Review Shadow of the Tomb Raider: Justru Terasa Anti-Klimaks!

Dari sebuah franchise hampir mati yang tidak jelas lagi hendak bergerak ke mana, menjadi sebuah seri game action yang cukup ditunggu lewat kualitas gameplay, desain ulang karakter, dan ceritanya yang cukup menggoda. Apa yang berhasil dilakukan Square Enix dan Crystal Dynamics dengan seri reboot Tomb Raider memang pantas untuk diacungi jempol. Di seri perdananya, ia sempat dikritik karena mencuri konsep yang sudah dipopulerkan oleh Naughty Dog via Uncharted. Namun untungnya, pelan tapi pasti, di luar sekedar karakter Lara Croft itu sendiri, ia mulai menyuntikkan beragam fitur gameplay baru dan berbeda yang kemudian tumbuh menjadi identitas. Kesuksesan seri kedua yang akhirnya berujung pada seri ketiga yang baru saja dilepas ke pasaran – Shadow of the Tomb Raider.
Anda yang sempat membaca artikel preview kami sepertinya sudah mendapatkan sedikit gambaran kira-kira apa yang ditawarkan oleh seri yang satu ini. Berhasil membantah beragam keraguan di awal bahwa game yang kali ini ditangani oleh Eidos Montreal ini akan berakhir dengan visualisasi lebih buruk daripada Rise of the Tomb Raider, ia tampil memesona dengan pendekatan atmosfer yang berbeda. Walaupun intisari gameplay yang ia usung tidak banyak berbeda, namun jelas Eidos Montreal menawarkan sesuatu yang baru dan berbeda untuk seri teranyar ini. Apakah segala sesuatunya berakhir sebaik yang dibayangkan? Walaupun beberapa dieksekusi dengan manis, namun sulit rasanya untuk membantah bahwa ada sesuatu yang terasa janggal di Shadow of the Tomb Raider.
Lantas, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh game yang satu ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah seri yang justru terasa anti-klimaks? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.
Plot

Shadow of the Tomb Raider berperan sebagai seri ketiga dari seri reboot Tomb Raider. Ini berarti memosisikan ceritanya sebagai kembalinya Lara Croft setelah petualangan di Tomb Raider dan Rise of the Tomb Raider. Kelompok organisasi rahasia bernama Trinity yang ternyata berhubungan dengan sosok ayahnya di seri terdahulu kembali menjadi fokus petualangan Lara Croft kali ini. Usahanya sama, menggagalkan rencana Trinity yang berambisi untuk meracik ulang dunia dengan menggunakan artifak masa lampau.
Keinginan untuk menghentikan aksi Trinity tersebut akhirnya membawa Lara ke daratan Amerika Selatan. Mengingat ini merupakan perjuangan yang terasa personal karena hubungan kematian ayahnya dan Trinity itu sendiri, Lara Croft justru berujung memperlihatkan sifat buruknya sebagai seorang penjarah makam amatir. Berusaha untuk menghentikan Trinity dengan cara apapun, ia justru gegabah dan menarik sebuah pisau suci milik peradaban klasik suku Maya yang menjadi satu di antara dua bagian artifak terpenting yang dikejar Trinity. Pisau tersebut ternyata menyimpan kekuatan yang menyeramkan.


Dengan ditariknya pisau tersebut tanpa wadah yang seharusnya menampungnya, Lara “tidak sengaja” memicu sekuens akhir dunia yang akan diisi dengan lebih banyak bencana alam, dari gempa bumi hingga tsunami. Satu-satunya cara untuk menghentikan hal tersebut adalah menemukan kotak sang pisau, yang juga diburu oleh Trinity. Kebutuhan untuk menemukan artifak tersebut dengan cepat semakin genting dan tidak lagi sekedar didorong dengan keharusan untuk menghentikan niat organisasi tersebut untuk meracik kembali dunia, tetapi juga mencegah dunia ini berakhir. Begitu banyak orang berujung meregang nyawa selama proses tersebut.

Lantas, mampukah Lara menghentikan sekuens akhir dunia yang ia picu ini? Mampukah ia menghentikan rencana Trinity? Tantangan seperti apa yang harus ia lalui? Semua jawaban dari pertanyaan tersebut bisa Anda jawab dengan memainkan Shadow of the Tomb Raider ini.