Review Assassin’s Creed Valhalla: Saga Sang Penjarah!
Akumulasi Rasa Repot
Dengan semua kombinasi elemen yang mirip dengan Origins dan Odyssey, secara rasional, gamer yang menikmati kedua seri sebelumnya tersebut seharusnya akan bisa bersenang-senang dengan Valhalla tanpa masalah. Setidaknya itulah yang kami pikirkan di awal. Namun pelan tapi pasti, dengan akumulasi waktu bermain yang sudah menembus angka 50,60, hingga 70 jam untuk bisa menyelesaikan hanya cerita utama dan perihal soal misteri The Order saja, masalah Valhalla perlahan tapi pasti mulai mengemuka ke permukaan. Bahwa alih-alih jadi gameplay loop yang menyenangkan walaupun repetitif, ia justru terasa seperti sebuah akumulasi kerepotan yang terus menumpuk.
Ada banyak hal yang bisa kita bicarakan di sini. Entah karena usia kami yang menua atau ini adalah penilaian yang juga dirasakan oleh banyak gamer, namun Valhalla terasa terlalu berusaha keras untuk melakukan begitu banyak hal terkait Viking sekaligus di satu game yang sama. Anda tidak hanya harus “membereskan” Inggris saja, Anda juga akan diberikan setidaknya ekstra tiga lokasi berbeda yang masing-masing datang sebagai wilayah open-world mereka sendiri-sendiri, walaupun hadir dalam skala yang lebih kecil. Ini berarti, mereka datang dengan ruang besar untuk dieksplorasi, reward resource jika Anda rajin, konten ekstra misi, hingga wilayah super tinggi atas nama sinkronisasi. Anda akan disuguhkan kesempatan untuk menjelajahi porsi kecil Norwegia yang diisi dengan salju tebal, Vinland – sang tanah impian yang pada dasarnya merupakan eksplorasi perdana bangsa Viking ke benua Amerika, dan juga Asgard / Jotunheim – dua lokasi mitologi yang juga akan memainkan sedikit cerita untuk si Eivor. Melihat begitu banyaknya wilayah yang bisa dikunjungi di sini, kami harus mengakui bahwa di satu titik, kami mulai merasa bahwa opsi wilayah tertutup nan linear adalah sesuatu yang lebih rasional.
Masalah selanjutnya kemudian mengakar pada caranya menangani cerita. Tidak sedikit situasi dimana Anda menemukan bahwa cerita utama yang berusaha Anda selesaikan, yang terikat pada region tertentu, ternyata tidak bergerak selurus dan secepat yang Anda bayangkan. Ia kemudian terpecah menjadi 3 atau 4 misi utama yang lain, yang masing-masing harus Anda selesaikan, sebelum kemudian bergerak merampungkan region tersebut secara total. Terkadang ia berisikan jenis misi dan ekstra cerita yang terasa tidak esensial untuk keseluruhan garis cerita untuk region tersebut, hingga membuatnya terasa seperti ekstra kerepotan. Belum cukup? Valhalla juga datang dengan titik-titik fast travel yang lebih sedikit dibandingkan seri sebelumnya. Kebanyakan ikon untuk misi-misi utama ini berujung tersebar di lokasi-lokasi yang tidak dekat dengan titik fast travel, membuat Anda harus bergerak lagi secara manual untuk mencapainya. Hal ini sering terjadi. Ughh..
Jika situasi ini belum cukup untuk membuat Anda kesal, ada banyak misi juga yang datang dengan kebutuhan untuk mengawal karakter NPC tertentu atau sekadar mengikuti mereka untuk ekstra dialog dan eksposisi cerita. Di tahun 2020 ini, Valhalla juga datang dengan sistem yang sama menyebalkannya. Misi dimana Anda harus mengawal karakter-karakter NPC ini masih sering diikuti dengan situasi dimana sang AI, untuk alasan yang tidak bisa dijelaskan, tiba-tiba tidak lagi “tertarik” untuk mengikuti Anda dan tertinggal jauh di belakang. Beberapa di antaranya memperlihatkan tingkat kecerdasan super rendah hingga mereka tidak bisa mengikuti rute gerak yang sudah Anda desain sedemikian rupa untuk menghindari ancaman di depan mata. Sementara untuk aksi mengikuti karakter NPC, baik ketika berkuda ataupun berjalan? Setiap dari mereka datang dengan kecepatan tetap alih-alih menyesuaikan diri dengan kecepatan Anda. Ini berarti, jika Anda memacu kuda Anda lebih cepat, karakter NPC “penting” tersebut akan tertinggal di belakang alih-alih mengikuti kecepatan Anda. Sungguh merepotkan.
Namun terlepas dari buruknya situasi tersebut, bukan itu alasan mengapa kami mengambil sub-judul ini dan berujung mengoceh soal pengalaman eksplorasi Valhalla yang kian tidak menyenangkan seiring dengan waktu berjalan. Semuanya mengakar pada konsep “puzzle” yang sama sekali tidak memberikan cukup banyak stimulus untuk otak Anda. Apa yang terjadi? Hampir semua peti yang Anda temukan di Valhalla, yang berisikan reward-reward manis ini, tidak akan bisa Anda temukan dan buka begitu saja. Hampir 95% dari mereka akan berakhir dengan satu di antara tiga situasi ini: terkunci di ruang tertutup (yang kemudian menuntut Anda mencari celah agar bisa menghancurkan penghalang dari sisi lain agar pintu tersebut terbuka), berada di level elevasi berbeda (dimana Anda harus mencari pintu masuk jika peti berada di lokasi lebih rendah atau lokasi panjat jika ia berada di lokasi lebih tinggi), atau membutuhkan kunci untuk dibuka (yang berarti Anda harus mencari dimana kunci untuk membukanya). Anda sudah menemukan pola-nya? Benar sekali, semuanya berkaitan dengan mencari.
Hasilnya adalah sebuah konsep tantangan yang tidak lagi menyenangkan, karena proses “mencari” tidak pernah menghasilkan situasi yang menggembirakan. Ia terasa merepotkan, melibatkan banyak aksi melihat sana-sini, yang notabene bukanlah sebuah stimulus yang cukup untuk merangsang otak Anda bekerja. Yang terjadi adalah Anda lebih sering memerhatikan struktur bangunan di beragam sudut dan merasa frustrasi ketika Anda ternyata tidak menemukan solusi sekadar karena tidak teliti. Bayangkan jika Anda memproyeksikan situasi yang serupa di dunia nyata. Apakah Anda pernah merasa gembira, puas, dengan hati riang ketika Anda mencari handphone yang posisi letaknya Anda lupakan? Apakah Anda senang saat mencari dompet Anda yang hilang dari saku? Apakah Anda menikmati setiap detik proses mencari pasangan yang tidak kunjung datang? Situasi yang berkaitan dengan kata “mencari” selalu lebih kuat ke arah kesal dan frustrasi. Sekarang bayangkan jika hampir keseluruhan sistem peti di Valhalla dikunci di mekanik seperti ini, dari awal hingga akhir permainan. Kami sendiri akan menyambut sistem seperti ini jika saja, ada sedikit variasi di sana-sini.
Karena jelas, bukan sang tim pengembang tidak memiliki ide sama sekali untuk membangun tantangan yang lebih menarik dan menggugah. Ada beberapa titik eksplorasi yang biasanya berisikan key item lebih penting, yang lebih difokuskan pada aksi platforming dengan sedikit ekstra puzzle di atas-nya. Ada kebutuhan untuk berpikir, mencari solusi dari tantangan tersebut, yang tidak selalu berfokus pada usaha memandangi struktur bangunan dan landscape dari beragam sudut. Kami akan menyambut lebih terbuka jika Valhalla mendistribusikan lebih sedikit peti di dunia yang ia usung, menyuntikkan puzzle yang lebih serius sebagai tantangan, dan kemudian mengisinya dengan reward material dalam jumlah besar alih-alih melemparkan sebanyak mungkin peti di semua sudut yang datang dengan konsep “mencari”.
World Events yang Fantastis
Terlepas dari implementasi beragam fitur dan konsep open-world yang familiar, ada satu hal yang berhasil dieksekusi oleh Ubisoft dengan manis oleh Ubisoft di Valhalla. Muncul dalam bentuk titik-titik biru di peta tanpa ikon spesifik sebelum Anda mendekatinya, kita bicara soal World Events yang di sini berperan tidak berbeda dengan “misi sampingan” memang. Ia biasanya menghadiahi Anda dengan jumlah EXP cukup besar saat berhasil diselesaikan, yang membuatnya super menarik untuk menyita waktu Anda. Namun bukan hal tersebut yang membuatnya istimewa.
Yang membuat World Events ini istimewa mengakar pada dua hal: cara Ubisoft mengeksekusinya dan konten seperti apa yang ia usung. Mendobrak sistem “misi sampingan” banyak game open-world yang biasanya hanya menuntut Anda untuk mendekati lokasi tersebut, yang kemudian akan memicu barisan objektif yang muncul bak daftar di layar, World Events tidak mengusung konsep yang sama. Anda harus benar-benar mendengar percakapan apapun yang dipicu oleh NPC yang Anda temui, karena ia tidak akan memicu objektif apapun. Anda akan diminta untuk menganalisa sendiri apa yang sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan World Events ini, dengan menjadikan respon atau dialog sang NPC sebagai clue utama.
Konsep seperti ini tentu sudah jarang kita temukan di banyak game open-world saat ini, dan eksekusinya memang menuntut Anda untuk menaruh perhatian yang lebih besar pada cerita dan karakter yang terlibat. Lebih kerennya lagi? Mengingat ia hanya muncul sebagai sebuah titik biru di peta Valhalla, Anda tidak pernah akan bisa memprediksi kira-kira event seperti apa yang Anda temukan.
Variasi yang diusung oleh Ubisoft juga terhitung cukup banyak, dengan beragam tema unik di atasnya. Ada cerita soal bagaimana seorang penipu yang bersembunyi di balik sebuah kotak menyamar jadi arwah penasaran yang meminta uang “penenang”. Ada cerita soal seorang dukun pagan yang tengah sakit dan yakin bahwa darahnya akan menyuburkan tanah serta membuat musim panen sukses, namun di sisi lain – dirindukan oleh sang ibu yang menginginkannya pulang ke rumah. Ada pula “orang gila” di tengah padang rumput yang percaya bahwa lingkaran batu di dekatnya memiliki kekuatan magis yang tidak bisa dijelaskan karena jumlahnya selalu berbeda ketika dihitung. Ketika Anda berusaha membuktikan ia salah dan menghitung batu yang sama, Anda juga menemukan bahwa hitung-hitungan jumlah batu Anda juga terus berbeda terlepas dari fakta bahwa Anda tidak menemukan perubahan visual di layar sama sekali.
Kecermelangan cara Ubisoft menangani World Events adalah sesuatu yang ingin kami lihat di lebih banyak game open-world di masa depan. Pertanyaannya selanjutnya? Apakah dunia gaming siap menerima kembali konsep “misi sampingan” yang tidak berujung jadi daftar objektif secara otomatis soal hal-hal apa saja yang harus diselesaikan dan menuntut dialog-nya untuk diperhatikan? Ini yang jadi kekhawatiran utama.