Menjajal Tales of Arise (2): Chapter Pertama yang Menjanjikan!

Rasa tidak sabar sepertinya tengah menghampiri sebagian besar gamer pecinta JRPG saat ini, terutama mereka yang tumbuh besar dengan seri Tales. Bagaimana tidak? Setelah jeda antara seri yang terhitung cukup lama serta beragam masalah penundaan yang sempat terjadi, kita akhirnya akan bisa berhadapan dengan langsung dan tentu saja menikmati Tales of Arise. Kami termasuk gamer yang beruntung untuk mendapatkan akses langsung dari Bandai Namco untuk mencicipinya lebih awal. Tidak secara penuh tentu saja, melainkan bagian-bagian yang hendak ditonjolkan oleh sang pengembang. Kesempatan tersebut datang untuk kedua kalinya belum lama ini, yang kemudian membuat kami memutuskan untuk menambahkan angka (2) di judul di atas.
Melalui media yang sama via cloud gaming, sesi preview kedua yang diberikan Bandai Namco kepada kami ini memang punya fokus yang berbeda. Jika di sesi preview pertama ia difokuskan untuk memamerkan sistem pertarungan yang begitu cepat dan intuitif, terutama lewat sistem seperti Boost Strike dan Boost Attack, sesi preview kedua ini lebih difokuskan pada sisi cerita. Kami berkesempatan untuk menikmati chapter pertama dari versi retail yang seharusnya baru akan tersedia bulan depan, sembari menikmati presentasi yang ia usung.
Lantas, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Chapter pertama Tales of Arise ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah chapter pertama yang menjanjikan? Berikut adalah impresi kami terkait jam-jam pertama Tales of Arise:
Dahna dan Rena

Dengan fokus preview yang memang lebih menitikberatkan pada cerita, kami akhirnya punya gambaran lebih jelas soal intisari cerita yang menggerakkan Tales of Arise itu sendiri. Di semesta Tales of Arise, ada dua buah dunia berbeda yang eksis bersama – Dahna dan Rena. Di satu titik cerita, Rena yang merupakan dunia dengan teknologi yang lebih futuristik tiba-tiba menginvasi dan berhasil menaklukkan Dahna. Dahna kemudian berujung ditindas dan dibagi menjadi 5 wilayah berbeda yang masing-masing dikepalai oleh seorang Lord.
Para Lord ini dipercaya hendak memanen sebanyak mungkin resource unik Dahna, yang ternyata tidak berhubungan dengan pangan ataupun bebatuan. Lord yang berhasil mengumpulkan resource ini dalam jumlah terbanyak akan ditunjuk menjadi pemimpin Rena yang pada saat konflik ini terjadi, memang tengah vakum. Maka seperti yang bisa diprediksi, kehidupan para Dahna di bawah Rena pun tampil bak budak. Untungnya bukannya tanpa perlawanan, kelompok pemberontak bawah tanah Dahna pun terus berjuang untuk menundukkan kemampuan militer dan teknologi Rena.
Di sinilah, hidup seorang karakter bernama Alphen atau yang lebih dikenal sebagai Iron Mask. Hadir tanpa ingatan sama sekali, nama “Iron Mask” yang ia pikul datang dari fakta bahwa ia terus mengenakan sebuah topeng besi yang tak bisa ia lepas. Menjalani kehidupan bak budak seperti Dahna lainnya, persinggungan Alphen dengan kelompok pemberontak mendorong takdirnya ke arah yang lain. Ia bertemu dengan seorang gadis dari Rena yang ditawan dalam rantai besi, dengan alasan yang tak bisa ia mengerti. Satu yang pasti, gadis ini memang bukan gadis biasa.
Apa pasal? Kutukan membuat siapapun yang menyentuh sang gadis, yang namanya kemudian diketahui bernama Shionne ini, akan tersakiti seperti tengah disambar petir. Seperti pasangan sejoli yang ditakdirkan untuk bertemu dan berpetualang bersama, apa yang terjadi pada Shionne seolah menemukan antitesisnya pada sosok Alphen. Mengapa? Karena Alphen tidak bisa merasakan rasa sakit sama sekali, membuatnya jadi satu-satunya karakter yang bisa menyentuh Shionne. Pesinggungan keduanya juga membuka akses Alphen atas “Master Core” milik Shionne yang kemudian termanifestasi pada sebuah pedang super kuat bernama Blazing Sword. Walaupun datang dengan dua motivasi berbeda, Alphen dan Shionne pun saling bahu-membahu menundukkan Rena dan para Lords-nya.


Ada hal menarik yang kami temui dari sisi presentasi chapter pertama Tales of Arise ini. Kita tentu tidak lagi bicara soal visual in-game dengan sedikit pendekatan cell-shadingnya yang memang memanjakan mata. Yang kami soroti di sini adalah pendekatan bercerita yang ia tawarkan. Selain cut-scene in-game yang akan terjadi lengkap dengan animasi-animasi dramatis di momen genting, Tales of Arise juga datang dengan cut-scene lebih statis dengan potongan ala komik untuk menyajikan cerita di beberapa situasi. Yang paling menarik? Berbeda dengan seri Tales sebelumnya dimana potongan ala anime hanya terjadi di film pembuka, kami menemukan ada potongan serupa di tengah cerita Chapter pertama ini. Tentu saja kami tidak bisa memberikan kepastian apakah potongan-potongan anime ini akan tersedia di sepanjang game atau tidak, namun ini jadi pendekatan baru yang kami sambut dengan tangan terbuka.
Maka dari sisi cerita dan presentasi, setidaknya di chapter pertama yang kami jajal, rasa optimisme bahwa Tales of Arise akan memenuhi rasa haus dan rindu untuk sebuah seri Tales berkualitas memang kian kuat. Semoga saja ekstra cut-scene berbasis anime yang muncul di chapter pertama ini adalah sesuatu yang konsisten disebar di sepanjang permainan.