Review Fallen Legion – Sins of an Empire: Indonesia Pantas Bangga!
Terlalu Linear

Seperti menikmati sebuah game dengan potensi yang besar, namun terasa tidak maksimal, ini mungkin adalah kalimat yang mungkin akan kami pilih untuk menjelaskan pengalaman yang ditawakran Fallen Legion: Sins of an Empire ini. Setelah disambut dengan presentasi visual mumpuni nan berkelas dan gameplay yang solid, ia ternyata punya kelemahan sebagai sebuah game RPG yang bisa dibilang, lebih mengikuti pakem dari Jepang. Benar sekali, linear.
Fallen Legion: Sins of an Empire memang terlihat sudah berupaya keras untuk menciptakan sesuatu yang berbeda dan inovatif dengan gameplay yang ia tawarkan. Tidak hanya sekedar bertarung, Cecille juga dituntut untuk menjalankan perannya sebagai putri kerajaan yang sesungguhnya. Tentu saja, ia harus memerhatikan dan mengambil keputusan yang akan mempengaruhi kondisi sosial politik di Fenumia itu sendiri. Namun alih-alih membuatnya tampil sebagai meta-game terpisah, Mintsphere memutuskan untuk mengeksekusi konsep ini dengan melemparkan situasi yang terjadi dalam bentuk teks kalimat ketika Anda berada dalam masa “rehat” bertarung di tiap level yang ada. Cecille diminta untuk sekedar memilih satu dari tiga opsi yang ada.


Untuk setiap masalah sosial-politik yang terjadi di Fenumia, keputusan Anda memang dibatasi hanya pada satu di antara tiga keputusan yang sudah ditentukan sebelumnya. Dipresentasikan dalam bentuk kartu, memilih keputusan-keputusan ini juga akan mempengaruhi bentuk buff seperti apa yang akan Anda dapatkan dalam pertempuran, membuatnya menjadi lebih mudah. Mintsphere sendiri mengklaim bahwa keputusan ini akan mempengaruhi aspek gameplay yang Anda dapatkan. Namun selain perubahan bentuk Chaos / Order untuk karakter Exemplars yang juga mempengaruhi seperti apa bentuk dan karakteristik status mereka, tidak ada cabang cerita yang akan berakhir berbeda. Cerita yang seharusnya dan sepantasnya, sudah ditentukan sejak awal.
Maka kesan Linear ini mengalir dari semua aspek. Mintsphere terkesan “takut” untuk memberikan kontrol lebih banyak pada Anda, terutama untuk beragam aspek di belakang layar selain pertempuran yang menjadi keasyikan tersendiri di dunia RPG. Walaupun pada akhirnya, ia juga bisa disimpukan sebagai usaha untuk menyederhanakan proses pengembangan yang mungkin, memang dikejar oleh developer asal Indonesia ini. Sebagai contoh? Mereka “membuang” kesempatan bagi Anda untuk memperkuat atau memodifikasi Exemplars Anda sendiri. Tidak ada sistem kenaikan level, tidak ada progress yang bisa dikejar secara spesifik untuk tiap karakter Exemplars, tidak ada kesempatan untuk mengganti senjata atau equipment untuk mereka selain gemstones, dan tidak ada fitur untuk sekedar mengganti peran mereka karenanya. Kontrol Anda memang minim.
Hal ini juga terjadi pada saat eksplorasi. Dengan peta dunia yang terbagi ke dalam jalur yang sudah ditentukan sebelumnya, Fallen Legion: Sins of an Empire juga bergerak dalam sebuah garis lurus. Seperti keluhan yang sempat kami sampaikan pada kasus game AAA sekelas Final Fantasy XIII, misalnya, ia tidak memberikan kesempatan bagi Anda untuk mencari, menemukan, dan menikmati dunia yang sebenarnya ia tawarkan. Bahwa tempat-tempat yang ada berakhir tidak lebih dari sekedar ruang untuk bertarung dan menang, sebelum Anda berjalan ke progress cerita selanjutnya. Anda juga tidak akan bertemu dengan misi sampingan, kesempatan untuk bercakap dengan NPC, mengeksplorasi kota dan merasakan sendiri kehidupan mereka sehari-hari, atau sekedar mengambil cabang jalur berbeda untuk bergerak ke tempat akhir yang sama. Semuanya bergerak lurus tanpa banyak yang bisa Anda kendalikan.


Tren seperti ini memang cukup mengecewakan. Percaya atau tidak, konsep seperti ini tidak hanya terjadi pada Fallen Legion: Sins of an Empire saja, tetapi juga banyak game RPG AAA racikan developer lain yang seharusnya mendapatkan pasokan dana lebih besar. Salah satu kasus terakhir adalah Star Ocean: Integrity and Faithlessness yang sempat dirilis di tahun 2016 silam. Bahwa kekuatan yang selama ini menjadi identitas franchise ini direnggut atas nama gameplay lebih “modern”.
Begitu banyaknya konten RPG yang tak tersedia di Fallen Legion: Sins of an Empire membuatnya terasa seperti sebuah proyek fantastis potensial yang sayangnya, tidak mencapai kemampuan maksimalnya. Jika game ini cukup sukses di pasaran dan berhasil meraih kesempatan untuk meracik seri sekuel di masa depan, kami akan sangat berharap ia akan mampu menghadirkan mekanisme kontrol yang lebih banyak pada gamer, terutama di fase eksplorasi. Tidak harus sempurna, namun setidaknya memenuhi beragam fitur yang seharusnya ada di sebuah game RPG, seperti equipment, modifikasi Exemplars, hingga sekedar kesempatan untuk mengunjungi dan berjalan-jalan di kota-kota yang berdiri di bawah bendera Fenumia ini.
Tanpa Elemen Indonesia

Kita tentu saja sangat mengerti bahwa Mintsphere memang menargetkan pasar luar sebagai pasar utama Fallen Legion: Sins of an Empire ini. Sebuah keputusan yang jelas mengingat game ini dirilis untuk pasar region 1 (Amerika Serikat) terlebih dahulu untuk Playstation 4 dengan rilis reg 3 (Asia termasuk Indonesia) yang saat ini, tengah dikerjakan karena kompleksitas bahasa yang didukung nantinya. Namun sayangnya, terlepas dari kiprah mereka yang begitu luar biasa dan menyentuh, tidak ada ketertarikan untuk menemukan elemen “berbau” Indonesia di dalamnya.
Walaupun keputusan kreatif tersebut memang bergantung sepenuhnya pada Mintsphere sebagai developer, namun sebagai gamer Indonesia yang mencintai dan bangga dengan apa yang mereka capai, menemukan bahwa ia tidak mengusung elemen Indonesia yang signifikan dalam permainan memang terhitung mengecewakan dan menyedihkan di saat yang sama. Bahwa di tengah begitu banyak desain boss yang keren, Anda tidak akan melihat Barong atau makhluk “khas” Indonesia misalnya. Bahwa di tengah alunan musik yang pantas untuk diacungi jempol, Anda tidak akan mendengar gaya atau instrumen khas Indonesia yang kentara di dalamnya. Bahwa terlepas dari begitu banyak kebebasan dalam proses kreatif yang ada, mereka bahkan tidak membubuhkan nama yang Indonesia “sekali” di dalam karakter-karakter Exemplars yang ada. Hal “paling Indonesia” yang kami temukan di sini hanyalah salah satu nama item yang ditawarkan.

Absennya elemen Indonesia di game ini memang tidak mengurangi kenikmatan bermain atau kualitas gameplay RPG yang ia tawarkan. Namun di sisi lain, fakta bahwa ia adalah game rilis internasional yang berpotensi untuk membuka mata banyak gamer akan keindahan Indonesia dan ragam corak budaya di dalamnya yang terlewatkan begitu saja memang jadi pukulan tersendiri. Tetapi sekali lagi, tidak pernah ada keharusan dan kewajiban bagi Fallen Legion: Sins of an Empire untuk mengemban tugas tersebut. Ia adalah sebuah proyek kreatif jempolan dengan kualitas yang tetap pantas untuk dibanggakan.










