10 Hal yang Paling Melukai Harga Diri Gamer!
Beban Co-Op

Damage terhadap harga diri yang satu ini tidak hanya terjadi di game-game multiplayer kompetitif saja, tetapi juga kooperatif. Sebuah game dengan genre yang meminta Anda bersama dengan gamer yang lain, berapapun jumlahnya, untuk saling bahu-membahu. Konsep yang diusung oleh game loot-shooter ala Destiny dan Anthem, termasuk beberapa MMORPG yang menawarkan sistem party dan Raid misalnya. Bahwa alih-alih membantu tim untuk melawan musuh yang ada, Anda justru berujung jadi “beban” – sebuah ekstra kerepotan yang harus ditoleransi oleh anggota tim yang lain atas nama untuk menyelesaikan misi yang ada. Anda sering mati dan harus sering di-revive, Anda jadi healer yang tidak punya kontribusi heal dan buff hingga tanker Anda cepat tewas, atau Anda sekedar jadi anggota Raid yang bahkan tidak tahu cara menyelesaikan puzzle yang ada. Setiap beban seperti mengerti bahwa mereka adalah beban, dengan harga diri yang sudah pasti tercoreng.
Baca Walkthrough

Walkthrough adalah penyelamat gamer, apapun genre yang tengah Anda cicipi. Berhadapan dengan begitu banyak tantangan yang ditawarkan oleh sebuah game, ini akan membantu Anda mencapai progress yang dibutuhkan dengan jauh lebih cepat. Sulit rasanya untuk tidak mengakui bahwa ada sedikit rasa harga diri yang tercoreng bahwa Anda, seorang gamer, harus mengandalkan tips dan trick milik orang lain untuk menyelesaikan tantangan yang ada. Apalagi jika Anda menemukan bahwa setelah Anda membacanya, solusinya ternyata bukan sesuatu yang butuh tips & trick yang super kompleks untuk ditempuh. Rasa harga diri tentu saja paling berantakan jika Anda butuh walkthrough karena melewatkan dan tidak memerhatikan percakapan di RPG atau tutorial sederhana yang sempat ditawarkan game tertentu karena terlalu asyik sendiri. Harga diri terluka ketika Anda mulai menekan tuts keyboard dan menuliskan, “Tombol apa yang harus ditekan untuk membuka pintu A?”.
Sebenarnya Gampang

Ini mungkin salah satu kejadian yang paling memalukan yang sering dialami gamer-gamer lawas yang memang masih banyak menjadikan puzzle sebagai bagian dari tantangan, terutama game-game RPG dan survival horror. Bahwa akan ada banyak teka-teki yang harus Anda hadapi dan pikirkan untuk mencari solusi yang tepat. Anehnya secara psikologis, pengalaman membantu kita mengasosiasikan puzzle di dalam video sebagai tantangan yang butuh proses kompleks untuk diselesaikan. Hasilnya? Kita seringkali merasa frustrasi terlebih dahulu dan panik ketika menemukan bahwa “silat otak” yang kita lakukan ternyata tidak kunjung memecahkannya. Terperangkap 30 menit, 1 jam, 2 jam, sebelum menemukan momen “Aha!” yang ternyata membuka mata kita pada solusi super sederhana yang bisa diselesaikan dalam waktu 5 menit saja. Trauma inilah yang selalu kami ingat di Wild Arms 2 dulu.
“Anda Ingin Menurunkan Difficulty?”

Niatnya baik, caranya juga baik, tetapi harga diri yang melihat ini sebagai salah satu langkah yang buruk dari tangan developer dan publisher. Seperti yang kita tahu, seiring dengan perkembangan industri game, banyak developer dan publisher yang kini menawarkan solusi bagi gamer yang karena satu atau dua hal, “terjebak” di tantangan atau boss tertentu. Menghitung berapa banyak kali Anda tewas di posisi yang sama, mereka akan datang dengan sugesti untuk menurunkan tingkat kesulitan yang sudah Anda pilih sebelumnya. Menjawab “iya” ketika pertanyaan ini muncul bukan saja melukai harga diri, tetapi juga menelannya mentah-mentah. Mengiyakan sugesti ini seperti mengakui bahwa Anda sudah memilih tingkat kesulitan yang tidak bisa Anda tangani dan kini Anda harus mengakui, bahwa Anda lebih cupu dari apa yang Anda pikirkan.