yang bisa digunakan sebagai skill aktif, yang tentu saja Anda pilih sendiri. Sisi permainan senjata yang solid juga diperkaya dengan ragam teknologi yang masing-masing darinya akan menghadirkan sifat yang berbeda pada senjata yang ada. Assault Rifle, misalnya. Bergantung pada darimana ras asal teknologi tersebut, assault rifle akan terasa berbeda satu sama lain. Ada yang bersenjatakan plasma, ada yang laser, ada yang lebih lambat dengan sifat parabola, ada yang punya jumlah ammo lebih besar dengan damage kecil, dan sejenisnya. Menemukan senjata dengan teknologi yang Anda inginkan jadi keasyikan tersendiri.
Namun jika berbicara soal perubahan paling signifikan yang kami sambut baik di Andromeda adalah kebebasan hampir mutlak bagi Anda untuk membangun karakter dan kemampuan serang Ryder itu sendiri. Dengan menggunakan sistem pohon skill yang didapatkan setiap kali kenaikan level, Anda bisa menciptakan gaya bertarung karakter seperti apapun yang Anda inginkan. Anda ingin menciptakan Drone tetapi sekaligus membuat kemampuan Ryder tetap berfokus di Biotik? Kenapa tidak. Atau Anda termasuk gamer yang seperti kami, lebih senang dengan kemampuan kasar di sisi combat dengan peningkatan damage senjata? Kenapa tidak. Di atas sistem seperti ini, Bioware juga menyisipkan sistem kelas yang kami sebut, terhitung cerdas.


Tak seperti game RPG pada umumnya dimana kelas menentukan seperti apa skill yang bisa Anda ambil, Andromeda justru membalik konsep tersebut. Kelas yang disebut juga sebagai “Profile” justru dibangun berdasarkan skill seperti apa yang Anda ambil dan kemudian memberikan buff permanen. Jadi jika diumpamakan dengan RPG klasik misalnya, bukan memilih kelas Barbarian yang membuat Anda bisa mengakses skill seperti Roar atau Berserk, tetapi justru memilih Roar atau Berserk yang membuat Anda bisa memilih profile seorang Barbarian dengan buff tertentu. Dengan ragam profile yang ada, sistem seperti ini membuat proses bereksperimen dengan range skill yang luas menjadi sesuatu yang selalu terbayarkan manis. Ia akan selalu memfasiltasi apapun gaya bermain Anda, membuat kebebasan membangun karakter bahkan menjadi jauh lebih sempurna.
Tentu saja, varian musuh yang Anda hadapi di Andromeda juga tak seperti di trilogi pertamanya. Anda akan bertemu dengan dua jenis varian musuh di sini – faksi dan binatang liar. Faksi menjadi presentasi tiap ras yang masing-masing punya jenis pasukan yang berbeda satu sama lain. Kett yang jadi ras antagonis utama misalnya punya varian musuh yang bisa berkamuflase dan menghilang, sementara kelompok pemberontak dari Nexus Anda misalnya, punya pasukan Krogan bernama “Berserk” yang tebal dan mematikan di jarak dekat. Anda juga terkadang berhadapan dengan ragam binatang liar yang menghuni ekosistem tertentu pada planet yang bisa Anda eksplorasi. Anda hanya perlu menyarangkan sebanyak peluru yang bisa Anda lontarkan pada mereka, terutama untuk yang berukuran cukup besar.


Lantas, bagaimana dengan karakter AI sendiri? Seperti yang kita tahu, Anda tak punya kesempatan untuk mengendalikan dua orang companion yang bisa Anda bawa dalam sesi petualangan ini. Tiap karakter punya deretan skill spesifik yang berbeda, sehingga Anda punya ruang cukup besar untuk menjadikan mereka sebagai karakter “pendukung” gaya bermain Anda. Namun sayangnya, Andromeda tak menyertakan fitur sama sekali yang memungkinkan Anda untuk mengatur sifat mereka. Yang bisa Anda lakukan hanya meminta mereka bergerak atau menyerang musuh berbeda / bersama-sama. Hasilnya? Dengan perilaku acak seperti ini, sulit untuk memicu kombinasi skill yang Anda inginkan untuk mempermudah permainan. Phebee misalnya punya kemampuan bernama Invasion yang bisa melemahkan defense musuh. Namun karena Anda tak punya cara untuk mengendalikannya, serangan ini sering berakhir digunakan untuk musuh yang tak jadi target utama Anda. Berita baiknya? Setidaknya masing-masing dari AI ini cukup reliable. Mereka cukup efektif untuk membantu Anda menghabisi varian musuh yang selalu berakhir menang di sisi kuantitas.

Mass Effect: Andromeda juga punya misi multiplayer online yang mereka sebut sebagai APEX Missions. Dengan satu user-interface yang terpisah, APEX Missions akan memberikan reward yang kemudian bisa Anda gunakan di mode single player. Menarik? Sayangnya, tak demikian. Seperti game multiplayer kooperatif pada umumnya, mode ini akan meminta Anda dan tiga player lainnya, untuk saling bahu-membahu demi bertahan hidup dari serangan musuh yang terus datang, gelombang demi gelombang. Semakin tinggi gelombang yang ada, semakin banyak dan kompleks musuh yang dihadapi. Setiap gelombang juga terkadang punya misi spesifik yang harus diselesaikan. Seru? Konsep yang sepertinya sudah terlalu diimplementasikan oleh banyak game ini terasa biasa dan tak terlalu menarik.












